Hal tersebut didapatkannya berdasarkan analisis pemetaan dalam akun media sosial Twitter yang dilakukan TSRC pada 29 Agustus-9 September 2021.
Adapun, analisis TSRC ini dilakukan dengan metode Discourse Network Analysis (DNA). Pemetaan narasi percakapan di Twitter dilakukan menggunakan kata kunci "Pemilu 2024".
"Isu berkaitan perpanjangan periode presiden kalau kita analisis ternyata lebih banyak dimainkan oleh akun-akun robot," kata Yayan dalam diskusi virtual, Jumat (10/9/2021).
Menurut Yayan, isu perpanjangan masa jabatan presiden itu tidak muncul secara organik.
Ia menambahkan, isu tersebut sengaja diamplifikasi dan dimasifkan oleh pihak-pihak tertentu.
Hasil penelusurannya, ada pihak yang pro terhadap amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dengan menambahkan masa jabatan presiden.
Ada juga yang menolak dan menilai isu perpanjangan periode presiden itu adalah tindakan inkonstitusional.
"Sengaja diamplifikasi dan dimasifkan di media sosial dengan berbagai macam narasi baik itu pro maupun kontra," ucap dia.
Dalam analisisnya, ia juga menemukan dua isu utama lainnya terkait Pemilu 2024 yang banyak dipercakapkan oleh warganet di Twitter, yakni trust issue atas pelaksanaan pemilu pada 2024.
Selanjutnya, terkait percakapan mengenai Covid-19 yang dikaitkan dengan proyeksi pelaksanaan Pemilu 2024.
Menurut Yayan, warganet kerap memunculkan sikap pesimis terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 di masa pandemi.
"Ada beberapa akun yang berusaha mengamplifikasi untuk penundaan Pemilu 2024 diundur ke 2027 karena akibat dari pandemi yang belum selesai," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/10/15581551/analisis-tsrc-isu-perpanjangan-masa-jabatan-presiden-banyak-dimainkan-akun