JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo pernah berjanji menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, salah satunya ialah kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
Janji itu disampaikan Jokowi saat menerima sejumlah pakar dan praktisi hukum di Istana Merdeka, Jakarta, pada 22 September 2016.
Di hadapan para pakar dan praktisi hukum, Jokowi menyampaikan komitmennya untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut.
"Ini (kasus-kasus pelanggaran HAM) memerlukan sebuah tindakan dan penegakan hukum yang tegas," kata Jokowi kala itu.
Kini, sejak janji itu diucapkan, penanganan kasus Munir masih jalan di tempat. Sudah 17 tahun sejak Munir mengembuskan napas terakhirnya namun dalang pembunuhan belum juga terungkap.
Kasus kematian Munir bahkan terancam segera kedaluwarsa bila tak ada penuntutan dalam waktu dekat atau status perkaranya tak berubah menjadi pelanggaran HAM berat
Padahal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai, penuntasan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib akan menjadi simbol penghormatan negara pada hak asasi manusia.
Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab mengatakan, jika pemerintah berkomitmen menuntaskan kasus kematian Munir, maka hal itu akan menjadi catatan hukum yang luar biasa.
“Menuntaskan proses hukum merupakan upaya negara menunjukkan kepedulian HAM. Keluarga korban dan komunitas HAM sudah terlalu lama menunggu,” kata Amiruddin saat dihubungi Kompas.com, Selasa (7/9/2021).
Namun sebaliknya, jika upaya penuntasan itu tidak dilakukan pemerintah maka akan menjadi catatan buruk di sektor penegakan hukum, khususnya terkait HAM.
“Jika dibiarkan mengambang, maka akan menjadi catatan kelam dunia politik, HAM dan hukum,” ucap dia.
Amiruddin menuturkan, saat ini Komnas HAM sudah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo agar memberikan perhatian secara serius terkait penuntasan kasus Munir.
Menurut dia, langkah yang paling efektif untuk ditempuh yakni meminta Kapolri menindaklanjuti hasil laporan Tim Pencari Fakta (TPF).
“Terutama (terkait) pihak-pihak yang diduga turut serta dalam peristiwa perbuatan pidana pembunuhan saudara Munir,” kata dia.
Adapun Munir dibunuh pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura.
Pemberitaan Harian Kompas 8 September 2004 menyebutkan, Munir meninggal sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.
Hasil autopsi menunjukkan adanya senyawa arsenik dalam tubuh mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) itu.
Proses hukum terhadap orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan Munir pernah telah dilakukan. Pengadilan menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto yang merupakan pilot Garuda Indonesia.
Pengadilan juga memvonis 1 tahun penjara kepada Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan. Dia dianggap menempatkan Pollycarpus di jadwal penerbangan Munir.
Sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pembunuhan ini. Akan tetapi, tidak ada petinggi BIN yang dinilai bersalah oleh pengadilan.
Pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN, Muchdi Purwoprandjono yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, divonis bebas dari segala dakwaan.
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/07/21220761/menilik-kembali-janji-jokowi-tuntaskan-kasus-munir