Salin Artikel

Kasus Korupsi LPEI, Kejagung Tetapkan 7 Tersangka atas Dugaan Menghalangi Penyidikan

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka atas dugaan menghalangi penyidikan atau memberikan keterangan yang tidak benar.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, tujuh orang itu menjadi tersangka terkait kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) tahun 2013-2019.

"Hari ini menetapkan tujuh orang saksi menjadi tersangka atas tindak pidana menghalang-halangi penyidikan atau tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar," kata Leonard, dalam konferensi pers secara daring, Selasa (2/11/2021).

Ketujuh tersangka yaitu IS selaku mantan Direktur Pelaksana UKM dan Asuransi Penjaminan LPEI tahun 2016-2018, NH selaku mantan Kepala Departemen Analisa Risiko Bisnis (ARD) II LPEI tahun 2017-2018, dan EM selaku mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Makassar (LPEI) tahun 2019-2020.

Kemudian, CRGS selaku mantan Relationship Manager Divisi Unit Bisnis tahun 2015-2020 pada LPEI Kanwil Surakarta, AA selaku Deputi Bisnis pada LPEI Kanwil Surakarta tahun 2016-2018, ML selaku mantan Kepala Departemen Bisnis UKMK LPEI, dan RAR selaku pegawai Manager Risiko PT BUS Indonesia.

Menurut Leonard, saat diperiksa sebagai saksi, ketujuh orang itu meminta agar kejaksaan mencantumkan siapa tersangka, pasal yang disangkakan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi, serta adanya penghitungan kerugian keuangan negara yang sudah pasti.

"Sehingga penyidik tidak mendapat keterangan apa pun terkait pokok perkara," ujarnya.

Ketujuh tersangka juga telah beberapa kali menolak memberikan keterangan sebagai saksi dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Leonard mengatakan, hal tersebut menyulitkan penanganan dan penyelesaian penyidikan perkara.

Selanjutnya, demi mempercepat proses penyidikan, ketujuh tersangka ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Cipinang. Mereka ditahan mulai 2 November sampai 21 November 2021.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 21 atau Pasal 22 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam kasus ini, LPEI diduga memberikan fasilitas pembiayaan kepada Group Walet, Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Utama, Group Arkha, PT Cipta Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera, PT Kemilau Harapan Prima, dan PT Kemilau Kemas Timur.

Namun, terjadi gagal bayar setelah fasilitas pembiayaan diberikan. 

Pada 30 Juni 2021, Leonard mengatakan, penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional kepada perusahaan tersebut diduga dilakukan LPEI tanpa melalui prinsip tata kelola yang baik.

Sehingga, hal itu berdampak pada meningkatnya kredit macet atau non-performing loan (NPL) pada tahun 2019 sebesar 23,39 persen.

Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LPEI diduga mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp 4,7 triliun.

"Di mana jumlah kerugian tersebut penyebabnya adalah dikarenakan adanya pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)," ujarnya.

Berdasarkan pernyataan di laporan keuangan 2019, pembentukan CKPN pada 2019 meningkat 807,74 persen dari RKAT dengan konsekuensi berimbas pada profitabilitas.

Kenaikan CKPN ini untuk menutupi potensi kerugian akibat naiknya angka kredit bermasalah yang di antaranya disebabkan oleh sembilan perusahaan debitur itu.

Leonard mengatakan, pihak LPEI yaitu tim pengusul yang terdiri dari kepala Departemen Unit Bisnis, Kepala Divisi Unit Bisnis, dan Komite Pembiayaan tidak menerapkan prinsip-prinsip Peraturan Dewan Direktur No.0012/PDD/11/2010 tanggal 30 November 2010 tentang Kebijakan Pembiayaan LPEI.

https://nasional.kompas.com/read/2021/11/02/22545821/kasus-korupsi-lpei-kejagung-tetapkan-7-tersangka-atas-dugaan-menghalangi

Terkini Lainnya

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke