JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menilai, ada tiga alasan Pemerintah China melayangkan protes terkait aktivitas pengeboran lepas pantai di Natuna Utara.
Pertama, kata dia, China memiliki perspektif pengeboran minyak dan gas yang dilakukan di wilayah tersebut diklaim berdasarkan "sembilan garis putus-putus" atau nine-dash line.
Nine-dash line adalah wilayah Laut China Selatan seluas 2 juta kilometer persegi yang 90 persennya diklaim sebagai China sebagai hak maritim historisnya.
Berdasarkan klaim nine-dash line, China mengakui Perairan Natuna sebagai bagian dari wilayahnya.
"Kedua, protes dilakukan sebagai prosedur standar agar China tidak dikesankan melepaskan klaimnya atas wilayah di mana Indonesia melakukan pengeboran, yang menurut China masuk dalam sembilan garis putus," kata Hikmahanto kepada Kompas.com, Jumat (3/12/2021).
Sementara itu, Hikmahanto menjelaskan bahwa Landas Kontinen saat ini diklaim oleh Indonesia.
Bahkan, kata dia, Indonesia tak hanya sekadar mengeklaim di atas peta, melainkan diwujudkan secara nyata.
Oleh karena itu, apabila China tidak melakukan protes, maka secara hukum internasional berarti Negeri Tirai Bambu itu mengakui wilayah tempat pengeboran sebagai Landas Kontinen Indonesia.
Ketiga, kata Hikmahanto, China melakukan protes agar otoritas di dalam negerinya terkesan akuntabel di mata para pemangku kepentingan.
Selain itu, otoritas juga dinilai akuntabel di mata para rakyat jika China tetap melayangkan protesnya.
Dalam hal ini, Hikmahanto mengatakan, otoritas China ingin menunjukkan fungsinya dalam mengamankan klaim nine-dash line.
"Perspektif China tersebut tentu bertolak belakang dengan perspektif Indonesia," katanya.
Oleh karena itu, Hikmahanto menilai Indonesia lebih baik tetap meneruskan kegiatan pengeboran minyak dan gas di Natuna Utara.
Bahkan, kata dia, bila perlu mendapat pengamanan dari Badan Keamanan Laut (Bakamla) jika ada gangguan dari Coast Guard China.
"Kegiatan pengeboran yang dilakukan Indonesia saat ini telah sesuai dengan arahan Presiden Jokowi kepada Menteri ESDM saat rapat di KRI Imam Bonjol pada 2016," ujarnya.
Saat itu, kata Hikmahanto, Presiden meminta agar perkembangan ekonomi di wilayah Kepulauan Natuna dan sekitarnya dikembangkan terutama untuk dua hal, yaitu perikanan dan migas.
Diberitakan, Pemerintah China mengirimkan surat protes yang meminta Indonesia menghentikan kegiatan pengeboran sumber daya gas dan minyak di Kawasan Laut China Selatan dan latihan militer Garuda Shield.
Hal ini dimuat dalam pemberitaan Reuters pada Rabu (1/12/2021).
Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia (Kemenlu) Teuku Faizasyah mengaku tidak bisa mengonfirmasi isi pemberitaan tersebut.
“Saya tidak bisa mengonfirmasi isi dari berita tersebut,” kata Faizasyah saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (1/12/2021) malam.
Faizasyah mengatakan, komunikasi diplomatik biasanya bersifat tertutup.
“Lebih dari itu, komunikasi diplomatik, termasuk melalui nota diplomatik, bersifat tertutup,” tambah dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/12/03/18210621/menurut-hikmahanto-ini-tiga-alasan-china-protes-soal-pengeboran-di-natuna