Salin Artikel

"Tak Ada Surat, Lisan Begitu Saja dari BRIN, Tanggal 1 Harus Hengkang Semuanya"

Sedikitnya 40 orang dalam Kapal Riset (KR) Baruna Jaya akhirnya kembali menghirup udara Ibu Kota.

Kapal yang mereka tumpangi baru saja sandar di Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara.

“Kami berangkat sejak satu bulan lalu itu dari Selat Sunda, Samudra Hindia, lalu Malang, Denpasar, habis itu ke Sumba yang waktu itu gempa 7,5 skala Richter. Terakhir itu kami (berlayar) dari Sumba,” ujar Andika, salah satu teknisi ahli Balai Teknologi Survei Kelautan (Teksurla) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Rabu (5/1/2022).

Di tempat-tempat tersebut, Andika dkk melakukan pemetaan sekaligus pemasangan alat-alat deteksi dini tsunami dan gempa.

Pekerjaan ini merupakan bagian dari proyek InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System – Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia) hasil pengembangan BPPT.

Proyek ini sangat krusial dalam mempercepat informasi peringatan dini potensi tsunami, yang menggunakan sensor di dasar laut guna melihat perbedaan-perbedaan tekanan air.

Data dari sensor itu lalu secara aktif dikirim ke buoy (pelampung) di permukaan laut melalui underwater acoustic modem.

Pelampung tersebut kemudian mentransmisikan data itu ke InaTOC (Indonesia Tsunami Observation Center – Pusat Pemantauan Tsunami Indonesia) di Jakarta.

“(Pemasangannya) sudah selesai semua. Sudah ada data gempa yang terkirim ke InaTOC di Thamrin itu. Jadi, kami pasang sudah langsung terhubung,” ujar Andika.

Usai merampungkan pekerjaan yang bisa menyelamatkan puluhan, ratusan, bahkan ribuan nyawa itu, Andika dan kolega hanya dapat mengambil napas panjang sesaat.

Andika bercerita, hari itu juga, seseorang yang mengaku perwakilan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) datang ke kapal.

Tidak ada pertemuan resmi atau pengumpulan semua ilmuwan dan awak kapal.

Yang ia tahu, setelah perwakilan BRIN itu datang, mereka semua dipaksa menelan pil pahit menjelang tahun baru.

“Tidak ada surat juga, jadi lisan begitu saja dari pihak BRIN, cuma ngomong bahwa tanggal 1 (Januari 2022, kami) harus hengkang semuanya. Ya sudah, begitu saja,” ucap Andika.

Terusir

BRIN dibentuk Presiden RI Joko Widodo pada 2019, meski sejak awal pembentukannya dikritik karena rentan mengganggu independensi ilmuwan dan membuka pintu politisasi.

Kekhawatiran ini beralasan karena terbukti bahwa bos Jokowi di PDI-P, Megawati Soekarnoputri, didaulat sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN.

PDI-P bahkan menyebut hal itu bertujuan agar riset BRIN “sesuai Pancasila”.

BRIN diciptakan bukan sebagai koordinator lembaga-lembaga penelitian yang ada saat ini, melainkan badan tunggal yang menaungi seluruh kegiatan penelitian di Tanah Air.

Tak ayal, lembaga-lembaga penelitian yang sejauh ini sudah berjalan dengan baik dipaksa melebur ke BRIN secara struktural.

Hingga sekarang, sedikitnya sudah 39 lembaga penelitian yang dipaksa melebur ke BRIN, termasuk di antaranya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), serta Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan BPPT sendiri.

Peleburan ini menimbulkan masalah. Ratusan ilmuwan kehilangan pekerjaan karena terhalang status non-PNS.

Andika yang sudah 7 tahun bekerja sebagai Pegawai Pemerintah non-Pegawai Negeri (PPNPN) BPPT, misalnya, ditendang karena alasan tersebut.

Sementara itu, Kapten Ishak Ismail, nakhoda KR Baruna Jaya yang ditumpangi Andika dalam proyek InaTEWS, malah sudah 19 tahun mengabdi.

