Salin Artikel

Rumitnya Masalah Stunting, dari Kesehatan hingga Sosial Budaya

KOMPAS.com – Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus stunting tertinggi di dunia. Stunting adalah kondisi anak yang memiliki tinggi badan tidak sesuai dengan usianya.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, Indonesia menempati urutan ke-4 di dunia dan ke-2 di Asia Tenggara sebagai negara dengan angka stunting yang tinggi.

Fasilitator Kementerian Sosial (Kemensos) Mujiastuti mengatakan, hal tersebut bukanlah pencapaian yang patut dibanggakan dan dapat menjadi ancaman bagi masa depan Indonesia beberapa tahun ke depan.

Dia menjelaskan, dampak jangka panjang dari stunting adalah risiko terkena penyakit degeneratif sampai dengan gangguan perkembangan kognitif sehingga dapat berimbas pada penurunan pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.

“Oleh karenanya, pemerintah menjadikan penurunan angka stunting menjadi program prioritas nasional dengan target penurunan sampai dengan 14 persen pada 2024,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (13/9/2021).

Mujiastuti menegaskan, stunting menjadi momok dalam pembangunan masyarakat Indonesia, khususnya bagi keluarga prasejahtera sebagai kelompok masyarakat rentan.

Sebab, menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), keluarga prasejahtera merupakan kelompok yang tidak dapat memenuhi salah satu dari enam kebutuhan dasar keluarga, seperti kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan.

“Memang, tidak semua anak dari keluarga prasejahtera mengalami kekurangan gizi, namun keterbatasan akses terhadap informasi yang berkualitas dan lemahnya pengetahuan terkait pencegahan stunting menempatkan anak-anak dari keluarga pra sejahtera berpotensi mengalami stunting,” jelasnya.

Mujiastuti menjelaskan, penyebab stunting bukan hanya permasalahan kemiskinan yang berdampak pada kekurangan gizi pada ibu dan anak. Bahkan, Stunting juga disebabkan konstruksi sosial budaya yang ada di masyarakat.

Dia menyebutkan, kebiasaan turun temurun di masyarakat memengaruhi pola asuh maupun cara hidup manusia. Beberapa kebiasaan tersebut diketahui kurang sesuai dalam praktik pencegahan stunting.

“Sebagai contoh, di sebagian budaya di Indonesia yang sangat mengedepankan posisi suami atau anak laki-laki, akan lebih mengutamakan para suami atau anak laki-laki untuk mengonsumsi makanan yang mengandung nilai gizi tinggi dibandingkan Ibu yang sedang hamil atau anak perempuan,” paparnya.

Dia juga mencontohkan, tradisi pemberian makan pisang pada bayi usia di bawah enam bulan agar anak kenyang dan tidak rewel masih banyak dilakukan. Padahal, pada periode tersebut asupan gizi terbaik bagi bayi adalah air susu ibu (ASI) eksklusif.

Mujiastuti mengatakan, fenomena ini mengisyaratkan bahwa penanganan stunting dan faktor sosial budaya masyarakat menjadi dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.

“Kondisi yang sama dialami mayoritas keluarga prasejahtera, bahkan dapat berpotensi semakin kompleks,” tuturnya.

Selain menghadapi persoalan sosial budaya, keluarga prasejahtera juga banyak mengalami masalah lainnya, seperti lemahnya pemahaman masyarakat terkait pola asuh dan pemberian gizi yang baik kepada anak.

“Bahkan, banyak dari keluarga prasejahtera yang berada di pelosok Indonesia masih sulit mengakses layanan kesehatan atau tidak mudah untuk mendapatkan bahan pangan yang bergizi dikarenakan letak geografis,” imbuh Mujiastuti.

Meningkatkan SDM Kemensos

Kasus stunting telah menjadi agenda pembangunan pemerintah yang dirumuskan dalam Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Tahun 2018 – 2024.

Agenda tersebut menekankan konvergensi antara pemerintah pusat dan daerah serta mendorong peran dan program multisektor. Salah satunya adalah penyediaan layanan kesehatan dan ketersediaan bahan pangan bergizi.

Mengingat kondisi masyarakat Indonesia yang beragam dan memiliki konteks budaya yang berbeda-beda, Mujiastuti menilai, pemerintah perlu menyertai penyediaan layanan dengan perubahan perilaku praktik pencegahan stunting di masyarakat.

Salah satunya adalah melalui penyediaan sumber daya manusia (SDM) Kemensos sebagai agen perubahan.

Dalam hal ini, Kemensos memiliki SDM di lapangan yang sangat dekat dengan keluarga prasejahtera, yaitu SDM Kesejahteraan Sosial (Kesos) terdiri dari Pekerja Sosial, Penyuluh Sosial, Tenaga Kesejahteraan Sosial ataupun Relawan Sosial.

