Menteri Nadiem Makarim mengatakan, Permendikbud Ristek 30/2021 dibuat berdasarkan standar nasional serta standar internasional dari United Nations Children's Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO).
“Kita tidak menciptakan kategorisasi sendiri, kita mengikuti standar nasional acuan dari Komnas Perempuan dan juga standar internasional, standar-standar best practice dari UNICEF dan WHO,” tegas Nadiem dalam konferensi pers virtual, Jumat (12/11/2021).
Lebih lanjut, Nadiem menjelaskan, definisi kekerasan dari KBBI. Ia menyebutkan, pertama adalah perihal yang bersifat dan bercirikan keras.
Kedua, itu adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain dengan menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain, dan ketiga adalah paksaan.
Nadiem mengatakan, Permendikdbud Ristek 30/2021 ini mengacu kepada satu isu untuk mencegah kekerasan seksual.
Adapun, definisi kekerasan seksual dalam permenidkbud ristek ini adalah setiap perbuatan yang merendahkan, menghina, melecehkan atau menyerang tubuh dan atau fungsi reproduksi seorang karena ketimpangan relasi kuasa dan atau gender yang berakibat penderitaan psikis atau fisik, termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.
“Permen ini hanya tugasnya satu, mendefinisikan kekerasan seksual dan memberikan langkah-langkah pencegahan dan penanganan kasus-kasus kekerasan seksual,” terang dia.
Menurut dia, Permendikbud Ristek 30/2021 ini juga merupakan aturan pertama yang secara gamblang menjabarkan rincian kekerasan seksual.
Bentuk kekerasan seksual dalam aturan ini juga mencakup ranah fisik, verbal, nonfisik, bahkan digital.
“Inovasi yang kita lakukan, adalah pertama kali permen ini menyebut secara eksplisit apa saja 20 perilaku-perilaku yang menjadi kekerasan seksual,” kata Nadiem.
Ia menegaskan, semua bentuk kekerasan seksual ini memiliki konsekuensi atau sanksi administarif bagi pelaku.
“Dan semua bentuk tindakan ini akan ada konsekuensi sanksi administratifnya,” tegasnya.
Adapun, di dalam beleid ini, yang dimaksud ranah kekerasan seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, serta melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Dalam Pasal 5, setidaknya dicatat ada 21 bentuk kekerasan seksual yang secara tegas diatur dalam aturan tersebut.
Beberapa di antaranya berupa melakukan tindakan kekerasan seksual yang tidak mendapatkan persetujuan (consent) korban.
Kemudian, tindakan diskriminasi atau pelecehan yang berintensi seksual, baik melalui ujaran, tatapan, ataupun virtual.
Hingga tindakan memaksa serta memperdayai korban untuk melakukan aktivitas seksual hingga melakukan abrosi.
https://nasional.kompas.com/read/2021/11/12/16433961/nadiem-permendikbud-ppks-dibuat-mengikuti-standar-nasional-dan-internasional