JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menduga, pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan petinggi partai politik (parpol) koalisi pada Rabu (25/8/2021) sore bukan hanya membahas mengenai penanganan pandemi beserta pemulihan ekonomi.
Menurut dia, ada persoalan serius dan sensitif lain yang juga dibahas dalam pertemuan itu, terutama menjelang 2024.
"Pasti ada sesuatu di luar itu yang menurut saya, seperti misalnya isu kemungkinan amendemen, terkait mengembalikan GBHN, atau juga bahkan terkait jabatan presiden tiga periode," kata Adi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (27/8/2021).
Selain itu, ia menduga, dalam pertemuan itu juga turut dibahas soal wacana penambahan masa tugas presiden dan DPR selama dua tahun.
Sebab, sebelumnya sempat muncul wacana bahwa pemilu diundur dari 2024 menjadi 2027.
Menurut Adi, Presiden membutuhkan dukungan politik untuk membahas mengenai hal-hal serius tersebut sehingga pada akhirnya mempertemukan elite-elite parpol koalisi.
"Kalau sudah bicara elite partai koalisi yang datang, tentu ini sudah bicara terkait sesuatu yang urgen. Butuh dukungan politik terutama di parlemen. Kan yang bisa mengendalikan suara parlemen dan elite-elite parpol itu ya Ketum dan Sekjen," ujarnya.
Adi menjelaskan salah satu dugaan bahwa Presiden membutuhkan dukungan politik di parlemen adalah terkait amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Hal ini karena, menurut dia, selama ini dukungan partai politik di parlemen belum bulat dan satu suara soal amendemen.
"Banyak parpol-parpol koalisi yang misalnya masih keberatan dengan amendemen karena dianggap tidak urgen. Maka diundanglah itu ketum dan sekjen. Ini ilmu parlemen bagaimana agar isu tersebut kondusif," tutur Adi.
Sementara itu, jika Presiden ingin membahas mengenai penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi, menurutnya tidak perlu sampai mengumpulkan elite parpol koalisi.
Ia berpandangan, hal tersebut dapat diselesaikan dengan cara Presiden bertemu dengan para menteri di kabinet.
"Jadi memang arahnya itu ke sana, hal-hal yang serius soal politik. Kalau cuma pandemi, recovery ekonomi, selesai sudah pada level menteri. Enggak butuh dukungan parlemen. Tapi kalau bicara amendemen, pemilu dimundurkan, ya butuh dukungan partai dong," nilai dia.
Ia pun khawatir apabila dalam pertemuan itu benar-benar dibahas hal yang bernuansa politik. Sebab, yang nantinya dipertaruhkan adalah masa depan demokrasi Indonesia, tak hanya di kancah nasional tapi juga internasional.
"Hanya karena alasan pandemi, eksekutif dan legislatif minta tambahan masa jabatan secara tidak langsung dan tidak pernah meminta persetujuan publik," kata Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Islam Negeri (UN) Syarif Hidayatullah itu.
Lebih dari itu, Adi khawatir pertemuan tersebut memunculkan persepsi bahwa ada satu masa Diketahui bersama, Presiden Jokowi mengadakan pertemuan dengan elite parpol koalisi. Ada enam parpol koalisi di parlemen ditambah Partai Amanat Nasional (PAN) yang datang ke Istana Kepresidenan Jakarta pada Rabu sore.
Pertemuan tersebut disoroti publik lantaran diklaim dalam rangka mengatasi penanganan pandemi, tetapi kental bernuansa politik.
Usai pertemuan tersebut, Sekteratis Jenderal (Sekjen) Nasdem Johnny G plate menyampaikan hal-hal yang dibahas antara Presiden dan elite parpol.
Menurut dia, yang dibahas dalam pertemuan itu adalah terkait dengan ketatanegaraan.
Namun, Johnny memastikan bahwa isu ketatanegaraan itu tak berkaitan dengan wacana amendemen UUD 1945.
"Tadi tidak dibacakan terkait Undang Undang Dasar 1945, tapi dibicarakan tentang lima topik yang saat ini menjadi fokus pemerintahan Bapak Presiden Joko Widodo," kata Johnny dalam siaran langsung Kompas TV, Rabu malam.
https://nasional.kompas.com/read/2021/08/27/13391971/pengamat-duga-pertemuan-presiden-dan-elite-parpol-bahas-amendemen-hingga