JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla, meminta Majelis Umat Islam (MUI) untuk terus mendorong kebangkitan perekonomian umat Islam di Indonesia.
Hal itu Kalla sampaikan dalam Kongres Ekonomi Umat 2 MUI di Jakarta, Sabtu (11/12/2021).
“Dari pertemuan ini MUI perlu mendorong pentingnya jadi pengusaha. Sebab tanpa pengusaha maka ekonomi nasional bisa pincang,” kata Kalla melalui keterangan tertulis, Minggu (12/12/2021).
Kalla menyampaikan sejumlah hal tentang pentingnya menjadi pengusaha. Pertama, berkaca dari latar belakang Nabi Muhammad SAW, usia Rasulullah menjadi pengusaha jauh lebih panjang dibanding menjadi khalifah.
Rasulullah berdagang dari usia 13-40 atau sekitar 27 tahun. Sedangkan menjadi khalifah dari usia 40-63 atau sekira 23 tahun.
"Kita sebagai umat Islam harus bisa meniru ini,” ucap Kalla.
Menurut Kalla, kebangkitan perekonomian umat Islam sangat dibutuhkan. Ia meyakini, jika umat Islam maju, maka bangsa Indonesia menjadi lebih baik.
Kalla menyebutkan, jumlah muslim mayoritas yang dibarengi banyaknya muslim kaya akan meningkatkan perekonomian nasional sekaligus pemerataan.
Sebagai contoh, dengan banyaknya muslim yang menjadi pengusaha, maka potensi penerimaan zakat bisa mencapai ratusan triliun. Sebab, kalangan berpunyalah yang umumnya mengeluarkan banyak zakat.
“Tapi faktanya kemudian ternyata penerimaan zakatnya sedikit karena muzakki kurang dan justru mustahiknya yang banyak,” kata dia.
Dari sisi historis, Kalla menuturkan, sejarah bangsa Indonesia dipelopori oleh para pengusaha. Bahkan, pendiri-pendiri organisasi besar di Tanah Air berlatar belakang pengusaha.
Kalla pun meminta umat Islam belajar dari keturunan Tionghoa. Sebab, warga Tionghoa selalu menanamkan semangat berusaha dan mengembangkan jiwa wirausaha kepada anak-anak mereka.
“Orang China bisa lebih maju, karena mereka mempunyai deret ukur. Satu keluarga punya lima anak, seorang bapak belikan masing-masing satu toko. Jadi lima toko. Jadi pengusahanya bertambah jadi lima,” kata Kalla.
“Berbeda dengan kita, kadang-kadang satu keluarga, anak-anaknya ingin jadi polisi, tentara, bupati. Jadinya jumlah pengusaha kita tambah sedikit,” tuturnya
Lebih lanjut, Kalla mendorong agar MUI menyampaikan dakwah-dakwah yang menyinggung soal muamalah, tidak semata-mata berisi tentang aqidah dan akhlak.
Dakwah tentang muamalah, kata dia, bisa dikaitkan dengan pentingnya mendorong semangat berwirausaha.
Ia pun meminta MUI menyampaikan bahwa ekonomi tidak eksklusif, tetapi terbuka atau inklusif. Kalla menuturkan, dagang dengan dasar agama sulit sebab harus bekerja sama dengan banyak orang.
Jika menggunakan cara eksklusif, maka perekonomian umat justru akan mundur. Termasuk, jika membuat industri-industri yang mengarah pada halal.
Terkait hal ini, Kalla mencontohkan, saat melakukan umrah beberapa waktu lalu, salah satu supermarket terbesar di Arab Saudi menjual barang-barang yang 90 persen adalah buatan Cina.
“Itu artinya, perdagangan itu tidak pilih-pilih agama. Jika pilih-pilih agama, mestinya Arab Saudi mengutamakan produk Indonesia karena mayoritas umat Islam,” kata Kalla.
“Jadi saat ini dagang itu kuncinya bersaing pada tiga, yakni lebih baik, lebih cepat, lebih murah. Karena Cina bisa melakukan itu, maka ekonomi kita tidak bisa melawannya. Jadi kunci utamanya yang harus kita dorong adalah kerja keras,” imbuhnya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/12/12/08490181/jk-dorong-mui-kembangkan-ekonomi-umat-islam