JAKARTA, KOMPAS.com - Pasal mengenai tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) diuji ke Mahkamah Konstitusi.
Pemohon uji materi atau judicial review yakni Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Indonesia (Partindo), Ahmad Ridha Sabana dan Abdullah Mansuri.
Pemohon berpandangan MPR perlu memiliki tugas lain, yakni menyusun dan menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam pembangunan nasional di segala bidang, termasuk ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.
"Potensial dapat dipastikan terjadi kerugian oleh berlakunya Pasal 5 UU 17/2014 mengingat tidak adanya blueprint tentang pembangunan nasional dalam segala bidang yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan," kata kuasa hukum pemohon, Desmihardi, dalam sidang yang disiarkan secara daring, Senin (13/9/2021).
Pasal 5 UU MD3 mengatur soal tugas MPR, yakni memasyarakatkan Ketetapan MPR, Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
Kemudian, mengkaji sistem ketatanegaraan dan menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan UUD 1945.
Pemohon mengatakan, saat ini pembangunan nasional mengacu pada Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 yang menghasilkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
Mereka menilai, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang dalam hal pembentukannya tidak representatif karena dibuat oleh presiden.
Oleh karena itu, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 5 UU MD3 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat apabila tidak ditambahkan poin e yang berbunyi, "menyusun dan menetapkan PPHN yang menjadi pedoman pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional."
Adapun Badan Pengkajian MPR tengah mengkaji kewenangan penetapan PPHN melalui amendemen UUD 1945.
Ketua Fraksi Partai Demokrat di MPR, Benny K Harman mengatakan, hampir seluruh fraksi setuju dengan adanya PPHN. Kendati demikian, pembahasan soal haluan negara belum menemukan kesepakatan terkait bentuk atau dasar hukum.
Benny menjelaskan, ada pihak yang menginginkan PPHN dimasukkan dalam Ketetapan (TAP) MPR dan diatur dalam konstitusi. Namun, ada sebagian pihak yang berpandangan, PPHN cukup diatur melalui undang-undang.
Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, amendemen UUD 1945 diperlukan untuk memberikan kewenangan bagi MPR dalam penetapan PPHN.
Menurut Bambang, PPHN dibutuhkan sebagai pedoman atau arah penyelenggaraan negara. Dengan begitu, Bangsa Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden.
Bambang menuturkan, amendemen konstitusi dilakukan secara terbatas dengan penambahan dua ayat atau ketentuan.
Penambahan ketentuan itu terkait kewenangan MPR untuk mengubah dan menetapkan haluan negara, yakni dengan menambah satu ayat pada Pasal 3 UUD 1945.
Kemudian, penambahan ayat pada Pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan presiden apabila tidak sesuai dengan haluan negara.
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/14/14363201/uu-md3-diuji-ke-mk-pemohon-nilai-mpr-perlu-miliki-kewenangan-tetapkan-haluan