Namun, kebocoran itu tidak sampai terjadi karena telah ditangani bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
"Memang ada celah yang kemudian digunakan oleh mitra dalam sistem informasinya. Dan itu berpotensi untuk terjadi kebocoran data," ujar Anas dalam konferensi pers pada Rabu (1/9/2021).
"Setelah itu, kami lakukan penutupan. Dan sampai saat ini hasil penelusuran kami, BSSN dan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim, maka belum ditemukan indikasi ke arah kebocoran data," lanjutnya.
Sementara itu, Direktur Proteksi Ekonomi Digital BSSN Anton Setiawan mengatakan, celah yang dimaksud adalah kondisi port dalam aplikasi yang dapat dimasuki oleh pihak-pihak yang tidak berwenang.
Port sendiri merupakan pintu untuk transaksi data.
Kondisi inilah yang kemudian ditemukan oleh tim VPNMentor.
"Dan inilah yang dilakukan dan ditutup aksesnya," tutur Anton.
Dia melanjutkan, saat ini sebanyak 1,3 juta data masyarakat di aplikasi e-HAC itu tidak bocor.
Hanya saja, VPNMentor menemukan celah kondisi di mana data yang ada bisa diambil.
"Dan itu telah diverifikasi oleh BSSN. Kalau tidak ditutup maka celah itu bisa disalahgunakan. Makanya kami akan lakukan tindakan-tindakan untuk meverifikasi kembali. Tapi sampai saat ini tidak ada data bocor," tambahnya.
Diberitakan, Kasus kebocoran data e-HAC pertama kali diungkap oleh peneliti keamanan siber dari VPNMentor, yang menemukan kebocoran data di aplikasi e-HAC pada 15 Juli.
Dalam sebuah unggahan di blog resmi VPNMentor, data sebanyak 1,3 juta pengguna e-HAC diperkirakan telah bocor.
Ukuran data tersebut kurang lebih mencapai 2 GB.
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/01/18210751/kemenkes-akui-aplikasi-e-hac-punya-celah-untuk-jadi-sumber-kebocoran-data
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.