Edhy merupakan terdakwa suap terkait pengurusan izin budi daya lobster dan ekspor benih benur lobster (BBL).
“KPK sejak awal menghormati segala proses peradilan, termasuk hak-hak terdakwa untuk melakukan pengujian putusan pada tingkat pertama melalui banding,” ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis ( 11/11/2021).
“Perkara ini yang mengajukan upaya hukum banding adalah terdakwa, maka saat ini KPK tentu menunggu sikap dari terdakwa atas putusan tersebut,” ucap dia.
Dalam prosesnya, kata Ali, KPK telah menyiapkan memori kontra-banding.
Namun demikian, kata dia, putusan tersebut sepenuhnya menjadi ranah dan kewenangan dari majelis hakim.
“Jika kita melihat putusan banding yang memperberat hukuman terdakwa, artinya majelis hakim punya keyakinan dan pandangan yang sama dengan tim Jaksa KPK,” kata Ali.
“Bahwa terdakwa secara meyakinkan terbukti bersalah menerima suap dalam pengurusan izin budi daya lobster dan ekspor benur,” ucap dia.
KPK pun mengapresiasi putusan pidana uang pengganti senilai Rp 9,6 miliar dan 77.000 dollar Amerika Serikat.
Hal tersebut, menurut Ali, penting sebagai bagian dari asset recovery yang menyokong penerimaan negara melalui upaya pemberantasan korupsi.
“Saat ini kami juga menunggu salinan putusan lengkap dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta untuk dipelajari lebih lanjut,” ucap dia.
Hukuman Edhy Prabowo diperberat oleh Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKi Jakarta di tingkat banding.
Majelis hakim PT DKI Jakarta menjatuhkan pidana penjara 9 tahun untuk Edhy.
“Menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dalam dakwaan alternatif pertama,” demikian bunyi amar putusan yang dikutip dari situs Direktori Putusan Mahkamah Agung (MA), Kamis (11/11/2021).
Selain pidana penjara, Edhy diwajibkan membayar denda Rp 400 juta yang dapat diganti pidana kurungan selama 6 bulan.
Majelis hakim tingkat banding juga menetapkan pidana pengganti senilai Rp 9,68 miliar.
“Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka akan dipidana selama 3 tahun,” ucap hakim.
Selain itu, majelis hakim menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama yang mencabut hak politik Edhy selama 3 tahun.
Adapun putusan nomor 30/PID.TPK/2021/PT DKI itu dibacakan pada 1 November 2021 oleh hakim ketua Haryono bersama dengan dua hakim anggota, yaitu Reny Halida dan Branthon Saragih.
Dalam perkara ini, Edhy Prabowo dinilai terbukti menerima suap terkait pengurusan izin budi daya lobster dan ekspor benih benur lobster (BBL).
Edhy disebut terbukti menerima suap Rp 25,7 miliar dari para eksportir BBL. Di pengadilan tingkat pertama, Edhy divonis 5 tahun penjara
https://nasional.kompas.com/read/2021/11/11/19323091/hukuman-edhy-prabowo-diperberat-jadi-9-tahun-kpk-artinya-hakim-sepandangan