JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo meminta agar harga tes polymerase chain reaction (PCR) kembali diturunkan menjadi Rp 300.000.
Saat ini, harga tes PCR di wilayah Jawa-Bali sebesar Rp 495.000 dan Rp 525.000 untuk daerah lain.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, permintaan Presiden Joko Widodo agar harga tes PCR turun bukan tanpa dasar.
Menurut dia, Presiden telah menghitung dan mendapatkan informasi tentang harga reagen, pemeriksaan, dan kapasitas yang bisa dilakukan pemerintah untuk melakukan pemeriksaan PCR.
Ia mengatakan, reagen merupakan komponen terbesar yang menentukan pembiayaan dalam tes PCR.
“Jadi melakukan penurunan pada harga reagen yang masuk itu menjadi model yang akan segera kami tindak lanjuti,” kata Dante usai mengikuti acara antikorupsi di KPK, Jakarta, Selasa (26/10/2021).
Ia menambahkan, setelah dilakukan penghitungan, biaya tes PCR sebesar Rp 300.000 merupakan angka yang mungkin masuk akal untuk dilaksanakan.
Sementara itu, Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) meminta pemerintah agar dapat mengatur harga reagen.
"Kalau pemerintah menginginkan harga PCR turun sih kita senang sekali. Tapi, tolong diminta agar harga reagen disesuaikan," kata Sekjen Persi Lia G Partakusuma saat dihubungi Kompas.com.
Di sisi lain, ia juga berharap agar rencana penurunan harga tes PCR ini dilakukan secara bertahap. Pasalnya, saat ini RS telah banyak yang membeli reagen.
Harapannya, stok reagen yang ada dapat dihabiskan terlebih dulu, sebelum menerapkan harga baru.
"Ya artinya kita kalau ada perintah untuk harga PCR turun, ya turun. Tapi, kita mohon ada waktu jeda karena kan banyak yang sudah membeli dengan harga lama," ujarnya.
Terkait biaya reagen, Gabungan Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) menyatakan, saat ini, harga reagen sebagai komponen utama PCR sudah mulai terjangkau.
Sekjen Gakeslab Randy Teguh mengatakan, saat pemerintah menetapkan harga tes PCR sebesar Rp 495.000, harga standar reagen saat itu berada di kisaran Rp 150.000-Rp 200.000.
"Jadi sebenarnya dari kami pelaku usaha alat kesehatan dan alat laboratorium, harga itu adalah mekanisme market. Artinya kalau pembelinya banyak, pasti harganya jadi baik dan terkoreksi," ujar Randy saat dihubungi Kompas.com.
Meski demikian, Randy mengatakan, pihak rumah sakit pasti akan menghitung semua komponen, seperti harga reagen, APD, masker, jasa layanan, air dan listrik apakah memungkinkan untuk harga Rp 300.000.
"Dan tentu kami sebagai pelaku usaha kalau kita bisa kasih diskon, kita kasih, tapi kalau misalnya sudah rugi ya kita enggak bisa jual," ucap dia.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta pemerintah transparan ihwal harga tes PCR beserta komponen sebenarnya.
"Sebenarnya struktur biaya PCR itu berapa? Kok gampang diturunkan? Jangan-jangan selama ini memang terlalu tinggi," kata Tulus dalam keterangan tertulis, Selasa.
Menurut dia, sejauh ini belum ada transparansi menyangkut rincian struktur biaya PCR dan margin profit yang diperoleh penyedia jasa tes.
Meski demikian, ia mengapresiasi perintah Presiden Jokowi agar tarif tes PCR diturunkan sebesar Rp 300.000.
Sebab, setidaknya Jokowi telah mendengarkan aspirasi publik atas mahalnya biaya tes PCR. Namun, ia meminta pengawasan terhadap kepatuhan pemberi layanan PCR diperketat seiring penurunan harga tersebut.
Kualitas PCR tak boleh turun
Meski pemerintah mewacanakan harga tes PCR turun, Lia menegaskan, wacana itu tidak boleh diikuti dengan penurunan kualitas tes PCR.
Ia menegaskan, mutu atau keakuratan hasil tes serta keamanan harus tetap diperhatikan dalam setiap pelaksanaan tes.
Hal senada disampaikan oleh Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio.
"Apapun yang disepakati harganya harusnya tidak mempengaruhi kualitas tes. Jadi semua laboratorium nantinya sudah menyanggupi pemeriksaan itu, artinya sudah berkomitmen untuk memberikan pelayanan sesuai prosedur," kata Eijkman saat dihubungi Kompas.com, Selasa.
Amin mengatakan, pemerintah tentu harus memperhitungkan beberapa komponen sebelum menurunkan harga tes PCR, seperti harga reagen, jasa layanan di laboratorium, dan profit.
Ia juga berpendapat, penurunan harga tes PCR juga bisa didukung dengan subsidi yang diberikan pemerintah.
Selain itu, menurutnya, pemerintah dapat memangkas rantai distribusi alat tes Covid-19 yang selama ini berkontribusi membuat harga tes menjadi mahal.
"Setiap kali perpindahan barang kan ada pajak pertambahan nilai, ada pajak penghasilan dan sebagainya. Itu yang harus disederhanakan, jadi betul-betul harga yang dikeluarkan laboratorium itu harga reagennya," ujarnya.
Terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah tak berencana untuk memberikan subsidi guna mendukung penurunan harga tes PCR.
"Pemerintah tidak merencanakan ada subsidi karena memang kalau kita lihat harganya, apalagi sudah diturunkan itu sudah cukup murah," ucap Budi dalam konferensi pers secara virtual melalui kanal YouTube Perekonomian RI, Selasa.
Ia menambahkan, jika rencana penurunan harga ini telah direalisasikan, biaya tes PCR di Indonesia sudah termasuk yang termurah dibandingkan negara-negara lain.
"Kalau misalkan diturunkan ke Rp 300.000 itu mungkin masuk 10 persen kuartal yang paling murah dibandingkan harga PCR di airport-airport dunia," ujarnya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/10/27/07041691/rencana-penurunan-harga-tes-pcr-jadi-rp-300000-dan-desakan-agar-pemerintah