JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan bahwa Covid-19 memang berpeluang menjadi endemi yaitu penyakit yang akan selalu ada di sekitar manusia.
"Bahwa jelas arah Covid-19 ini akan menjadi penyakit endemi," ujar Dicky saat dihubungi Kompas.com, Rabu (18/8/2021).
Namun, menurutnya hal itu belum terjadi dalam waktu dekat. Sebab status pandemi Covid-19 sendiri baru berakhir paling cepat kemungkinan pada tahun 2022.
"Kalau jadi endemi di 2022, itu belum kalau menurut saya. Pandemi ini bahkan baru berakhir paling cepat pertengahan tahun depan atau akhir tahun depan status pandeminya," kata Dicky.
Covid-19 menjadi endemi, menurut Dicky baru kemungkinan akan terjadi pada beberapa tahun yang akan datang.
Sebab setelah pandemi berakhir, status Covid-19 akan berubah menjadi epidemi terlebih dahulu yang artinya Covid-19 tidak lagi terjadi di seluruh wilayah di dunia, tetapi hanya di suatu wilayah atau geografis tertentu sebelum akhirnya menjadi endemi.
"Jadi, endeminya belum tahu apakah 2023, 2024, atau 2025. Nanti kita lihat perkembangannya ketika epidemi itu sudah mulai terjadi," katanya.
Dicky mengatakan sangat sulit mencegah agar Covid-19 tidak menjadi endemi. Yang bisa dilakukan saat ini adalah mencegah terjadinya infeksi atau kematian yang disebabkan oleh Covid-19.
Caranya dengan 3T yaitu testing, tracing, dan treatment dan 5M yaitu memakai masker, menghindari kerumunan, mencuci tangan, menjaga jarak, dan membatasi mobilitas serta vaksinasi Covid-19.
"Kemudian bahwa agar (Covid-19) tidak menjadi endemi itu sulit. Saat ini ya, 5 sampai 10 tahun sulit. Saat ini yang bisa kita lakukan adalah tidak mengalami banyak kasus kesakitan dan kematian. Caranya dengan 3T, 5M, dan vaksinasi," katanya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/08/18/18261701/epidemiolog-sebut-covid-19-belum-menjadi-penyakit-endemi-dalam-waktu-dekat