Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan My Esti Wijayati menyorot perlunya peningkatkan pencegahan kekerasan seksual dalam beleid yang tengah dibahas ini.
Menurutnya, perlu ada satu lembaga khusus yang bisa bertanggung jawab terhadap pencegahan kekerasan seksual.
“Tapi kalau memungkinkan kita kuatkan dengan satu tambahan saja, di dalam proses pencegahan itu kita langsung ada lembaga yang bisa kita minta bertanggung jawab terhadap hal itu, saya kira itu juga lebih baik,” kata Esti dalam paparannya.
Selanjutnya, Anggota Fraksi PDI-P Selly Andriany Gantina juga menekankan hal serupa terkait pencegahan kekerasan seksual.
Selly berpandangan, kekerasan seksual masih terjadi di berbagai sektor, seperti di dunia pendidikan, perkantoran, buruh, serta perpolitikan.
“Pada saat kita bicara relasi kekuasaan, maka kita bicara juga bagaimana pencegahan agar relasi kekuasaan yang memang selama ini sering terjadi di beberapa segmentasi tadi bisa kita minimalisir,” imbuhnya.
Selly juga menyorot perlunya pengaturan soal kekerasan berbasis gender online (KGBO) diatur secara teknis dalam RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Sebab, menurutnya, kekerasan di media sosial atau berbasis online sudah mulai banyak terjadi.
“Karena KBGO ini kan akan menjadi kekerasan seksual masa depan,” kata dia.
Selain itu, ia menilai, sorotan kekerasan yang dialami penyandang disabilitas perlu lebih disempurnakan dalam draf RUU yang ada saat ini.
Apalagi Selly menekankan, penyandang disabilitas inteligensia kerap tidak memahami adanya kekerasan seksual yang dialaminya.
“Karena memang konkretnya korban kekerasan seksual bukan hanya berbicara gender laki-laki perempuan, tua dan muda, tapi memang paling banyak pada korban-korban disabiltas apalagi disabilitas intelegensia,” kata Selly.
Adapun, rapat panja ini merupakan rapat pertama yang dilakukan Baleg DPR RI dalam menyusun RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
https://nasional.kompas.com/read/2021/11/01/18044891/fraksi-pdi-p-singgung-lembaga-khusus-hingga-ranah-kekerasan-online-di-ruu