JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, pernyataan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin tak cukup untuk menuntaskan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada masa lalu.
Diketahui, Burhanuddin meminta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) segera mengambil langkah progresif untuk menyelesaikan berbagai perkara pelanggaran HAM berat.
“Saya menilai pernyataan itu belum membawa kemajuan sama sekali,” ujar Usman, Senin (22/11/2021).
Usman mengungkapkan, kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sejak era Orde Baru belum diselesaikan sama sekali oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Padahal, dalam kampanye Pilpres 2014, Jokowi berjanji akan meningkatkan penghormatan HAM dan menyelesaikan berbagai pelanggaran pada masa lalu melalui sistem peradilan.
“Namun janji itu pun belum masih belum dipenuhi,” katanya.
Usman menuturkan tuntutan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di meja hukum masih diabaikan oleh pemerintah.
Bahkan, ia memandang Burhanuddin malah menunjukkan keberpihakannya pada pemerintah dan DPR.
“Bukan pada independensinya sebagai otoritas tertinggi hukum di bidang penyidikan dan penuntutan pelanggaran HAM berat,” tuturnya.
Di sisi lain, Usman tak sepakat dengan langkah pemerintah yang hendak menggunakan mekanisme non yudisial untuk menyelesaikan berbagai perkara pelanggaran HAM.
Langkah tersebut dinilainya akan melindungi pelaku pelanggaran HAM berat dari sanksi pidana.
“Cara ini mustahil akan penuhi rasa keadilan korban, bahkan cara yang membawa klaim keadilan restoratif ini justru terkesan malah menjadi cara pelaku berlindung dengan meminta pemerintah 'mencuci piring kotor' pelaku,” imbuh dia.
Secara terpisah, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin mendesak Kejaksaan Agung segera melakukan penyidikan atas kasus pelanggaran HAM berat.
“Langkah terobosan perlu berbentuk langkah hukum yaitu dimulainya penyidikan oleh Jaksa Agung atas beberapa peristiwa sesuai Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000,” kata Amiruddin, dalam keterangan tertulis, Senin (22/11/2021).
Amiruddin mendorong Kejaksaan Agung untuk melakukan penyidikan atas 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang berkas penyelidikannya sudah diserahkan oleh Komnas HAM.
Ia juga meminta agar langkah-langkah penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu tidak hanya berbentuk kajian.
“Selain membentuk tim penyidik dan memulai penyidikan bukanlah terobosan saat ini. Apalagi menyodorkan langkah-langkah pengkajian yang sekadar bermain wacana,” papar dia.
Saat ini, ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang belum diselesaikan pemerintah. Berbagai kelompok masyarakat sipil mendesak agar penyelesaian kasus-kasus tersebut tetap dilakukan melalu meja hijau.
Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) tengah menyiapkan pembentukan Unit Kerja Presiden untuk Penanganan Peristiwa Pelanggaran HAM Berat (UKP-PPHB).
Tim itu akan bekerja secara langsung dibawah Presiden Joko Widodo.
Menurut Direktur Instrumen HAM Kemenkumham, Timbul Sinaga fokus dari unit kerja itu adalah menyelesaikan pelanggaran HAM berat melalui mekanisme non-yudisial.
Penyelesaian non-yudisial yang dimaksud yakni terkait pemulihan hak korban peristiwa pelanggaran HAM berat.
https://nasional.kompas.com/read/2021/11/22/15245211/pernyataan-jaksa-agung-dinilai-tak-cukup-tuntaskan-kasus-pelanggaran-ham