Bahkan, pada 2015, Ishak pernah dianugerahkan oleh Jokowi Tanda Kehormatan Satyalancana Wira Karya.

“Sebagai nakhoda KR Baruna Jaya, berhasil melakukan pencarian lokasi jatuhnya pesawat Air Asia QZ 8501 di perairan Selat Karimata Laut Jawa dan aktif melakukan kooridinasi dan kerja sama antara crew kapal dengan Balai Teknologi Survei Kelautan, sehingga semua crew pulang dengan selamat,” tulis Jokowi dalam Keppres Nomor 77/TK/Tahun 2015 yang ia teken.

Dalam operasi tersebut, peran Ishak tak bisa dikesampingkan dalam penemuan kotak hitam Air Asia QZ 8501.

Namun, lantaran berstatus PPNPN, nama Ishak termasuk dalam daftar ratusan ilmuwan BPPT yang terpaksa angkat kaki karena BRIN.

Andika bercerita, seisi kapal hanya dapat melongo mendengar titah perwakilan BRIN itu.

Mereka diperintahkan mengosongkan KR Baruna Jaya, kapal yang bukan sekadar alat transportasi bagi mereka, tetapi juga telah menjelma kantor atau boleh jadi rumah kedua.

Apa boleh buat, palu telah diketuk.

“Otomatis kami kan harus meninggalkan kapal itu dalam keadaan bersih, tanpa kendala apa pun,” ucapnya.

Luntang-lantung

Perbincangan Kompas.com dengan Andika terjadi di kantor Komnas HAM, kemarin siang.

Siang itu, Ishak juga hadir. Ia turut duduk-duduk di trotoar bersama awak media dan menikmati segelas kopi dari pedagang starling di Jalan Latuharhary.

Baik Ishak maupun Andika, keduanya sama-sama mengenakan pakaian bersemat logo kebanggaan mereka. Logo KR Baruna Jaya. Logo Balai Teksurla. Logo BPPT.

Sayang, Ishak tak berkenan diwawancarai mengenai 19 tahun pengabdiannya di kapal yang dipaksa kandas bukan di laut, melainkan di darat.

“Mau lanjut kuliah,” ucapnya singkat, tanpa menjelaskan kuliah apa yang tengah ia geluti.

Ishak dan Andika datang sebagai perwakilan Paguyuban PPNPN BPPT. Mereka hendak mengadukan nasib mereka ke Komnas HAM.


Paguyuban itu menaungi ratusan ilmuwan BPPT bernasib sama, dan diperkirakan masih ada ratusan lain yang masih menanti pendataan lebih lengkap.

Mereka tidak meminta pesangon. Mereka hanya meminta dipekerjakan kembali.

Pasalnya, usia mereka sudah dihabiskan untuk mengabdi di BPPT. Tak lagi muda, sulit bagi mereka mencari lapangan kerja, terlebih di masa pandemi Covid-19.

Namun, toh Andika dkk bukan memikirkan nasib mereka saja, melainkan juga kelangsungan BPPT kelak, lembaga yang mereka cintai itu.

“Pemeliharaan alat pendeteksi tsunami itu setiap delapan bulan sekali. Jika (BPPT) dibubarkan, siapa yang mau mengurusnya? Alat itu dipasang di kedalaman ribuan meter. Di Bali saja 4.000 meter. Di Selat Sunda 2.700 meter. Di Samudra Hindia itu 3.000 meter. Peralatan itu beratnya 3 ton,” jelasnya.

Ini bukan hanya kerugian bagi ilmuwan seperti Andika atau Ishak. Ini kerugian negara yang tak mampu menghargai kerja-kerja para ilmuwan.

“Indonesia membutuhkan jajaran SDM riset yang tidak hanya bergelar tertentu, tetapi berkapasitas sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan bagi pengembangan sains dan teknologi yang dicita-citakan,” tulis Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), Rabu.

https://nasional.kompas.com/read/2022/01/06/08434071/tak-ada-surat-lisan-begitu-saja-dari-brin-tanggal-1-harus-hengkang-semuanya

Terkini Lainnya

TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke