Nine/Eleven was a day of unprecedented shock and suffering in the history of the United States.
Setidaknya ada dua peristiwa luar biasa dalam perjalanan sejarah Amerika yang membuat bangsa Amerika terkejut, shock dan "marah besar".
Dua peristiwa yang sama sekali tidak pernah diantisipasi dan tidak pernah pula dibayangkan akan terjadi. Dua peristiwa yang unbelievable, sangat sulit dipercaya oleh akal sehat dan logika akan tetapi faktanya tetap terjadi.
Selain peristiwa 11 September 2001, peristiwa lain yang menjadi catatan hitam sejarah AS adalah penyerangan divisi udara Angkatan Laut Jepang ke Pearl Harbor.
Kedua peristiwa itu mengandung persamaan, Amerika Serikat dikejutkan oleh serangan musuh atau surprise attack. Apabila pada peristiwa Pearl Harbor, AS diserang musuh dari luar negeri, maka 9/11 adalah serangan kejutan dari dalam negeri.
Apabila Pearl Harbor musuh yang menyerang itu adalah negara lain, dalam hal ini Kerajaan Jepang, maka pada 9/11 musuh yang menyerang adalah bukan negara, akan tetapi "kelompok teroris".
Laporan Komisi 9/11 menyebut dua catatan penting atas peristiwa tanggal 11 September 2001.
Pertama, AS dipandang tidak siap dalam menghadapi serangan teroris. Berikutnya adalah tentang bagaimana cara untuk mencegah peristiwa tersebut tidak terulang kembali.
Untuk diketahui bahwa ketidaksiapan AS menghadapi serangan yang datang dari dalam negerinya sendiri sangat masuk akal. Dalam hal ini, serangan 9/11 terjadi sekitar 10 tahun sejak Perang Dingin berlalu.
Perang Dingin menjadi sebuah rentang waktu, sekitar 40 tahun, saat Amerika Serikat selalu berada dalam situasi dan kondisi "siaga satu". Saat itu, Angkatan Perang AS selalu berada dalam kondisi 24 jam combat ready.
Sudah sejak 1991 ketika Uni Soviet bubar yang diikuti berakhirnya Perang Dingin, Angkatan Perang Amerika Serikat sudah tidak berada dalam siaga satu atau siap tempur 24 jam.
Peristiwa 9/11 kiranya akan menjadi cerita yang sangat berbeda bila dilakukan pada era Perang Dingin, saat AS dalam status 24 hours combat readiness.
Sekali lagi, sang arsitek pelaku 9/11 agaknya sudah memperhitungkan dengan matang sebuah "operasi udara" yang memerlukan kemampuan terbang rendah dan terbang visual dalam melaksanakan misinya.
Sejatinya, tanpa cuaca yang bagus dengan visibility atau jarak pandang yang cukup akan sulit sekali mengemudikan pesawat terbang untuk membidik sasaran tertentu yang hendak dijadikan target.
Khusus tentang "ketidaksiapan" sistem pertahanan udara AS cukup banyak mengundang pertanyaan pula dari berbagai pihak.
Walaupun, akan sangat dapat dimaklumi surprise attack yang dilakukan beberapa pesawat terbang sipil komersial yang hanya dalam hitungan menit adalah sebuah kesulitan besar untuk meresponsnya.
Sekedar untuk diketahui saja bahwa siaga satu atau tidak siaga satu, maka sistem pertahanan udara sebuah negara besar seperti Amerika pasti tetap akan menyiapkan satu atau dua flight on duty , pesawat terbang tempur yang piket siaga 24 jam.
Washington dan New York adalah kawasan yang berada dalam pengawasan NEADS (North East Air Defence Sector) Sektor pertahanan udara North East yang ketika Perang Dingin merupakan bagian dari NORAD (North American Aerospace Defense Command).
Pada 11 September 2001, dalam laporan Komisi 9/11 yang diberikan akses luas untuk melakukan investigasi, diungkap bahwa sektor pertahanan udara NEADS sempat merespons penerbangan maut itu.
NEADS bahkan sempat menerbangkan satu flight (terdiri dari 2 pesawat) all-weather tactical fighter F-15 dari Otis Air Force Base yang berjarak 153 mil dari New York City.
Flight F-15 itu bergerak cepat setelah menerima laporan penerbangan yang mencurigakan tepat pada pukul 08.46 waktu setempat. Gerak cepat itu, ternyata kemudian menjadi sangat terlambat, karena pada waktu yang sama, pada 08.46, pesawat American Airline Flight 11 rute Boston ke Los Angeles telah menabrak North Tower, salah satu menara kembar ITC.
Dalam laporan tersebut sempat tercatat adanya keraguan dari operator siaga NEADS ketika menerima laporan dari FAA tentang kecurigaan dari manuver penerbangan maut itu.
Operator Siaga NEADS bahkan sempat bertanya apakah ini "latihan" atau "betulan" yang langsung dijawab, No, this is not an exercise, not a test!
Jadi sebenarnya, sekali lagi, Amerika Serikat memang tidak siap, yang disebut dalam laporan itu sebagai was unprepared. Maka terjadilah Tragedi 9/11 yang menelan ribuan korban nyawa dari mereka yang tidak tahu apa apa.
Dalam pakem dari buku basic theories tentang national security atau keamanan nasional pada BAB 1, pelajaran pertama dan mendasar tentang kewaspadaan nasional berbunyi: A nation that defended itself only against expected enemies would be destroyed by the enemy who was unexpected.
Itulah semua yang terjadi pada Tragedi 9/11, di pagi yang cerah tanggal 11 Sptember 2001.
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/13/18413681/dua-pesawat-tempur-f-15-mengudara-saat-tragedi-9-11-tetapi-as-tidak-siap