JAKARTA, KOMPAS.com - Tinggal selangkah lagi pemberian amnesti untuk dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Saiful Mahdi.
Setelah Presiden Joko Widodo menyetujui permohonan amnesti, kini prosesnya bergantung pada DPR.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, Presiden Jokowi telah mengirimkan surat ke DPR pada 29 September 2021.
Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pertimbangan DPR diperlukan Presiden dalam memberikan amnesti.
Saiful Mahdi dilaporkan ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik.
Kasusnya berawal dari kritik Saiful atas proses penerimaan CPNS untuk posisi dosen di Fakultas Teknik, pada Maret 2019, melalui grup WhatsApp.
"Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup?"
Saiful mengkritik berkas peserta yang diduga tak sesuai syarat, tetapi tetap diloloskan oleh pihak kampus.
Akibatnya, ia diperkarakan menggunakan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Saiful diduga mencemarkan nama baik Dekan Fakultas Teknik Unsyiah.
Kemudian, Pengadilan Negeri Banda Aceh menjatuhkan vonis tiga bulan penjara dan denda Rp 100 juta pada 21 April 2020.
Saiful mengajukan banding atas putusan itu, kendati demikian Pengadilan Tinggi menolak.
Setelah itu, ia mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada 29 Juni 2021 menolak permohonan Saiful.
Dikutip dari pemberitaan Rabu (6/10/2021), kuasa hukum Saiful sekaligus Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Syahrul Putra Mutia, mendesak DPR segera menetapkan pertimbangan atas pemberian amnesti.
Syahrul mengatakan, pertimbangan harus cepat diberikan karena DPR akan memasuki masa reses pada Jumat (8/10/2021).
Syahrul khawatir DPR tak bisa merespons soal pemberian amnesti dengan cepat karena padatnya agenda pada akhir tahun.
Oleh sebab itu, ia berharap pertimbangan soal amnesti dapat ditetapkan dalam Rapat Paripurna, Kamis (7/10/2021).
"Jika ini tidak dilakukan segera, apalagi ini akhir tahun, DPR akan punya agenda-agenda lain untuk disusun dan dilaksanakan tentunya, Doktor Saiful Mahdi akan kesulitan mendapatkan amnesti," ujar Syahrul dalam konferensi pers, Rabu.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, menilai, DPR harus bertindak cepat dalam mempertimbangkan amnesti.
Zainal mencontohkan ketika DPR merespons dengan cepat pertimbangan amnesti terhadap Baiq Nuril yang juga dijerat UU ITE.
Pemberian amnesti terhadap Nuril disetujui pada Juli 2019.
"Dalam kasus Baiq Nuril itu cukup cepat. Seingat saya, hari yang sama dilakukan rapat di Komisi Hukum, malamnya ke Badan Musyawarah (Bamus), besoknya sudah pleno. Artinya kalau diperlakukan dengan cara yang relatif sama, proses itu sebenarnya bisa cepat diambil," kata Zainal.
Zainal berpandangan, seharusnya proses di DPR berjalan cepat. Sebab, kasus Saiful Mahdi telah mengundang polemik dan terdapat beberapa kejanggalan.
Menurut dia, kasus Saiful tidak melalui proses pidana yang wajar, bahkan bukan hal yang patut diberikan sanksi.
"Dia menyampaikan sesuatu, itu pendapat. Bahkan pendapat itu ada titik kebenarannya. Karena memang ada serangkaian keanehan. Kemudian diikuti dengan keanehan lain, mereka melaporkan itu, berujung pada proses pidana," ucapnya.
Dikutip dari Kompas.id, Komisi III mengaku belum mendapatkan surat tugas dari pimpinan DPR terkait pemberian pertimbangan amnesti.
Ketua Komisi III Herman Hery mengatakan telah mengecek ke sekretariat dan belum ada surat tugas dari pimpinan DPR.
"Jadi pada prinsipnya Komisi III menunggu saja arahan dari pimpinan DPR dan siap menindaklanjuti jika memang ditugaskan karena hal ini menjadi perhatian masyarakat," ujar Herman.
https://nasional.kompas.com/read/2021/10/07/05150051/tinggal-selangkah-lagi-amnesti-untuk-saiful-mahdi