Salin Artikel

Menambahkan Empati pada Demokrasi

HARI demokrasi internasional dirayakan setiap 15 September. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengundang seluruh negara untuk memperingatinya agar prinsip-prinsip demokrasi semakin dihidupi masyarakat dunia.

Agar perayaan tersebut bermakna, penting untuk menjawab pertanyaan ini: Benarkah demokrasi membawa dampak positif pada kehidupan rakyat sebuah negara?

Nilai apa yang perlu dikembangkan dalam demokrasi agar ideologi yang dianggap terbaik ini membawa kebaikan untuk rakyat?

Demokrasi yang tidak sempurna

Sebagian besar ahli politik menganggap demokrasi sebagai sistem pemerintahan superior dibanding sistem pemerintahan lainnya.

Ia dianggap membawa hal positif: perdamaian, perkembangan ekonomi, korupsi yang tereduksi, stabilitas politik. Singkatnya, membuat masyarakat menjadi lebih bahagia (Carbone 2009).

Anggapan tersebut semakin kuat seiring gelombang demokratisasi yang melanda dunia sejak 1989 (Huntington 1991). Saat ini tidak ada ideologi alternatif yang secara empirik berhasil menjadi penentangnya.

Dalam buku Rethinking the Value of Democracy, Renske Doorenspleet menguji asumsi banyak ahli tentang superioritas demokrasi.

Caranya, dengan membandingkan praktik demokrasi di banyak negara. Ia ingin melihat kualitas dan dampak demokrasi.

Ternyata, praktik demokrasi tidak selalu membawa dampak positif dalam perdamaian, pembangunan ekonomi dan pemberantasan korupsi.

Konflik di sebuah negara memang berpotensi hilang seiring dengan demokratisasi. Persoalannya, demokrasi membutuhkan proses untuk berkembang.

Ketika prosesnya tidak membawa perubahaan politik signifikan, konflik akan semakin besar dan sulit reda.

Sebab, dalam demokrasi, semua orang yang terlibat konflik merasa setara, paling benar dan tahu yang terbaik untuk dirinya.

Demokrasi juga tidak otomatis meningkatkan ekonomi sebuah negara. Menurut Doorenspleet, studi empiris yang dilakukan sejak 1990 membuktikan bahwa tidak ada hubungan langsung demokrasi dengan kemajuan ekonomi.

Faktor yang membuat peningkatan ekonomi sebuah negara terletak pada kualitas institusi dan tata kelola pemerintahan yang baik.

Kedua hal ini tidak selalu ada pada negara demokrasi dan bisa ada dalam negara yang tidak demokratis. Singapura dan Cina adalah dua contoh negara tidak demokratis yang ekonominya maju.

Jika dampak positif demokrasi dalam menghadirkan perdamaian dan peningkatan ekonomi belum teruji, tidak demikian dengan pemberantasan korupsi.

Menurut, Doorenspleet, demokrasi berkorelasi positif dengan pemberantasan korupsi. Semakin demokratis sebuah negara, semakin berkurang tingkat korupsinya.

Namun demikian, itu tidak terjadi pada negara yang masih dalam transisi dari rezim otoriter ke demokrasi. Di negara seperti ini, korupsi bisa bertambah luas karena desentralisasi.

Wajah demokrasi di tengah pandemi

Pandemi Covid-19 menyadarkan manusia kalau hidup tidak bisa sepenuhnya dikendalikan oleh institusi modern mana pun, termasuk negara demokrasi. The big other (meminjam istilah Zizek) atau lembaga negara yang mengatur kehidupan bersama tidak berdaya menghadapi pandemi Covid-19.

Pandemi Covid-19 bahkan memperlihatkan rezim yang tidak demokratis seperti Cina lebih efektif menangani pandemi Covid-19 dibandingkan pemerintahan demokratis.

Ketika Cina melakukan lockdown terhadap 50 juta orang di Provinsi Wuhan, penularan Covid-19 berkurang. Pandemi pun bisa teratasi.