SDM Kesos bertugas sebagai pendamping penyaluran bantuan sosial (bansos), seperti pendamping sosial Program Keluarga Harapan (PKH) atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang memang langsung menyasar kepada keluarga pra sejahtera.

Mujiastuti menegaskan, peran SDM Kemensos sangat strategis dalam memberikan pemahaman kepada keluarga prasejahtera terkait pencegahan dan penanganan stunting.

“Peran ini bukan untuk menggantikan peran tenaga kesehatan namun lebih spesifik pada pendampingan praktik-praktik pencegahan stunting di keluarga,” sebutnya.

Selain itu, tingkat kepercayaan keluarga prasejahtera kepada SDM Kesos menjadi nilai tambah bagi SDM Kesos untuk mendampingi keluarga pra sejahtera melakukan perubahan perilaku guna mendukung pencegahan stunting sesuai dengan perilaku kolektif budaya setempat.

“Untuk itu, peningkatan kapasitas kepada para SDM Kesos sangat dibutuhkan agar informasi dan pendampingan yang disampaikan dan strategi yang dilakukan ke masyarakat lebih tepat dan akurat, serta mereka mampu bermitra dengan para pemberi layanan,” jelasnya.

Gotong royong dengan swasta cegah stunting

Selain konvergensi antara pemerintah pusat dan daerah, upaya pencegahan stunting juga melibatkan pihak swasta, salah satunya dalam upaya peningkatan kapasitas SDM di lapangan.

Baru-baru ini, Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kemensos bersinergi dengan Tanoto Foundation mengembangkan modul pelatihan pencegahan dan penanganan stunting bagi SDM Kesos.

Beberapa isu menarik yang menyasar baik penyebab langsung atau penyebab tidak langsung dari stunting dibahas dalam modul pelatihan ini.

Sebagai contoh, modul Mendorong Keluarga Agar Mendukung Pemenuhan Kesejahteraan Ibu Hamil, Bayi Baru Lahir, Dan Ibu Menyusui.

Modul tersebut juga mendorong keluarga memberikan stimulasi pada anak, memotivasi keluarga memanfaatkan bansos untuk pemenuhan gizi bagi anak dan ibu hamil, mendorong perilaku hidup bersih dan sehat, serta mendorong keluarga melihat potensi diri sehingga dapat mencegah stunting.

Modul itu mengusung konsep pemberdayaan komunitas dan keluarga, dengan harapan pencegahan stunting dapat dilakukan mulai dari level keluarga sampai level masyarakat.

“Jika melihat keseluruhan isi, modul ini didesain secara apik dengan berusaha menjawab kondisi sosial budaya yang beragam, serta dikemas secara praktis,” ujar Mujiastuti.

Dengan begitu, modul tersebut akan memudahkan para SDM Kesos untuk menyampaikan pesan kepada keluarga prasejahtera secara sederhana dan mudah dipahami.

Pada 2021, Kemensos menggelar pelatihan modul ini secara serentak di seluruh Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan dengan menggunakan metode pembelajaran daring kepada Pendamping PKH sebagai sasaran utama.

Kemensos menargetkan 14.399 pendamping PKH sudah mendapatkan pelatihan pada 2021. Saat ini, peserta yang sudah mendapatkan pelatihan sudah mencapai 8,000 orang.

SDM Kesos juga menghadapi berbagai tantangan dalam mengikuti pelatihan, seperti berjuang naik turun gunung untuk mencari sinyal internet agar dapat mengikuti pembelajaran.

Namun, di luar itu semua, SDM Kesos merasakan manfaat yang luar biasa setelah mendapatkan materi pelatihan ini.

Salah satu peserta asal Tojo Una-Una, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Jokoswito mengaku, materi-materi pelatihan kali ini memiliki manfaat yang luar biasa.

“Bukan hanya bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tapi juga sangat bermanfaat bagi SDM PKH yang sudah berkeluarga, dan bagi SDM PKH yang belum berkeluarga,” sebutnya.

Dia menyebut, materi-materi di pelatihan kali ini akan sangat bermanfaat saat mayarakat hendak membangun rumah tangga dari awal.

Ke depan, Kemensos menargetkan pelatihan bagi seluruh SDM Kesos secara bertahap, khususnya para pendamping PKH di seluruh Indonesia berjumlah sekitar 37.000 orang.

Setelah mendapatkan pelatihan ini, peserta akan memberikan informasi yang telah didapat kepada KPM dampingan para SDM Kesos melalui pertemuan bulanan, seperti Pertemuan Peningkatan Kapasitas Keluarga (P2K2) yang diadakan rutin bagi KPM PKH.

Upaya itu diharapkan dapat menjadi salah satu cara mendorong penurunan angka stunting di Indonesia. (Mujiastuti/Kemensos)

https://nasional.kompas.com/read/2021/09/13/17285331/rumitnya-masalah-stunting-dari-kesehatan-hingga-sosial-budaya

Terkini Lainnya

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke