Salin Artikel

Koalisi Kritik Penurunan Harga Tes PCR yang Tidak Transparan dan Akuntabel

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan mengkritik kebijakan pemerintah soal penurunan harga tes PCR yang tidak mencerminkan asas transparansi dan akuntabilitas.

Hal ini disampaikan salah satu anggota koalisi, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah. Ada pula Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LaporCovid-19 dan Lokataru yang tergabung dalam koalisi.

“Kebijakan tersebut diduga hanya untuk mengakomodasi kepentingan kelompok tertentu yang memiliki bisnis alat kesehatan, khususnya ketika PCR dijadikan syarat untuk seluruh moda transportasi,” ujar Wana, melalui keterangan pers, Minggu (31/10/2021).

Ketentuan mengenai harga pemeriksaan PCR setidaknya telah berubah beberapa kali.

Pada awal pandemi, tarif PCR belum dikontrol oleh Pemerintah sehingga harganya sangat tinggi, bahkan mencapai Rp 2,5 juta.

Setelah itu, pada Oktober 2020, pemerintah mengontrol harga PCR menjadi Rp 900.000.

Sepuluh bulan kemudian harga PCR kembali turun menjadi Rp 495.000-Rp 525.000, akibat kritik dari masyarakat yang membandingkan biaya tes di Indonesia dengan India.

“Terakhir, 27 Oktober lalu pemerintah menurunkan harga menjadi Rp 275.000-Rp 300.000,” ucap Wana.

Sementara itu, kata Wana, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kementerian Kesehatan tidak pernah menyampaikan informasi apa pun perihal jenis komponen tes dan besaran harga.

Berdasarkan informasi yang dimiliki koalisi, sejak Oktober 2020 lalu, harga reagen PCR hanya sebesar Rp 180.000.

Ketika pemerintah menetapkan harga Rp 900.000, maka komponen harga reagen PCR hanya 20 persen.

Komponen harga lainnya juga tidak dibuka secara transparan, sehingga penurunan harga tidak memiliki landasan yang jelas.

“Begitu pula dengan penurunan harga PCR menjadi Rp 350.000 juga tidak dilandaskan keterbukaan informasi, sehingga keputusan kebijakan dapat diambil berdasarkan kepentingan kelompok tertentu,” ungkap Wana.

“Artinya sejak Oktober 2020, pemerintah diduga mengakomodasi sejumlah kepentingan kelompok tertentu,” tutur dia.

Menurut Wana, ketika menurunkan tarif tes PCR, pemerintah tidak menggunakan prinsip kedaruratan kesehatan masyarakat, namun mementingkan kepentingan kelompok bisnis tertentu.

Dari seluruh rangkaian perubahan tarif pemeriksaan PCR sejak awal hingga akhir, koalisi mencatat setidaknya ada lebih dari Rp 23 triliun yang berputar dalam bisnis tersebut.

“Total potensi keuntungan yang didapatkan sekitar Rp 10 triliun lebih,” kata dia.

Di sisi lain, Wana juga mengkritik rencana mewajibkan tes PCR bagi pelaku perjalanan pada seluruh moda transportasi.

Ia menjelaskan, perputaran uang dan potensi keuntungan akan meningkat tajam ketika ketentuan itu diterapkan.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pemerintah gagal dalam memberikan jaminan keselamatan bagi warga.

Wana menilai pemerintah sebenarnya mampu untuk memberikan akses layanan tes PCR secara gratis kepada masyarakat.

Berdasarkan anggaran penanganan Covid-19 sektor kesehatan tahun 2020, diketahui realisasi penggunaan anggaran untuk bidang kesehatan hanya 63,6 persen dari Rp 99,5 triliun.

“Kondisi keuangan tahun ini pun demikian. Per 15 Oktober diketahui bahwa dari Rp 193,9 triliun alokasi anggaran penanganan Covid-19 untuk sektor kesehatan, baru terserap 53,9 persen,” kata Wana.

https://nasional.kompas.com/read/2021/11/01/05310021/koalisi-kritik-penurunan-harga-tes-pcr-yang-tidak-transparan-dan-akuntabel

Terkini Lainnya

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke