JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengkritik lambatnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) di DPR.
Lucius berpendapat, DPR bermain-main dengan waktu karena berencana melakukan kunjungan kerja terkait RUU PKS ketika publik sangat berharap agar RUU itu segera disahkan.
"Dalam kelambanan itu DPR justru tega bermain-main dengan waktu melalui kunker yang hampir pasti tak ada manfaatnya," kata Lucius saat dihubungi, Selasa (5/10/2021).
Lucius membandingkan proses pembahasan RUU lain di DPR yang berlangsung cepat, antara lain RUU Cipta Kerja, RUU Mineral dan Batubara, serta RUU Otonomi Khusus Papua.
"Nasib agak berbeda justru terjadi pada RUU PKS yang sudah sejak awal tahun diserahkan ke Baleg dan sebelumnya sudah dibahas Komisi VIII. Dalam waktu nan panjang, RUU ini tak kunjung tuntas dibahas padahal tak kurang tuntutan dan harapan publik terhadap RUU itu," kata Lucius.
Ia pun menilai alasan DPR melakukan kunjungan kerja agar RUU PKS tidak dikeluhkan publik tidak relevan.
Menurut dia, keluhan publik selama ini yakni proses pembahasan yang tidak partisipatif, bukan studi banding atau tidak.
"Mungkin pimpinan ini pura-pura lupa atau memang tak tahu dengan apa yang dikomplain publik terhadap UU yang dihasilkan DPR, yang dikomplain itu adalah proses pembahasan yang tidak partisipatif, tidak melibatkan publik," kata Lucius
Oleh sebab itu, ia mendorong DPR agar membuka partisipasi publik dalam pembahasan RUU ini.
"Partisipasi publik itu mesti dilakukan dengan membuka ruang komunikasi antara DPR dan publik, bukan dengan memunggungi publik dengan studi banding," ujar Lucius.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus menjelaskan, DPR berencana menggelar kunjungan kerja ke Brasil dan Ekuador agar penyusunan RUU PKS tidak mendapatkan keluhan.
Ia mengatakan, RUU PKS merupakan salah satu rancangan yang sensitif, sehingga DPR merasa perlu memperoleh informasi sebanyak-banyaknya melalui kunjungan kerja.
"Pada gilirannya kita tidak ingin setelah undang-undang jadi ternyata dikomplain orang, menjadi masalah karena kita tidak melakukan suatu studi banding, tidak melakukan (menerima) masukan," kata Lodewijk, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (4/10/2021).
Berdasarkan surat nomor LG/13489/DPR RI/IX/2021 perihal Permintaan Nama Anggota Baleg ke Luar Negeri, kunker direncanakan pada 31 Oktober hingga 22 November 2021. Surat tersebut ditujukan kepada Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Baleg DPR RI.
https://nasional.kompas.com/read/2021/10/05/16011881/dpr-akan-kunker-soal-ruu-pks-formappi-nilai-dewan-bermain-main-dengan-waktu