Wakil Koordinator Kontras Rivanlee Anandar menyatakan perbuatan personel yang membanting mahasiswa tersebut telah memenuhi unsur pelanggaran etik termasuk pidana.
"Itu pelanggaran etik juga pidana. Jadi tindak tegasnya harus mengedepankan pelanggaran pidana oleh kepolisan," ujar Rivanlee kepada Kompas.com, Rabu.
Rivanlee menilai, tindakan yang dilakukan kepolisian tersebut sangat membahayakan nyawa seseorang.
Selain perbuatan pembantingan, pihaknya juga menyoroti tindakan represif sejumlah anggota kepolisian yang mengamankan massa aksi. Menurutnya, personel tersebut juga sudah sepatutnya dievaluasi.
"Jadi secara menyeluruh, bukan parsial," kata Rivanlee.
Menurutnya, kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian terhadap massa akis terus berulang.
Seharusnya, kata dia, hal ini menjadi perhatian Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
"Memang sudah harus jadi perhatian Kapolri, bukan hanya Kapolres," tegas dia.
Ia menambahkan, kepolisian harus menjamin mekanisme pemulihan yang dialami mahasiswa sebagai korban tindak kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian.
Menurutnya, kasus ini tidak bisa disederhanakan bahwa korban dalam kondisi baik-baik saja.
"Tdak bisa menyederhanakan dengan bilang bahwa korban baik-baik saja," imbuh dia.
Diberitakan, seorang pedemo dibanting polisi di Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, saat unjuk rasa peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-389 Kabupaten Tangerang, Rabu.
Sebelum dibanting, pedemo itu juga sempat dipiting oleh polisi yang membantingnya. Dia juga sempat ditendang oleh anggota polisi lain.
Kapolres Kota Tangerang Kombes Pol Wahyu Sri Bintoro mengklaim, meski telah dipiting, dibanting, dan ditendang, korban dalam keadaan sehat.
"Kondisinya masih sehat," ucapnya pada awak media, Rabu.
"Yang bersangkutan (peserta aksi yang dibanting) akan kita bawa ke RS untuk dilakukan pemeriksaan medis," sambung dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/10/13/18451311/polri-didesak-periksa-polisi-yang-banting-pedemo-hingga-kejang