Salin Artikel

Ayat-ayat Setan Sekitar Proklamasi

PADA Hari Kemerdekaan yang ke-76 ini, saya memenuhi permintaan seorang pegiat literasi dan penikmat sejarah yang juga penulis, untuk sedikit membuat catatan tentang skandal Ayat-ayat Setan—sebuah istilah yang dikemukakan Yayasan Bung Karno seperti dikatakan Giat Wahyudi di Majalah Tempo—pada buku terjemahan otobiografi Bung Karno yang ditulis Cindy Adams.

Akibat Ayat-ayat Setan itu, Bung Hatta yang kalem segera membuat tulisan panjang yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku tipis. Tulisan Bung Hatta tersebut sekaligus merespons tulisan berbagai pihak di seputar proklamasi. Namun, saya hanya menulis tentang skandal Ayat-ayat Setan.

Pada 1966 terbit sebuah buku yang berjudul Bung Karno; Penjambung Lidah Rakjat Indonesia. Desain cover buku, foto cover buku, dan jenis huruf cover buku ini persis sesuai edisi aslinya yang terbit dalam Bahasa Inggris.

Ya, buku ini memang buku terjemahan. Buku ini karya Cindy Adams, seorang penulis Amerika Serikat yang berkesempatan mewawancarai dan mendapat kontrak dari Bung Karno untuk membuat otobiografi pemimpin Indonesia tersebut.

Buku ini menjadi satu-satunya buku otobiografi Bung Karno. Buku ini diterjemahkan oleh Mayor Abdul Bar Salim, seorang tentara yang saat menerjemahkan buku ini telah pensiun dari dinasnya.

Salim orang Minangkabau. Ia juga yang menerjemahkan buku tentang revolusi Indonesia yang ditulis oleh perempuan Amerika Serikat. Buku itu berjudul Revolt in Paradise, yang kemudian diterjemahkan menjadi Revolusi di Nusa Damai.

Muriel Stuart Walker, nama asli perempuan itu. Namun, ia kemudian juga memiliki nama Indonesia, K’Tut Tantri. Tantri lahir di Glasgow, Skotlandia (1898), lalu bermigrasi ke Amerika (usai Perang Dunia I), akhirnya berlabuh di Bali (1932) dan menetap di Indonesia selama 15 tahun. Ia meninggal di Sydney (1997), Australia.

Dengan demikian, Salim sudah teruji dalam hal penerjemahan buku.

Skandal dua alinea

Buku otobiografi Bung Karno yang diterjemahkan Salim diterbitkan Gunung Agung, milik Haji Masagung yang sahabat Bung Karno. Buku versi terjemahan ini terbit 470 halaman.

Buku aslinya terbit pada 1965 oleh penerbit The Bobbs-Merrill Company Inc, New York, Amerika Serikat. Judulnya, Sukarno; An Autobiography As Told to Cindy Adams.

Saya tidak memiliki yang terbitan Bobbs-Merrill ini, tetapi saya memiliki versi bahasa Inggris terbitan Gunung Agung, Hongkong, pada 1966. Gunung Agung memiliki hak penerbitan buku ini untuk peredaran di luar Amerika Serikat dan Kanada. Versi Bahasa Inggris ini memiliki ketebalan 324 halaman.

Dalam terjemahan Salim, ada dua alinea yang kemudian disebut sebagai Ayat-ayat Setan. Dua alinea itu ada pada Bab 26 yang berjudul Proklamasi (halaman 327-333). Hal yang bikin heboh itu ada di halaman 332. Ini kutipan lengkapnya:

“Tidak ada orang jang berteriak “Kami menghendaki Bung Hatta”. Aku tidak memerlukannja. Sama seperti djuga aku tidak memerlukan Sjahrir jang menolak untuk memperlihatkan diri disaat pembatjaan Proklamasi. Sebenarnja aku dapat melakukannja seorang diri, dan memang aku melakukannja sendirian. Didalam dua hari jang memetjahkan uratsjaraf itu maka peranan Hatta dalam sedjarah tidak ada.”

