JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Wali Kota nonaktif Tanjungbalai, M Syahrial, pada Kamis (19/8/2021).
Syahrial merupakan terdakwa dalam kasus suap terkait lelang atau mutasi jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai pada 2019.
"Yang bersangkutan dikonfirmasi antara lain mengenai berbagai isi dari bukti elektronik miliknya yang diduga terkait dengan perkara tersebut," ujar pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Jumat (20/8/2021).
Syahrial didakwa menyuap mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju sebesar Rp 1,695 miliar.
Dalam surat dakwaan yang diterima Kompas.com, suap tersebut diberikan melalui transfer sebesar Rp 1,475 miliar dan uang tunai Rp 220 juta.
Suap diberikan agar penyelidikan yang dilakukan KPK terkait dugaan jual beli jabatan tidak naik ke tahap penyidikan.
Kemudian, dalam dakwaan disebutkan, setelah bertemu dengan Stepanus di rumah dinas Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, Syahrial meminta bantuan pada Stepanus agar tidak menaikkan tahap penyelidikan ke penyidikan.
Sebab, Syahrial akan mengikuti Pilkada untuk pemilihan Wali Kota periode 2021-2026.
Kemudian Stepanus menyanggupi permintaan tersebut dan menghubungi seorang pengacara bernama Maskur Husain. Keduanya sepakat untuk membantu M Syahrial dengan biaya Rp 1,5 miliar.
Jaksa juga menyebut Stepanus meminta dana pada Syahrial melalui rekening seorang perantara bernama Riefka Amalia.
Riefka adalah saudara teman perempuan Stepanus. Melalui rekening Riefka, uang sebesar Rp 1,275 miliar diberikan oleh M Syahrial pada Stepanus.
"Dalam proses pemberian uang tersebut pada 11 Desember 2020, Stepanus Robin Pattuju pernah menghubungi terdakwa dengan aplikasi Signal," kata jaksa.
Ketika itu, Stepanus meminta M Syahrial untuk segera melunasi kekurangan uang suap yang sudah dijanjikan sebelumnya. Kemudian M Syahrial melakukan transfer sebesar Rp 200 juta ke rekening Maskur Husain.
Selain itu, M Syahrial juga memberikan uang sebesar Rp 210 juta secara tunai kepada Stepanus di Pematangsiantar pada Desember 2020, serta memberikan tambahan Rp 10 juta di Bandara Kualanamu, Medan, pada awal Maret 2021.
"Selanjutnya terdakwa kembali menekankan keinginannya pada Stepanus Robin Pattuju agar dapat membantu dirinya. Kemudian Stepanus Robin Pattuju kembali menyatakan kesiapannya untuk membantu terdakwa," ungkap jaksa.
Jaksa juga menjelaskan, bantuan yang diberikan oleh Stepanus pada M Syahrial adalah dengan memantau tim penyidik KPK yang pada November 2020 mengunjungi Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Syahrial meminta agar Stepanus dapat membatalkan rencana tim penyidik KPK yang dikabarkan akan mengunjungi Kota Tanjungbalai setelah mengurus perkara suap terkait Dana Alokasi Khusus di Kabupaten Labuhanbatu Utara.
"Kemudian Stepanus Robin Pattuju menelepon Maskur Husain meminta untuk memastikan apakah penyidik KPK yang melakukan penggeledahan di Kabupaten Labuhanbatu Utara akan ke Tanjungbalai," kata jaksa.
Atas perbuatannya jaksa mendakwa M Syahrial melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2021/08/20/18245561/periksa-wali-kota-nonaktif-tanjungbalai-m-syahrial-kpk-dalami-bukti