Berkaca dari pengalaman pada Pemilihan Umum 2019 lalu, Tito khawatir panjangnya masa kampanye dapat menimbulkan polarisasi di tengah-tengah masyarakat.
"Kita belajar dari kemarin tahun 2019 pengalaman saya sebagai Kapolri, jujur saja, kasihan melihat bangsa terpolarisasi sedemikian lama tujuh bulan," kata Tito dalam rapat dengan Komisi II DPR, Kamis (16/9/2021).
Tito ingin agar masa kampanye berlangsung lebih pendek untuk mencegah terjadinya polarisasi di tengah masyarakat.
Ia mengatakan, polarisasi atas nama demokrasi sesungguhnya merupakan hal yang wajar. Namun ia mengingatkan potensi adanya konflik akibat adanya polarisasi.
"Polarisasi atas nama demokrasi fine, tapi faktanya juga polarisasi itu akan bisa mengakibatkan terjadinya perpecahan bahkan terjadinya konflik dan kekerasan yang kita alami," ujar dia.
Tito pun berpandangan, alasan KPU mengusulkan masa kampanye selama tujuh bulan tidak sebanding dengan dampak yang dapat muncul akibat lamanya masa kampanye.
"Untuk menangani masalah logistiknya perlu dibuat regulasi khusus pengadaan barang dan jasa dengan pendampingan LKPP supaya proses logistiknya cepat," kata Tito.
Sebelumnya, KPU mengusulkan agar masa kampanye Pemilihan Umum 2024 mendatang dapat berlangsung selama tujuh bulan untuk menyesuaikan dengan waktu persiapan distribusi logistik ke tempat-tempat pemungutan suara (TPS).
"Usulan KPU kita menambah durasi kampanye dengan menyamakan durasi kampanye pada pelaksanaan tahapan Pemilu 2019 yaitu selama 209 hari atau sekitar 7 bukan untuk menghindari potensi tidak tepatnya logistik datang ke TPS," kata Ketua KPU Ilham Saputra dalam rapat dengan Komisi II DPR, Kamis.
Usulan KPU ini berbeda hasil rapat konsinyasi antara KPU, Komisi II DPR, dan pihak terkait yang menyepakati masa kampanye berlangsung selama 120 hari atau 4 bulan.
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/16/13445071/kpu-usul-kampanye-pemilu-2024-selama-7-bulan-mendagri-khawatirkan-polarisasi