Sebab itu, ia meminta pemerintah mengkaji kembali harga tersebut. Ia menyarankan pemerintah mematok batasan harga PCR hingga di bawah Rp 200.000.
"Saya rasa, harga di bawah Rp 200.000 lebih meringankan masyarakat. Ini momen di mana kita saling bantu untuk atasi pandemi dan pemulihan ekonomi," kata Nurhadi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (27/10/2021).
Politisi Partai Nasdem itu mengingatkan pemerintah, masyarakat bisa saja enggan bepergian dengan tujuan kepentingan usaha atau bisnis, jika harga tes PCR masih tinggi.
Ia juga mengaitkan harga tes PCR Indonesia dengan India yang terpaut jauh lebih mahal. India, kata dia, mematok harga tes PCR sebesar Rp 160.000.
Ia pun mempertanyakan alasan pemerintah mengapa tetap menerapkan harga tes PCR yang terlalu tinggi. Padahal, masyarakat sudah terasa terbebani.
"Harusnya, pemerintah wajib transparan hal harga PCR ini. Kenapa bisa lebih mahal dari India yang hanya Rp 160.000. Memang Menkes (Menteri Kesehatan) sudah menjelaskan di India lebih murah karena komponen PCR bisa produksi sendiri. Lha pertanyaannya, kenapa Indonesia tidak bisa produksi tes PCR di dalam negeri?," tanya Nurhadi.
Mengaku harga tes PCR yang sekarang ditetapkan pemerintah masih terlalu tinggi, Nurhadi tetap mendorong adanya penurunan harga hingga di bawah Rp 200.000.
Ia berpendapat, harga yang ada saat ini masih terlalu berat untuk masyarakat.
"Rp 275.000 itu murah bagi pejabat, tapi masih mahal bagi masyarakat," pungkasnya.
Diberitakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi mengumumkan batas biaya tertinggi tes PCR untuk wilayah Jawa-Bali maupun luar dua pulau itu.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir menyebut, batas biaya tertinggi tes PCR di Jawa-Bali sebesar Rp 275.000 dan Rp 300.000 untuk daerah di luar kedua pulau itu. Ketentuan tersebut berlaku mulai hari ini, Rabu.
https://nasional.kompas.com/read/2021/10/27/20100721/anggota-dpr-pcr-rp-275000-murah-bagi-pejabat-mahal-untuk-masyarakat