KOMPAS.com - Juru Bicara (Jubir) Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, ada empat indikator pemicu lonjakan kasus Covid-19 yang harus diperhatikan dengan cermat.
“Pertama, adalah mobilitas. Mobilitas penduduk saat ini terus meningkat dibandingkan saat lonjakan kasus kedua pada Juli 2021,” jelas Wiku.
Setidaknya, lanjut dia, peningkatan terjadi pada lima titik, yaitu pusat belanja atau retail dan rekreasi, ruang terbuka publik atau taman, perkantoran dan lokasi transit.
Pernyataan tersebut Wiku sampaikan dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan Covid-19 di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (18/11/2021).
Untuk diketahui, dari pengalaman sebelumnya, Indonesia mengalami peningkatan kasus Covid-19 cukup tinggi pada periode libur Idul Fitri 2021.
"Artinya, peningkatan mobilitas ini perlu diwaspadai. Sebab pada periode libur Idul Fitri 2021 lalu ada mobilitas yang tinggi dan menjadi salah satu pemicu adanya lonjakan kasus kedua," jelas Wiku.
Adanya peningkatan tersebut, imbuh dia, mendesak pihaknya untuk mengendalikan agar tidak memicu kenaikan kasus ke depan.
Adapun caranya dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam berkegiatan, serta mengurangi mobilitas yang tidak diperlukan.
Selain itu, sebut Wiku, mobilitas yang tinggi ini perlu dibarengi dengan peningkatan skrining Covid-19 dengan memasifkan testing, dan juga tetap melaksanakan protokol kesehatan (prokes) dengan baik.
Prokes yang baik dapat dilakukan dengan menerapkan 6M, yaitu memakai masker, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas, dan menghindari makan bersama.
“Indikator kedua adalah cakupan vaksinasi. Vaksinasi dosis kedua masih rendah saat disandingkan dengan persentase kabupaten atau kota. Ini termasuk dalam kepatuhan memakai masker dan menjaga jarak,” ucap Wiku.
Pasalnya, lanjut dia, kekebalan tubuh yang optimal hanya dapat dicapai setelah seseorang divaksinasi dengan dosis lengkap.
Menurut Wiku, untuk dapat melindungi suatu daerah dengan lebih maksimal, vaksinasi dosis lengkap harus mencakup 70 persen dari populasi.
Indikator ketiga, sebut dia, prokes. Hal ini sangat penting untuk dijalankan dengan atau tanpa vaksinasi.
Sebab, prokes adalah modal dasar dan utama dalam menghadapi pandemi Covid-19.
“Sayangnya dari 34 provinsi di Indonesia, ternyata 22 provinsi masih memiliki persentase cakupan vaksinasi dosis lengkap yang lebih rendah dari angka nasional, yaitu 40,42 persen,” ujarnya.
Dari 22 provinsi tersebut, kata Wiku, terdapat empat provinsi melaporkan bahwa kabupaten atau kota masih memiliki tingkat kepatuhan prokes rendah kurang lebih 40 persen dalam memakai masker dan menjaga jarak.
Adapun empat provinsi tersebut adalah Riau, Lampung, Sulawesi Tenggara (Sulteng), dan Maluku.
Wiku menilai, cakupan vaksinasi yang rendah apabila tidak didukung dengan kepatuhan prokes dapat meningkatkan potensi penularan Covid-19 di tengah masyarakat.
Untuk itu, pihaknya meminta kepada gubernur bersama bupati dan wali kota dari keempat provinsi tersebut segera berkoordinasi agar dapat meningkatkan cakupan vaksinasi dan kepatuhan prokes di wilayahnya.
"Pastikan terbentuknya Satgas posko di tingkat desa dan kelurahan maupun di fasilitas umum (fasum) untuk memantau pelaksanaan prokes," lanjutnya.
Untuk indikator keempat, angka reproduksi efektif (Rt) atau tingkat penularan atau infektivitas virus.
Angka tersebut menggambarkan tingkat penularan pada masyarakat. Semakin kecil angka Rt, maka semakin rendah potensi penularannya.
Saat ini, kata Wiku, angka Rt nasional maupun di beberapa daerah sudah mulai mengalami peningkatan, meskipun angkanya masih di bawah satu.
Oleh karenanya, peningkatan angka itu harus terus ditekan dan dipertahankan tetap rendah, agar mobilitas yang ada saat ini tidak memicu lonjakan kasus.
"Bukan tidak mungkin kami dapat menekan potensi kenaikan kasus pada periode libur Natal dan Tahun Baru 2022 (Nataru) nanti apabila seluruh pemerintah daerah (pemda) dan masyarakatnya bahu membahu,” ujar Wiku.
Bahu membahu yang dimaksud, yaitu dalam menjaga mobilitas penduduk, meningkatkan cakupan vaksinasi dosis kedua, serta melaksanakan prokes baik memakai masker maupun menjaga jarak dengan baik.
Pemerintah sendiri telah bersiaga atas peluang lonjakan kasus Covid-19 menjelang periode libur nataru. Hal ini mengingat pengalaman dari periode yang sama sebelumnya terjadi lonjakan kasus cukup tinggi.
"Tidak bosan saya sampaikan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Untuk itu, butuh langkah preventif dari perilaku yang dapat meningkatkan potensi penularan," ucapnya.
Wiku kembali menegaskan bahwa langkah preventif lebih baik dibandingkan langkah kuratif.
Sebab, apabila tingkat penularan dan mobilitas penduduk dapat dikendalikan, serta cakupan vaksinasi dan kepatuhan prokes terus meningkat, maka potensi terjadinya kenaikan kasus pasca-libur panjang akan semakin rendah.
https://nasional.kompas.com/read/2021/11/19/11142071/satgas-covid-19-paparkan-4-indikator-pemicu-lonjakan-kasus