“Peranannja jang tersendiri selama masa perdjoangan kami tidak ada. Hanja Sukarnolah jang tetap mendorongnja kedepan. Aku memerlukan orang jang dinamakan ‘pemimpin’ ini karena satu pertimbangan. Aku memerlukannja oleh karena aku orang Djawa dan dia orang Sumatra dan dihari-hari jang demikian itu aku memerlukan setiap orang denganku. Demi persatuan aku memerlukan seorang dari Sumatra. Dia adalah djalan jang paling baik untuk mendjamin sokongan dari rakjat pulau jang nomor dua terbesar di Indonesia.”

Dua alinea ini jelas-jelas memperlihatkan ego seorang Sukarno dengan menafikan peran orang-orang lain pergerakan kemerdekaan, dalam hal ini yang disebut khusus adalah Hatta dan Syahrir.

Kedua orang ini kebetulan bersahabat sejak di Belanda dan kemudian di PNI (Pendidikan). Keduanya juga sama-sama dari Minangkabau.

Syahrir juga menolak bergabung dalam gerakan yang atas restu Jepang dan berbau Jepang. Karena itu Syahrir tak terlibat dalam BPUPK, yang dibentuk Jepang, maupun dalam momen-momen proklamasi yang juga melibatkan perwira Jepang, yaitu rapat-rapat di rumah Laksamana Maeda.

Sedangkan Sukarno dan Hatta justru bekerja sama dengan Jepang. Karena itu, Syahrir memang tak ada dalam peristiwa proklamasi.

Dengan dua alinea itu, Hatta menjadi berada dalam satu ayunan dengan Syahrir. Bahkan, jika dibaca secara keseluruhan pada bab proklamasi ini, ada kesan bahwa proklamasi tertunda karena Hatta datang terlambat.

Alinea selundupan

Namun, ternyata dua alinea ini tidak ada dalam edisi aslinya. Ini alinea selundupan. Pada Bab 26 yang berjudul Proclamation (halaman 216-220) dalam versi buku berbahasa Inggris, dua alinea selundupan itu diletakkan antara dua alinea pendek di bawah ini (lihat halaman 219):

“Hatta is not present,” I said. “I will not read the Proclamation without Hatta.”

At this crucial moment in history, Sukarno and Indonesia waited for Hatta to show up.

Bayangkan, di alinea sebelumnya juga ada alinea seperti ini:

“Now, Bung, now….” The people were clamoring. “Make the Proclamation now….” Everybody was calling out to me. “Now, Bung…speak the words of freedom now…please, Bung, it is late…the sun is getting hot…the people are excited. They are restless. They are herded together out in the frontyard. Speak the Proclamation.” I still had fever, but I kept my wits about me. In the light of all the pressure on me, it is amazing I could still function clearly.

Buku Cindy Adams yang diterjemahkan Abdul Bar Salim dan diterbitkan Gunung Agung membuat Bung Hatta tersengat. Ia membuat tulisan khusus yang membahas soal peristiwa Proklamasi. Tulisan itu dibuat pada Maret-September 1968 di East-West Center, Honolulu, Amerika Serikat.

Sebagian tulisan itu pernah ia tuliskan pada 1951 yang dimuat di Mimbar Indonesia. Akhirnya tulisan itu terbit pada 1970 dalam bentuk buku tipis (75 halaman) yang berjudul Sekitar Proklamasi.

Pada halaman 64, di akhir Bab Proklamasi, setelah mengutip cukup panjang dari buku terjemahan Abdul Bar Salim—mulai alinea “Sekarang, Bung, sekarang…” hingga alinea “Dalam detik yang gawat…”—Bung Hatta menulis, “Inilah utjapan seorang diktator Sukarno, jang mengagungkan dirinja sendiri dan lupa daratan, berlainan dari Sukarno dahulu, pemimpin rakjat dimasa proklamasi dan sebelumnja.”

Dalam tulisannya, Bung Hatta bercerita bahwa setelah mereka selesai menyusun naskah proklamasi—Bung Hatta yang mendiktekan dan Bung Karno yang menuliskan—hingga pukul 03.00 pagi di rumah Laksamana Maeda, mereka bersepakat tentang pernyataan proklamasi.

