Salin Artikel

Cerita Budiman Sudjatmiko ketika Divonis 13 Tahun Penjara Saat Orde Baru Berkuasa

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendiri Partai Rakyat Demokratik (PRD) Budiman Sudjatmiko dikenal sebagai salah satu aktivis reformasi yang menentang rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Budiman yang kini politisi PDI-P itu pernah divonis penjara selama 13 tahun pada 1997, karena dituduh menjadi auktor intelektualis kerusuhan 27 Juli 1996 atau Peristiwa Kudatuli.

Kerusuhan di kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) itu bermula ketika pendukung kubu Soerjadi tidak menerima hasil kongres luar biasa, pada 2-6 Desember 1993 di Surabaya.

Megawati Soekarnoputri terpilih sebagai Ketua Umum PDI, kemudian ditetapkan pada musyawarah nasional (munas), 22 Desember 1993 di Jakarta.

Namun, upaya pengambilalihan kepemimpinan partai masih terjadi.

Berbagai upaya penyelesaian sengketa tidak berhasil hingga akhirnya terjadil bentrokan pada Sabtu, 27 Juli 1996.

Kerusuhan tidak hanya terjadi di kantor PDI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, tetapi juga meluas ke kawasan Megaria dan Cikini.

Bentrokan tidak hanya terjadi antara massa pendukung Megawati dan Soerjadi, melainkan juga aparat.

Pemerintah Orde Baru menuding PRD menjadi penyebab kerusuhan. Ketika itu, PRD menjadi salah satu basis kekuatan massa pro-demokrasi dan penentang kekuasaan Soeharto.

Sejumlah aktivis PRD, termasuk Budiman, ditangkap.

Budiman menuturkan, ibunya menangis ketika mendengar vonis dijatuhkan. Saat dipenjara, Budiman tetap berusaha meyakinkan ibunda, bahwa ia tidak akan mendekam di jeruji besi selama 13 tahun.

Hal ini karena Budiman meyakini tak lama lagi rezim Orde Baru akan runtuh.

"Saya bilang sama ibu saya, bu, kalau melihat semua tanda-tanda ini enggak akan lebih dari lima tahun Orde Baru, jadi pasti saya tidak akan dipenjara 13 tahun, bahkan mungkin tidak akan lebih dari 5 tahun saya dipenjara," cerita Budiman, dalam video wawancara dengan Pemimpin Redaksi Kompas.com Wisnu Nugroho, yang diunggah Senin (15/11/2021).

Budiman menuturkan tanda-tanda yang ia yakini sebagai awal keruntuhan kekuasaan Soeharto. Setelah ia divonis pada Mei 1997, dunia mengalami krisis moneter.

Pada Juli 1997 terjadi krisis di Korea Selatan, kemudian Thailand dan menghantam Indonesia pada Agustus.

"Oke, nubuat-nubuat sedang diwujudkan. Kira-kira begitu, bukan saya dukun, bukan," ucap Budiman sembari tertawa mengenang hal itu.

Menurut Budiman, tanda-tanda itu sudah dipelajarinya dari berbagai diskusi berbasis sejarah yang dilakukan bersama teman-temannya.

Ia berpandangan, sejarah sebagai sesuatu yang berulang. Menurut Budiman, sejarah akan berulang dengan tempat dan tokoh yang berbeda.

Lebih jauh, Budiman mengamini dirinya seperti "terselamatkan" akibat dipenjara. Sebab, pada saat yang sama, rekan-rekannya di Partai Rakyat Demokratik (PRD) justru diculik oleh rezim.

"Karena saya dipenjara, saya enggak diculik kan? Kalau saya enggak tertangkap, saya diculik, nomor satu, karena saya pimpinan (PRD)," tutur Budiman.

Budiman hanya menjalani hukuman selama lebih kurang 3,5 tahun setelah diberi amnesti oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada Desember 1999.

Namun, Budiman tak berhenti untuk ikut terlibat dalam politik. Ia melanjutkan karier politiknya dengan bergabung ke PDI Perjuangan.

Bahkan, Budiman berhasil menduduki kursi parlemen di Senayan selama dua periode yaitu anggota DPR dari Fraksi PDI-P pada 2009-2014 dan 2014-2019.

https://nasional.kompas.com/read/2021/11/16/13063281/cerita-budiman-sudjatmiko-ketika-divonis-13-tahun-penjara-saat-orde-baru

Terkini Lainnya

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke