JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pakar menilai surveilans genomik atau genomic surveillance di Indonesia masih lemah.
Surveilans genomik merupakan upaya pelacakan dan pemantauan genom virus corona untuk mencegah meluasnya penyebaran virus.
Pelacakan tersebut akan menjadi penentu intervensi kesehatan yang perlu dilakukan.
Surveilans genomik juga dapat mengetahui dan mempelajari mutasi varian baru, apakah lebih mudah menular atau dapat meningkatkan keparahan penyakit.
"Tetapi beberapa pakar memberikan catatan terkait dengan genomic surveillance kita masih lemah ya," kata Ketua Pelaksana Harian Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Mahesa Paranadipa, dalam diskusi daring, Selasa (12/10/2021).
Mahesa menjelaskan, jika seseorang yang sudah divaksinasi tetapi masih terinfeksi Covid-19, maka harus dilakukan whole genome sequencing untuk memeriksa varian apa yang menjangkitinya.
Whole genome sequencing atau urutan genom utuh adalah teknik yang digunakan dalam proses pengurutan sekuens DNA menjadi satu gambaran genome utuh.
Selain itu, lanjut Mahesa, beberapa pakar juga menyebut pemeriksaan atau testing Covid-19 Indonesia masih belum sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Beberapa pakar masih memberikan catatan terkait dengan kapasitas 3T kita ya terkait dengan tracing, testing dan treatment. Terutama testing dan tracing kita yang masih memang belum mencapai standar WHO," ungkapnya.
Menurut Mahendra, jumlah testing Covid-19 di Indonesia harus menjadi catatan, khususnya bagi daerah yang sudah bisa melakukan pemeriksaan secara mandiri.
Ia pun berharap setiap daerah terutama yang sudah bisa melakukan pemeriksaan Covid-19 secara mandiri bisa mengejar ketertinggalan.
"Daerah yang sudah mampu melakukan pemeriksaan secara mandiri ini diharapkan memang sesuai dengan standar WHO," ucap dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/10/13/11541081/pb-idi-beberapa-pakar-nilai-surveilans-genomik-di-indonesia-masih-lemah