Hatta menulis: “Sebelum rapat ditutup Bung Karno memperingatkan, bahwa hari itu djuga, tanggal 17 Agustus 1945, djam 10 pagi proklamasi itu akan dibatjakan dimuka rakjat di halaman rumahnja di Pegangsaan Timur 56.”

Hatta yang dikenal sebagai pribadi yang disiplin dan efisien, hadir tepat waktu. “Lima menit sebelum pukul 10 saja sudah berada disana. Orang tahu bahwa saja selalu tepat menurut waktu, sebab itu tidak ada orang jang gelisah, takut kalau-kalau saja terlambat datang. Sukarno pun tidak kuatir, karena ia tahu kebiasaan saja.”

Rumah Hatta memang dekat dengan rumah Sukarno. Hatta di Jl Diponegoro, Sukarno di Jl Pegangsaan. Menurut Hatta, ia hanya butuh waktu lima menit untuk sampai di tujuan.

Edisi revisi terjemahan

Setelah Orde Baru tumbang, pada 2007 buku karya Cindy Adams itu diterjemahkan ulang. Kali ini penerjemahnya adalah Syamsu Hadi, seorang wartawan senior. Buku ini diterbitkan langsung oleh Yayasan Bung Karno yang dipimpin Guruh Sukarno Putra.

Guruh anak Bung Karno yang mencintai buku. Hanya Guruh yang menuliskan nama Sukarno pada namanya dengan ejaan "u" pada Sukarno. Anak-anak Sukarno lainnya menuliskannya dengan ejaan "oe".

Sukarno sendiri memang memilih ejaan "u", bukan "oe" untuk penulisan namanya. Namun, di tanda tangannya tetap menggunaan ejaan "oe".

Sebagai kepala negara, Sukarno konsisten dengan kebijakan yang ia buat yang mengganti ejaan "oe" menjadi "u" pada 1947, yaitu Ejaan Soewandi (Ejaan Republik) yang menggantikan Ejaan van Ophuijsen (berlaku sejak 1901).

Buku terjemahan Cindy Adams yang direvisi ini terbit dengan 415 halaman. Dua alinea selundupan itu sudah tidak ada lagi.

Seperti bisa dibaca di halaman 267 ini:

“Sekarang, Bung, sekarang…!” rakyat berteriak. Bacakan Proklamasi sekarang….!” Setiap orang berteriak kepadaku. “Sekarang, Bung…ucapkan pernyataan kemerdekaan sekarang! Bung, hari sudah siang…matahari mulai panas…rakyat gelisah. Mereka sudah tidak sabar lagi. Mereka sudah berkumpul di halaman depan. Ucapkan Proklamasi!” Aku masih menderita demam, tetapi aku tidak kehilangan akal. Menghadapi desakan-desakan kepadaku, yang mengherankan, aku masih berpikir dengan jernih.

“Hatta belum datang,” kataku. “Aku tidak mau membacakan proklamasi tanpa Hatta.”

“Pada momen yang kritis dalam sejarah ini, Sukarno dan Indonesia menunggu kedatangan Hatta.”

Dengan terbitnya edisi revisi ini maka upaya distorsi sejarah dan adu domba para pemimpin bangsa pun berakhir.

Namun, ihwal ini pernah menjadi laporan utama majalah Tempo pada edisi 29 Desember 2014-4 Januari 2015. Hal itu bertepatan dengan kedatangan Cindy Adams ke Jakarta.

Tempo melakukan wawancara dengan Cindy untuk mengklarifikasi tentang kasus tersebut. Ia mengaku tidak tahu tentang penyelundupan dua alinea tersebut.

“Tidak, saya tidak pernah tahu hal itu. Apa isi paragraf tersebut?” katanya.

Bahkan, ia menegaskan, “Saya tidak mungkin menulis hal itu. Hatta ada di sana ketika saya mewawancarai Bapak.”

Tempo juga mewawancarai anak Abdul Bar Salim—karena yang bersangkutan telah meninggal—yang bernama Erwin Salim.

“Dua paragraf itu jelas bukan dari bapak saya,” katanya.

