Hal itu disampaikan Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Endang Sri Melani, dalam konferensi pers secara daring, Senin (17/1/2022).
“Dari 44 kasus sepanjang 2020-2021, pelanggaran kebebasan berpendapat paling dominan terjadi pada ruang-ruang pemberian pendapat dan ekspresi di ruang digital dengan presentase 52 persen,” papar Melani.
Terdapat 21 kasus pelanggaran kebebasan berpendapat di ruang digital dua tahun belakangan.
“Komnas HAM menangani 9 kasus di tahun 2020, itu meningkat di tahun 2021 menjadi 12 kasus,” katanya.
Melani juga mengungkapkan, kasus pelanggaran kebebasan berpendapat yang terbanyak pada tindakan kriminalisasi yaitu sebanyak 18 kasus.
“Lalu yang ketiga adalah intimidasi, ancaman, dan teror dengan 8 kasus,” ucap dia.
Berdasarkan catatan Komnas HAM ada beberapa topik pembicaraan yang menjadi pemicu terjadinya tindakan pelanggaran kebebasan berpendapat. Pada tahun 2020 topiknya mengenai isu penanganan Covid-19, pengesahan Undang-Undang Omnibus Law, dan pemberantasan korupsi.
“Di tahun 2021 adalah polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kritik terhadap pejabat negara serta kritik pada kebijakan perusahaan,” imbuh Melani.
Adapun kasus-kasus yang ditangani Komnas HAM itu didapatkan dari dua mekanisme utama. Pertama, melalui aduan langsung. Kedua, dengan monitoring media.
Dari total 44 kasus, sebanyak 29 kasus diadukan langsung pada Komnas HAM dan 15 sisanya merupakan hasil monitoring media.
https://nasional.kompas.com/read/2022/01/17/20321111/komnas-ham-sepanjang-2020-2021-pelanggaran-kebebasan-berpendapat-paling