Salin Artikel

Permendikbud Ristek 30/2021, Perguruan Tinggi Diminta Bentuk Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menerbitkan Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi pada 31 Agustus 2021.

Aturan ini dibuat agar menjadi landasan hukum bagi petinggi perguruan tinggi dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Dalam beleid tersebut diatur bahwa pemimpin perguruan tinggi harus membentuk Satuan Tugas (Satgas) dalam melaksanakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

Secara rinci, satgas itu dibentuk melalui seleksi yang dilakukan panitia seleksi, berdasarkan Bab IV Pasal 23 ayat 2.

Kemudian, pada Pasal 27 ayat 1 diatur bahwa keanggotaan Satgas berasal dari perguruan tinggi yang terdiri dari unsur pendidik, tenaga kependidikan dan mahasiswa.

Susunan keanggotaan Satgas terdiri dari ketua merangkap anggota, sekretaris merangkap anggota dan anggota.

Kemudian, pada Pasal 28 disebutkam bahwa ketua Satgas harus berasal dari unsur pendidik, sekretaris Satgas berasal dari unsur mahasiswa atau tenaga pendidik dan anggota satgas paling sedikit 50 persen berasal dari unsur mahasiswa.

Adapun masa tugas Satgas selama 2 tahun dan dapat diperpanjang 1 periode berikutnya.

Tugas dan wewenang satgas

Pada Pasal 34 ayat 1, terdapat 8 tugas Satgas dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi, yaitu

1. Membantu pemimpin perguruan tinggi menyusun pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Perguruan Tinggi.

2. Melakukan survei kekerasan seksual paling sedikit 1 kali dalam 6 bulan pada Perguruan Tinggi.

3. Menyampaikan hasil survei kepada pimpinan Perguruan Tinggi.

4. Menyosialisasikan pendidikan kesetaraan gender, kesetaraan disabilitas, pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi, serta pencegahan dan penanganan kekerasan seksual bagi warga kampus.

5. Menindaklanjuti kekerasan seksual berdasarkan laporan.

6. Melakukan koordinasi dengan unit yang menangani layanan disabilitas, apabila laporan menyangkut korban, saksi, pelapor, dan/atau terlapor dengan disabilitas.

7. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam pemberian pelindungan kepada korban dan saksi.

8. Memantau pelaksanaan rekomendasi dari Satuan Tugas oleh Pemimpin Perguruan Tinggi; dan

9. Menyampaikan laporan kegiatan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual kepada pemimpin Perguruan Tinggi paling sedikit 1 kali dalam 6 bulan.

Adapun dalam menjalankan tugas, Satgas memiliki wewenang sebagai berikut:

1. Memanggil dan meminta keterangan korban, saksi, terlapor, pendamping, dan/atau ahli

2. Meminta bantuan pemimpin perguruan tinggi untuk menghadirkan saksi, Terlapor, pendamping, dan/atau ahli dalam pemeriksaan

3. Melakukan konsultasi terkait Penanganan Kekerasan Seksual dengan pihak terkait dengan mempertimbangkan kondisi, keamanan, dan kenyamanan korban, dan

4. Melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi terkait dengan laporan kekerasan seksual yang melibatkan Korban, saksi, pelapor, dan/atau terlapor dari perguruan tinggi yang bersangkutan.

Sebelumnya diberitakan, Kemendikbud Ristek mengatakan, selama ini tidak ada payung hukum yang mengatur pencegahan dan penindakan kejahatan terkait kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Padahal, menurut Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek Nizam kekerasan seksual adalah masalah yang sangat mengkhawatirkan.

“Selama ini tidak ada payung hukum bagi pencegahan dan penindakan atas kejahatan atau kekerasan seksual yang terjadi di kampus-kampus kita,” kata Nizam kepada Kompas.com, Rabu (10/11/2021).

Menurut Nizam, selama ini para korban, khususnya mahasiswa, takut untuk melaporkan kekerasan yang menimpa dirinya.

Para korban, lanjut dia, juga tidak tahu ke mana harus melapor, serta tidak yakin akan mendapat perlindungan dan tindak lanjut jika melaporkan kasusnya.

Selain itu, ia mengatakan, salah satu alasan pimpinan perguruan tinggi tidak menindaklanjuti laporan kekerasan seksual adalah karena ketiadaan payung hukum.

“Banyak adik-adik BEM dan organisasi mahasiswa lainnya menyampaikan laporan serta kajian tentang hal ini dan meminta Kementerian untuk memberikan payung hukum yang jelas,” ucap dia.

Oleh karena itu, Kemendikbud Ristek kini menerbitkan aturan yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Aturan itu termuat dalam Peraturan Mendikbud Ristek (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang diterbitkan pada 31 Agustus 2021.

“Permendikbud Ristek ini fokus pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus,” kata Nizam.

https://nasional.kompas.com/read/2021/11/11/15495751/permendikbud-ristek-30-2021-perguruan-tinggi-diminta-bentuk-satgas

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke