Salin Artikel

17 Tahun Kematian Munir: Misteri Tak Kunjung Berjawab yang Terancam Kedaluwarsa

TUJUH BELAS tahun lalu, 7 September 2004, Munir dengan bersemangat berangkat ke Belanda. Aktivis ini hendak melanjutkan studi.

Berangkat dari Jakarta menuju Amsterdam menumpang pesawat Garuda bernomor penerbangan GA-974, Munir justru kehilangan nyawa di udara. 

Sudah 17 tahun berlalu, sejumlah misteri masih menyelimuti kematiannya. Ada penyelidikan, ada persidangan, ada terpidana. Namun, dalang di balik kematian Munir tak pernah benar-benar terjerat bahkan untuk sekadar terungkap tuntas.

JEO Kompas.com pada 7 September 2019 bertutur utuh tentang kasus kematian Munir ini, dalam momentum 15 tahun menolak lupa terhadap insiden yang juga bikin geger Singapura dan Belanda tersebut.

Singapura adalah lokasi transit penerbangan Munir. Sejumlah peristiwa dan aktivitas terjadi pula di sini, sempat diduga bahkan diyakini berkaitan erat dengan kematian Munir. Adapun Belanda sebagai tujuan penerbangan merupakan lokasi penyelidikan awal atas kematian Munir. 

Kasus kematian Munir bahkan terancam segera kedaluwarsa bila tak ada penuntutan dalam waktu dekat atau status perkaranya tak berubah menjadi pelanggaran HAM berat. Ini catatan dari masa ke masa atas kasus kematian Munir.

Siapakah Munir?

Nama lengkapnya, Munir Said Thalib. Dia dikenal sebagai aktivis HAM. Kasus yang dia tangani kebanyakan soal kemanusiaan dan pelanggaran HAM.

Lahir di Malang, Jawa Timur, pada 8 Desember 1965, Munir adalah alumnus Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (Unibraw). Semasa kuliah, dia sudah terkenal sebagai aktivis kampus.

Munir pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa FH Unibraw pada 1998. Dia juga pernah menjadi Koordinator Wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia.

Lalu, Munir merupakan anggota Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir, Sekretaris Dewan Perwakilan Mahasiswa Hukum Unibraw, dan anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Lepas dari bangku kuliah, dunia aktivis terus digeluti Munir. Dia pernah menjadi Dewan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

Kontras adalah organisasi yang dibentuk oleh beragam lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti LPHAM, Elsam, CPSM, PIPHAM, AJI, dan organisasi mahasiswa PMII.

Sebagai organisasi yang bekerja memantau persoalan HAM, Kontras banyak mendapat pengaduan dan masukan dari berbagai elemen masyarakat mengenai pelanggaran HAM di berbagai daerah.

Munir pernah menjadi penasihat hukum untuk korban dan keluarga korban penghilangan orang secara paksa terhadap 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta pada 1997 hingga 1998.

Dia juga pernah menjadi penasihat hukum keluarga korban tragedi Tanjung Priok 1984 . Selain itu, Munir juga pernah menangani kasus Araujo yang dituduh sebagai pemberontak yang melawan pemerintah Indonesia untuk memerdekakan Timor Timur pada 1992.

Kasus besar lain yang ditangani Munir adalah pembunuhan aktivis buruh Marsinah yang diduga tewas di tangan aparat keamanan pada 1994.

Ketika menjabat Dewan Kontras, namanya melambung karena membela orang-orang hilang yang diculik. Munir membela aktivis yang hilang karena penculikan yang disebut dilakukan oleh Tim Mawar dari Kopassus TNI AD.

Menunggu Jokowi

Kasus kematian Munir merupakan satu dari sederet kasus pelanggaran HAM yang masih menjadi utang reformasi. 

Dalam kasus ini, pengadilan telah menjatuhkan vonis 14 tahun penjara terhadap Pollycarpus Budihari Priyanto.

Pollycarpus adalah pilot Garuda yang saat itu sedang cuti tetapi ada di penerbangan yang sama dengan Munir. Dia divonis sebagai pelaku pembunuhan Munir.

Sejumlah fakta persidangan juga menyebut ada dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam kasus pembunuhan ini.

Namun, pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN Mayjen Purn Muchdi Purwoprandjono yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini divonis bebas dari segala dakwaan.

Belasan tahun berselang, istri almarhum Munir, Suciwati, dan para aktivis HAM lainnya tetap meminta pemerintah mengusut tuntas kasus tersebut dan mengungkap siapa yang menjadi dalang sebenarnya.

Pollycarpus—meninggal karena Covid-19 pada Sabtu (17/10/2020)—juga terus membantah sekaligus berubah-ubah suara soal keterlibatannya dalam kasus kematian Munir. 

Dalam diskusi daring, Senin (6/9/2021), Komnas HAM menyebut bahwa kematian Munir belum dapat mereka nyatakan sebagai pelanggaran HAM berat. Ada sejumlah perbedaan sudut pandang.

Sebagian komisioner memandang kasus ini adalah perkara pelanggaran HAM berat dengan satu korban. Sebagian yang lain berpendapat bahwa kematian Munir merupakan serangan sistematis kepada pembela HAM.

Yang kemudian dilakukan Komnas HAM adalah menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mereka meminta Jokowi memerintahkan Kapolri untuk mempercepat penyelidikan terhadap sejumlah orang yang dilakukan terlibat perkara ini.

Surat dari Komnas HAM tersebut sekaligus tindak lanjut atas respons mereka terhadap desakan Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum).

Terancam kedaluwarsa

Pada 7 September 2020, Kasum menyerahkan pendapat hukum (legal opinion) mereka atas kasus ini ke Komnas HAM.

Salah satu desakan di dalamnya, Kasum meminta Komnas HAM menetapkan kasus kematian Munir sebagai pelanggaran HAM berat. Mereka pun menyebut orang-orang yang telah diproses hukum sejauh ini dalam perkara Munir barulah aktor lapangan.

Desakan untuk menyatakan kasus kematian Munir sebagai pelanggaran HAM berat juga terkait dengan mekanisme dan sistem hukum di Indonesia. Salah satunya, batas waktu perkara kedaluwarsa.

Menurut Pasal 78 Ayat (1) angka 4 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), hak penuntutan perkara dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup akan kedaluwarsa setelah 18 tahun.

Pasal 78 KUHP mengatur soal batas waktu kedaluwarsa suatu perkara berdasarkan jenis kejahatan dan ancaman hukuman yang dikenakan atasnya. 

KUHP mengatur delik soal pembunuhan dalam Bab XIX Kejahatan terhadap Nyawa, dengan 13 pasal di dalamnya.

Pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 339 dan Pasal 340, dengan hukuman seumur hidup dan hukuman mati sebagai ancaman yang dapat dikenakan.

Adapun kasus pembunuhan "saja" dikenakan ancaman pidana paling lama 15 tahun, sebagaimana ketentuan Pasal 338 KUHP. Bila pasal ini yang digunakan, masa kedaluwarsa untuk bisa melakukan penuntutan adalah 12 tahun.

Bila suatu perkara dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat, aturan kedaluwarsa di KUHP tidak berlaku lagi. Ini merupakan prinsip lex specialis dalam ranah hukum. 

Rujukan hukum untuk perkara pelanggaran HAM berat adalah UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. 

Penghapusan batas waktu kedaluwarsa untuk perkara pelanggaran HAM berat diatur UU Pengadilan HAM di Bab X tentang Ketentuan Penutup, tepatnya pada Pasal 46. 

Akankah kasus kematian Munir segera kedaluwarsa begitu saja tanpa penuntasan?

Adakah kemungkinan statusnya berubah menjadi kasus pelanggaran HAM berat tanpa batasan masa kedaluwarsa? 

Akankah misteri kematian Munir mendapatkan jawaban?

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

https://nasional.kompas.com/read/2021/09/07/10163531/17-tahun-kematian-munir-misteri-tak-kunjung-berjawab-yang-terancam

Terkini Lainnya

Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke