JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati menegaskan pentingnya peningkatan ekonomi digital dan inklusi keuangan bagi perempuan.
Menurut Bintang, kedua hal itu sangat penting untuk mendukung pemulihan ekonomi negara-negara ASEAN pasca-pandemi Covid-19.
"Saat ini, pemanfaatan ekonomi digital dan inklusi keuangan menjadi tren global untuk mencapai tujuan pembangunan, baik di negara maju maupun berkembang," kata Bintang, dalam pertemuan tingkat menteri negara-negara ASEAN (AMMW) ke-4 yang dilaksanakan secara hybrid berpusat di Jakarta, dikutip dari siaran pers, Senin (18/10/2021).
Bintang mengatakan, di tengah upaya bangkit dari pandemi Covid-19, banyak hambatan yang menjadi pelajaran. Terutama dalam hal kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, serta penghapusan kekerasan.
Hal itu pula, yang mendasari Pemerintah Indonesia menetapkan ekonomi digital dan inklusi keuangan sebagai tema AMMW ke-4 tahun ini. Indonesia menjadi tuan rumah pelaksanaan pertemuan AMMW ke-4 tersebut.
"Saya percaya pertukaran informasi dan perkembangan progresif terkait tema ini akan mendukung upaya pemulihan ekonomi di wilayah ASEAN pasca-Covid-19,” kata dia.
Menurut Bintang, untuk memanfaatkan ekonomi digital, perempuan perlu memaksimalkan peluangnya dalam meningkatkan pemanfaatan teknologi dan aplikasi digital.
Hal tersebut, kata dia, berpotensi meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan daya saing perempuan.
"Namun faktanya partisipasi perempuan dalam ekonomi digital tergolong masih rendah karena kurangnya keterampilan dan literasi digital yang mereka miliki," ujar Bintang.
Bintang mengatakan, rendahnya partisipasi perempuan dalam ekonomi digital disebabkan adanya bias gender, kurangnya motivasi anak perempuan untuk mengambil pendidikan di bidang STEM (sains, teknologi, teknik, dan matematika), serta kurangnya minat.
Selain itu, ada norma tradisional yang membuat perempuan memiliki waktu lebih sedikit untuk meningkatkan keterampilan, belajar dan mengadopsi teknologi baru juga menjadi salah satu kendala.
"Oleh karenanya, sangat penting meningkatkan kapasitas perempuan dan menanamkan ekonomi sosial atau care economy dalam membantu perempuan keluar dari norma tradisional tersebut,” kata dia.
Adanya keterbatasan bagi perempuan dalam mengakses teknologi digital juga menjadi hambatan lainnya, antara lain karena rendahnya pendapatan perempuan dibanding laki-laki, memperkecil peluang mereka untuk dapat membeli smartphone dan membayar tagihan internet.
Sementara dalam hal inklusi keuangan, diketahui rata-rata indeks inklusi keuangan perempuan di negara-negara ASEAN, 51 persen lebih kecil dibandingkan indeks inklusi keuangan perempuan dunia yaitu 64,8 persen.
Hal tersebut merupakan laporan dari Survei Global Findex, The World Bank Group pada tahun 2017.
"Ini menunjukan, hanya 51 persen perempuan dewasa ASEAN yang memiliki akses ke produk dan layanan keuangan. Hampir setengahnya tidak termasuk dalam infrastruktur keuangan formal,” kata dia.
Oleh karena itu, untuk menangani berbagai persoalan ini, Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas dan penciptaan lapangan kerja bagi perempuan.
https://nasional.kompas.com/read/2021/10/18/12040971/menteri-pppa-tegaskan-pentingnya-peningkatan-ekonomi-digital-dan-inklusi