Ia juga menerangkan bahwa ayahnya bukan intelijen dan saat menerjemahkan buku itu ayahnya sudah pensiun dari tentara. Penerjemahan itu, katanya, atas permintaan Haji Masagung sendiri. Ini setelah buku yang diterjemahkan ayahnya sebelumnya, Revolt in Paradise, laku keras.

Dalam bukunya, Sekitar Proklamasi, Hatta banyak mengklarifikasi dan meluruskan opini dan cerita tentang penculikan Rengasdengklok, riwayat perumusan naskah proklamasi, proses proklamasi, dan perseturuan Sukarno-Hatta dengan kelompok API-Mahasiswa-Syahrir.

https://nasional.kompas.com/read/2021/08/17/13323271/ayat-ayat-setan-sekitar-proklamasi

Terkini Lainnya

Wapres Ma'ruf Amin Apresiasi Prabowo yang Mau Rangkul Semua Pihak

Wapres Ma'ruf Amin Apresiasi Prabowo yang Mau Rangkul Semua Pihak

Nasional
Jokowi: Target Stunting 14 Persen Ambisius, Bukan Hal Mudah

Jokowi: Target Stunting 14 Persen Ambisius, Bukan Hal Mudah

Nasional
KPK Wanti-wanti soal Program Makan Siang Gratis Prabowo, Rosan Angkat Bicara

KPK Wanti-wanti soal Program Makan Siang Gratis Prabowo, Rosan Angkat Bicara

Nasional
KPU Tegaskan Undang Ganjar-Mahfud ke Penetapan Prabowo-Gibran, Kirim Surat Fisik dan Digital

KPU Tegaskan Undang Ganjar-Mahfud ke Penetapan Prabowo-Gibran, Kirim Surat Fisik dan Digital

Nasional
Sebut Sudah Bertemu Beberapa Tokoh, Gibran: Gong-nya Hari Ini Ketemu Wapres Ma’ruf Amin

Sebut Sudah Bertemu Beberapa Tokoh, Gibran: Gong-nya Hari Ini Ketemu Wapres Ma’ruf Amin

Nasional
Anggota Dewas Akui Dilaporkan Wakil Ketua KPK karena Koordinasi dengan PPATK

Anggota Dewas Akui Dilaporkan Wakil Ketua KPK karena Koordinasi dengan PPATK

Nasional
Prabowo: Pers Bagian Penting Demokrasi meski Kadang Meresahkan

Prabowo: Pers Bagian Penting Demokrasi meski Kadang Meresahkan

Nasional
Prabowo: Pertandingan Selesai, di Dalam atau Luar Pemerintahan Harus Rukun

Prabowo: Pertandingan Selesai, di Dalam atau Luar Pemerintahan Harus Rukun

Nasional
Gibran Dijadwalkan Bertemu Wapres Ma'ruf Amin Sore Ini

Gibran Dijadwalkan Bertemu Wapres Ma'ruf Amin Sore Ini

Nasional
Prabowo Tiba di DPP PKB, Disambut Cak Imin dengan Karpet Merah

Prabowo Tiba di DPP PKB, Disambut Cak Imin dengan Karpet Merah

Nasional
Mahfud Sebut Mulai Buka Komunikasi dengan Banyak Pihak yang Sengaja Ditutup Selama Pilpres 2024

Mahfud Sebut Mulai Buka Komunikasi dengan Banyak Pihak yang Sengaja Ditutup Selama Pilpres 2024

Nasional
Mahfud Baru Tahu Ada Undangan Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran 30 Menit Sebelum Acara

Mahfud Baru Tahu Ada Undangan Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran 30 Menit Sebelum Acara

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Dewas

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Dewas

Nasional
Moeldoko Lantik Deputi IV dan V KSP, Isi Posisi Juri Ardiantoro dan Jaleswari Pramodhawardani

Moeldoko Lantik Deputi IV dan V KSP, Isi Posisi Juri Ardiantoro dan Jaleswari Pramodhawardani

Nasional
Jokowi Soroti Minimnya Dokter Spesialis, Indonesia Ranking 147 Dunia

Jokowi Soroti Minimnya Dokter Spesialis, Indonesia Ranking 147 Dunia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke