Mereka dipecat setelah dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai bagian dari alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Dari 57 orang itu, ada sejumlah nama pegawai yang memiliki posisi strategis dan kinerjanya diakui dalam pemberantasan korupsi.
Sebut saja mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan hingga Kasatgas Penyelidikan KPK yang juga "raja operasi tangkap tangan" (OTT) Harun Al Rasyid.
Keduanya sudah tidak diragukan lagi kemampuannya dalam membongkar perkara korupsi besar di Tanah Air.
Novel pernah menangani kasus korupsi ekspor benih lobster yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo hingga proyek E-KTP yang menjerat eks Ketua DPR, Setya Novanto.
Sementara itu, Harun Al Rasyid pernah diberi penghargaan oleh Ketua KPK Firli Bahuri pada tahun 2018 karena paling rajin melakukan OTT di KPK.
Selain Novel, ada enam Kasatgas Penyidik lain yang juga dipecat. Mereka adalah Ambarita Damanik, Afief Yulian Miftach, Budi Agung Nugroho, Andre Dedy Nainggolan, dan Rizka Anungnata.
Adapun untuk Kasatgas Penyelidik, selain Harun, ada nama Iguh Sipurba.
Ada juga sejumlah nama penyidik-penyelidik KPK yang masuk ke dalam daftar 57 orang yang dipecat KPK.
Untuk posisi penyidik ada nama Herbert Nababan, M Praswad Nugraha, March Falentino, Yudi Purnomo, Ronald Paul Sinyal, dan Lakso Anindito.
Kemudian, untuk posisi penyelidik, ada nama Agtaria Adriana, Aulia Postiera, Marina Febriana dan Rieswin Rachwell.
Tidak hanya penyidik dan penyelidik serta kasatgas, ada pula sejumlah nama yang sebelumnya menduduki jabatan strategis di KPK, misalnya, Deputi Bidang Koordinasi Supervisi Herry Muryanto, Direktur Sosialiasi dan Kampanye Antikorupsi Giri Suprapdiono, Kepala Bagian Umum Arba'a Achmadin Yudho Sulistyo dan Airien Marttanti Koesniar.
Kemudian, Plt Kepala Bidang Pengelolaan Kinerja dan Risiko Nurul Huda Suparman, Kepala Bagian Hukum Rasamala Aritonang, Kepala Bagian SDM Nanang Priyono, Kasatgas Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi Waldy Gagantika dan Kasatgas Diklat Hotman Tambunan.
Selain nama-nama itu, sejumlah pegawai di direktorat yang ada di KPK, seperti pengaduan masyarakat hingga petugas pengamanan pun ikut dipecat sebagai imbas TWK.
Indonesia Memanggil 57 Institute
Pegawai KPK yang dipecat itu pun mendeklarasikan Indonesia Memanggil 57 (IM57+) Institute pada hari yang sama dengan pemecatan mereka.
Organisasi ini menjadi wadah bagi 57 pegawai untuk berkontribusi dalam pemberantasan korupsi melalui kerja-kerja pengawalan, kajian, strategi, dan pendidikan antikorupsi, setelah tak lagi bekerja di KPK.
“Institute tersebut diharapkan menjadi wadah bagi para pegawai yang diberhentikan secara melawan hukum oleh KPK melalui proses TWK yang melanggar HAM dan maladministratif dalam penyelenggaraannya,” ujar M Praswad Nugraha, Koordinator Pelaksana IM57+ Institute, di Gedung ACLC KPK, Kamis (30/9/2021).
Praswad mengatakan, 57 orang yang dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam TWK telah membuktikan kontribusi dalam pemberantasan korupsi secara nyata.
“Untuk itu, kontribusi tersebut tidak dapat berhenti hari ini dan IM 57 Institute menjadi rumah untuk terus mengonsolidasikan kontribusi dan gerakan tersebut demi tercapainya cita-cita Indonesia yang antikorupsi,” ucap dia.
M57+ Institute memiliki Executive Board yang terdiri dari Hery Muryanto, Sujanarko, Novel Baswedan, Giri Suprapdiono serta Chandra SR.
Selain itu, terdapat Investigation Board yang terdiri dari para penyidik dan penyelidik senior.
Kemudian, Law and Strategic Research Board beranggotakan ahli hukum dan peneliti senior, serta Education and Training Board terdiri atas jajaran ahli pendidikan dan training antikorupsi.
https://nasional.kompas.com/read/2021/10/01/15213871/kpk-kini-kehilangan-kasatgas-penyidikan-kasatgas-penyelidikan-hingga-pegawai