Padahal, beberapa bulan belakangan, dua nama tersebut diduga bermasalah karena tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota BPK RI.
Dua nama itu disoroti publik mulai dari lembaga masyarakat sipil hingga koalisi mahasiswa. Masyarakat meminta, DPR untuk mempertimbangkan bahkan mencoret dua nama tersebut untuk tidak ikut seleksi.
Lalu apa yang menjadi permasalahan dari dua calon anggota BPK itu sehingga dinilai tak penuhi syarat?
Penilaian MAKI
Berdasarkan laporan yang diterima Kompas.com dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) pada Agustus 2021, dua calon tersebut seharusnya tidak lolos seleksi.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, hal itu dilihat berdasarkan Pasal 13 huruf J Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.
Pasal tersebut, jelasnya, mengatur calon anggota BPK setidaknya telah dua tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara, terhitung sejak pengajuan sebagai calon anggota BPK.
"Pemaknaan terhadap Pasal 13 Huruf J UU Nomor 15 Tahun 2006 juga disampaikan oleh Mahkamah Agung (MA) dalam Surat bernomor 118/KMA/IX/2009 tanggal 24 September 2009," kata Boyamin dalam keterangannya, Jumat (6/8/2021).
Dalam surat tersebut, tutur dia, Pasal 13 huruf J UU BPK menentukan bahwa calon anggota BPK telah meninggalkan jabatan di lingkungan pengelola keuangan negara selama dua tahun.
"MAKI merasa perlu mengawal DPR untuk mendapatkan calon anggota BPK yang baik dan integritas tinggi termasuk tidak boleh meloloskan calon yang diduga tidak memenuhi persyaratan," tutur Boyamin.
Jika berkaca pada aturan tersebut, Boyamin mengatakan, dua nama itu dinilai tidak memenuhi syarat.
Pasalnya, berdasarkan curriculum vitae (CV), Nyoman Suryadnyana menjabat sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Manado (Kepala Satker Eselon III) yang juga merupakan pengelola keuangan negara (Kuasa Pengguna Anggaran/KPA) periode 3 Oktober 2017 hingga 20 Desember 2019.
Sementara itu, Harry Z Soeratin pada Juli 2020 dilantik oleh Menteri Keuangan sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) yang merupakan jabatan KPA.
Koalisi Mahasiswa Indonesia
Tak hanya MAKI, suara-suara agar DPR tidak meloloskan dua nama tersebut dalam seleksi calon anggota BPK juga hadir dari elemen mahasiswa.
Dikutip Tribunnews.com, Koalisi Mahasiswa Indonesia menuntut agar semua fraksi di Komisi XI DPR menghormati UU dalam seleksi BPK.
"Tidak ada lagi alasan bagi Komisi XI DPR untuk mempertahankan dua nama yang tidak memenuhi persyaratan formil. Tetapi anehnya sampai saat ini calon BPK Harry Z Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana masih belum dicoret. Ada apa dengan Komisi XI?" kata Koordinator Koalisi Mahasiswa Indonesia, Abraham dalam keterangan resminya, Senin (6/9/2021).
Abraham mengingatkan kepada partai politik yang mendukung dua calon anggota BPK diduga bermasalah. Bahkan, koalisi ini menyatakan mosi tidak percaya kepada partai politik pendukung dua nama calon tersebut.
"Jika tidak bertaubat, mereka telah mengingkari amanat rakyat dan konstitusi," kata Abraham.
Tanggapan Komisi XI DPR
Merespons berbagai desakan yang datang terkait seleksi calon anggota BPK, Wakil Ketua Komisi XI DPR Achmad Hatari mengeklaim, pihaknya melaksanakan fit and proper test berpatokan pada UU BPK RI.
Menurut dia, berdasarkan UU dan Fatwa Mahkamah Agung (MA), maka dua nama yang menjadi polemik tetap ikut serta dalam tes.
"Tetap ikut, karena sudah ada fatwa dari MA, agar menjalankan sesuai dengan Undang-Undang BPK. Dalam UUD pertama sudah secara de facto sudh tercantum dalam Undang-Undang BPK," klaim Hatari dalam keterangannya, Selasa (7/9/2021).
Berdasarkan penjelasannya, Komisi XI akan membagi tiga sesi bagi 9 calon anggota BPK pada hari ini.
"Sesi pertama 3 orang, sesi kedua 3 orang dan sesi ketiga tiga orang, sehingga secara keseluruhan di hari pertama sebanyak 9 calon anggota BPK," ucapnya.
Kemudian, pada hari kedua yang dilaksanakan Kamis (9/9/2021), uji kelayakan dan kepatutan digelar untuk 6-7 calon.
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/08/09594981/ikut-fit-and-proper-test-ini-polemik-dua-calon-anggota-bpk-yang-diduga-tak