Dari sumber terbatas itu, saya memperoleh kesan bahwa kaum pribumi AS di masa kini hidup sengsara akibat tergusur pembangunan infrastruktur yang dilakukan kaum pendatang. Maka, semula saya menduga nasib masyarakat adat sebagai pribumi AS sama saja dengan nasib masyarakat adat sebagai pribumi Nusantara.
Ternyata dugaan saya keliru.
Penggusuran
Fakta membuktikan, tidak semua masyarakat pribumi AS diperlakukan oleh kaum pendatang sama buruk dengan masyarakat pribumi Indonesia.
Memang kawasan permukiman masyarakat adat AS tidak lepas dari penggusuran atas nama pembangunan infrastruktur seperti misalnya pembangunan bendungan, permukiman, perkebunan mau pun pertambangan.
Sementara masyarakat pribumi Indonesia hanya bisa meratap apabila digusur, ternyata masyarakat pribumi AS malah ikut menikmati nikmatnya kenikmatan profit yang diperoleh akibat digusur.
Berbagai suku Indian-Amerika yang digusur atas nama pembangunan real estate memiliki saham real estate yang dibangun di atas bekas lahan di kawasan reservasi mereka.
Berbagai suku pribumi Amerika Serikat ikut memiliki saham di pusat pembangkit listrik tenaga surya dan angin.
Berdasarkan data laporan Division of Energy and Mineral Resources Management of the Bureau of Indian Affairs, pada tahun fiskal awal abad XXI royalti hasil pertambangan yang dibayarkan pada masyarakat adat AS yang bermukim di lahan yang kemudian dimanfaatkan sebagai pertambangan meliputi sekitar 250 juta dollar. Rinciannya adalah 45 persen dari gas, 27 persen dari batu bara, 22 persen minyak bumi, 6 persen dan lain-lain.
Di masa kini setelah digerogoti inflasi dapat diyakini jumlah jutaan sudah menjadi miliaran dollar AS. Untuk mengelola dana yang mereka peroleh bahkan masyarakat pribumi AS mendirikan bank khusus untuk kepentingan mereka sendiri.
Jika AS yang kapitalis terbukti mampu maka jelas bahwa Indonesia yang pancasilais pasti jauh lebih peduli amanat penderitaan masyarakat adat. Insya Allah dengan hukum sapu jagat menggantikan hukum yang kini berlaku maka Pemerintah Indonesia dapat membentuk sebuah sistem keadilan sosial yang mewajibkan para penanam modal pada industri perhutanan dan pertambangan untuk berbagi profit dengan masyarakat adat yang permukimannya digusur atas nama pembangunan perhutanan dan pertambangan.
Memang menjunjung tinggi kemanusiaan dan keadilan sosial cukup membebani para pemilik modal. Namun jangan lupa slogan yang juga gemar dicanangkan oleh para penguasa dan pemilik modal sendiri, yaitu pembangunan butuh pengorbanan. Memang pembangunan butuh pengorbanan namun bukan rakyat miskin. Yang wajib berkorbam justru mereka yang sudah berkuasa dan kaya raya.
Alangkah indahnya apabila pemerintah mewajibkan para pemilik modal perkebunan, perhutanan, serta pertambangan berkenan berbagi profit dengan masyarakat adat sebagai pribumi Indonesia. Dengan demikian sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab serta Keadilan Sosial untuk Seluruh Rakyat Indonesia dapat terwujud di negeri gemah ripah loh jinawi, tata tentram kerta raharja.
Merdeka!
https://nasional.kompas.com/read/2021/12/13/10021731/indahnya-berbagi-dengan-masyarakat-adat