Hal tersebut tidak terjadi di Amerika. Sebagian masyarakatnya, atas nama kebebasan, menolak pembatasan yang diterapkan pemerintah.

Pandemi Covid 19 juga menyingkapkan kenyataan bahwa demokratis acapkali menghianati kepercayaan rakyat. Korupsi dana bansos yang dilakukan mantan Menteri Sosial sulit diterima nalar dan nurani.

Peristiwa tersebut menjelaskan mengapa Corrupton Perception Index (CPI) 2020 menempatkan Indonesia di posisi 102 dari 180 negara.

Dalam 10 tahun terakhir, CPI Indonesia hanya naik 5 poin. Jadi, walau pun demokratisasi sudah berlangsung sejak 1998, korupsi belum tereduksi.

Pandemi juga membuka selubung ketidakadilan ekonomi. Salah satu kesulitan pemerintah dalam memutus rantai penularan covid 19 adalah ketidakpatuhan masyarakat terhadap kebijakan PPKM.

Ketidakpatuhan tersebut bisa dipahami karena ada lebih dari 78 juta pekerja di sektor informal yang harus keluar mencari uang. Mereka tidak mungkin tinggal di rumah dalam jangka waktu lama tanpa bantuan dari pemerintah.

Solidaritas dalam demokrasi

Krisis karena pandemi Covid-19 bukan hanya mengoreksi asumsi tentang superioritas demokrasi tetapi juga memperlengkapi demokrasi dengan nilai solidaritas dan empati.

Briggs dkk (2020) meneliti cara pandang masyarakat Inggris di tengah krisis karena Covid-19. Hasil penelitian mereka menjelaskan kalau individualisme, kebebasan dan kapitalisme -yang menjadi prinsip demokrasi- mengalami dekonstruksi dalam diri responden yang diteliti ketika mereka melakukan pembatasan jarak sosial.

Berbarengan dengan itu, mereka menemukan kembali nilai berharga yang kurang diperhatikan mereka: solidaritas, kesederhanaan, empati antar sesama manusia.

Rasanya, solidaritas dan empati kepada yang lain adalah hal yang diabaikan dalam demokrasi Barat yang individualis.

Praktik demokrasi nir-solidaritas dan empati ini yang menyebabkan demokrasi belum berhasil menciptakan perdamaian, keadilan, dan mereduksi korupsi.

Jika kita percaya demokrasi adalah nilai yang layak diperjuangkan dan dihidupi, demokrasi perlu dilengkapi dengan dua nilai ini.

Andaikata keduanya dihidupi, betapa pun demokrasi tidak sempurna, ia dapat menghadirkan kebahagiaan bagi rakyat. Paling sedikit, pejabatnya tidak akan menjadi maling uang rakyat.

https://nasional.kompas.com/read/2021/09/15/21515941/menambahkan-empati-pada-demokrasi

Terkini Lainnya

Nasdem Akui Koalisi Perubahan Kini Terkesan Tidak Solid, Mengapa?

Nasdem Akui Koalisi Perubahan Kini Terkesan Tidak Solid, Mengapa?

Nasional
Nasdem: MK Muara Terakhir Sengketa Pilpres, Semua Pihak Harus Ikhlas

Nasdem: MK Muara Terakhir Sengketa Pilpres, Semua Pihak Harus Ikhlas

Nasional
Anies dan Muhaimin Berencana Hadiri Putusan Sengketa Pilpres di MK

Anies dan Muhaimin Berencana Hadiri Putusan Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Anies Minta Massa yang Unjuk Rasa di MK Tertib dan Damai

Anies Minta Massa yang Unjuk Rasa di MK Tertib dan Damai

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang Meluas, Kini 10 Desa Terdampak

Dampak Erupsi Gunung Ruang Meluas, Kini 10 Desa Terdampak

Nasional
Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

Nasional
Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Nasional
Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Nasional
Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Nasional
PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

Nasional
Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Nasional
Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Nasional
Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke