Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, mestinya hukuman Edhy tidak hanya diperberat menjadi 9 tahun, tapi 20 tahun.
“Hukuman itu belum cukup memberikan efek jera terhadap yang bersangkutan. Mestinya pada tingkat banding hukuman Edhy diubah menjadi 20 tahun penjara,” sebut Kurnia pada Kompas.com, Jumat (12/11/2021).
Kurnia juga menyebut Edhy semestinya dikenai denda Rp 1 miliar dan hak politiknya dicabut selama 5 tahun.
Dalam pandangan Kurnia, hukuman itu pantas diterima Edhy karena tiga alasan. Pertama, korupsi dilakukan ketika Edhy menduduki jabatan publik yaitu sebagai Menteri KP.
“Kedua, praktik korupsi suap ekspor benih lobster terjadi saat Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19,” terang dia.
Alasan ketiga adalah sampai di tingkat banding, Edhy tidak mengakui perbuatannya.
Kurnia menegaskan putusan di tingkat banding mengkonfirmasi kesalahan putusan di pengadilan tingkat pertama.
Adapun, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Edhy hanya mendapatkan vonis 5 tahun penjara.
“Juga menggambarkan betapa rendahnya tuntutan yang dilayangkan jaksa KPK terhadap Edhy Prabowo,” jelas dia.
“Bagaimana tidak pasal yang digunakan KPK sebenarnya memungkinkan untuk menjerat Edhy hingga hukuman maksimal, namun pada faktanya hanya 5 tahun penjara,” sambung Kurnia.
Terakhir Kurnia berharap Komisi Yudisial harus mengawasi proses persidangan jika Edhy mengajukan kasasi.
“Jangan sampai putusan kasasi nanti meringankan kembali hukuman Edhy Prabowo dengan alasan yang mengada-ada,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya majelis hakim PT Jakarta memperberat hukuman Edhy menjadi 9 tahun penjara.
Majelis hakim juga memperkuat putusan di tingkat pertama yang mengenakan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu Edhy juga tetap dikenai pidana pengganti senilai Rp 9,68 miliar dan hak politiknya dicabut 3 tahun.
https://nasional.kompas.com/read/2021/11/12/12585831/icw-hukuman-edhy-prabowo-mestinya-diperberat-jadi-20-tahun-penjara