JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, kasus pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur dalam proyek satelit komunikasi pertahanan di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dalam waktu dekat akan masuk ke tingkat penyidikan.
"Kami sudah melakukan penelitian dan pendalaman atas kasus ini, dan sekarang sudah hampir mengerucut. Insya Allah dalam waktu dekat perkara ini naik ke penyidikan," ujar Burhanuddin dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (13/1/2022).
Penyelidikan kasus yang pengadaannya dilaksanakan pada tahun 2015 ini, sebut Jaksa Agung, telah dilakukan dalam beberapa tahun ke belakang.
Dari hasil penyelidikan, Burhanuddin mengatakan, Kejaksaan Agung telah mengantongi bukti yang cukup kuat untuk meningkatkan status hukum perkara ini.
"Insya Allah dalam satu dua hari kami akan tindaklanjuti ini dan memang dari hasil penyelidikan cukup bukti untuk kami tingkatkan ke penyidikan," kata Burhanuddin.
Kendati demikian, ia mengaku, belum dapat membeberkan pihak mana saja yang terlibat dalam persoalan proyek pengadaan ini.
"Ini masih masi pendalaman, artinya kami belum menentukan, penyidikan baru akan ditentukan sehari dua hari ini ya," ungkap Burhanuddin.
"Pasti kerugian-kerugian sudah dilakukan pendalaman tetapi nanti finalnya ada di BPK dan BPKP," sambung dia.
Sebagai informasi, permasalahan proyek ini berawal ketika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memenuhi permintaan Kemenhan untuk mendapatkan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat Bujur Timur guna membangun Satkomhan.
Kemenhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015.
Kontrak ini dilakukan kendati penggunaan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur dari Kemkominfo baru diterbitkan pada 29 Januari 2016.
Namun pihak Kemenhan pada 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT kepada Kemenkominfo.
Pada saat melakukan kontrak dengan Avanti pada 2015, Kemenhan ternyata belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut.
Untuk membangun Satkomhan, Kemenhan juga menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu 2015-2016, yang anggarannya pada 2015 juga belum tersedia.
Sedangkan di Tahun 2016, anggaran telah tersedia namun dilakukan self blocking oleh Kemenhan.
Dengan adanya permasalahan ini, selanjutnya Avanti menggugat di London Court of Internasional Arbitration karena Kemenhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani.
Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara telah mengeluarkan pembayaran untuk sewa Satelit Artemis.
Adapun biaya arbitrase, biaya konsultan dan biaya filing satelit sebesar ekuivalen Rp 515 miliar.
Selain itu, Navayo juga mengajukan tagihan sebesar USD 16 juta kepada Kemenhan.
Berdasarkan putusan Pengadilan Arbitrase Singapura pada 22 Mei 2021, Kemenhan harus membayar USD 20.901.209 atau setara Rp 314 miliar kepada Navayo.
Selain keharusan membayar kepada Navayo, Kemenhan juga berpotensi ditagih pembayaran oleh Airbus, Detente, Hogan Lovells dan Telesat.
Sehingga negara bisa mengalami kerugian yang lebih besar lagi.
https://nasional.kompas.com/read/2022/01/13/15194991/jaksa-agung-proyek-satelit-kemenhan-dalam-waktu-dekat-masuk-penyidikan