Menurut Dicky, endemi dari pandemi Covid-19 bukan berarti sudah tidak ada kasus sama sekali di negara tersebut, termasuk Indonesia.
"Endemi itu bukan berarti tidak ada (Covid-19). Endemi adalah juga bahwa pemerintah nanti pada saat ada gilirannya nanti akan ada rambu-rambu dari WHO," kata Dicky dalam diskusi daring, Selasa (23/11/2021).
"Itu akan harus menerapkan, menetapkan batasan jumlah kesakitan, jumlah kematian yang masih bisa ditolerir oleh fasilitas kesehatan. Itulah endemi namanya," lanjut dia.
Selain itu, tambah Dicky, dalam kondisi endemi tidak boleh ada masyarakat yang kesulitan dalam mengakses fasilitas kesehatan.
Serta juga tidak ada masyarakat yang masih mendapat stigma negatif dari orang lain apabila terjangkit Covid-19.
"Nah itu ada dari sisi klinis dan epidemologisnya ada dari sisi psikologis itu endemi," jelas Dicky.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, jika bisa melewati periode libur panjang Natal dan tahun baru (Nataru), Indonesia bisa masuk ke periode endemi Covid-19.
Luhut memperkirakan, pada tahun depan Indonesia bisa menperoleh obat Covid-19.
"Kalau kita bisa melampaui Nataru ini dengan baik, pada Januari saya pikir kita sudah masuk pada endemi. Karena pada saat itu kita, saya kira, sudah mendapat obat antivirus ini," ujar Luhut dalam konferensi pers secara virtual pada Senin (18/10/2021) sore.
Luhut melanjutkan, Presiden Joko Widodo meminta agar kementerian dan lembaga terkait benar-benar berhati-hati menyiapkan langkah mitigasi apabila terjadi gelombang ketiga Covid-19.
Oleh karenanya, pemerintah akan melakukan beberapa kali rapat untuk mempersiapkan antisipasi libur panjang Nataru.
"Terutama mendorong penggunaan PediliLindungi dan tadi soal vaksinasi. Dan kalau ini terjadi saya kira kita akan bisa bagus," ungkap Luhut.
https://nasional.kompas.com/read/2021/11/23/16410141/menurut-ahli-epidemiologi-ini-yang-dimaksud-dengan-endemi-covid-19