JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan, ada dugaan pelanggaran dalam proses alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi pegawai aparatur sipil negara (ASN).
Salah satunya terkait penyusunan Peraturan KPK (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara.
Peraturan tersebut merupakan dasar pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai proses alih status kepegawaian.
"Asesmen TWK dan bekerja sama dengan BKN dapat dipahami sebagai bentuk perhatian lebih dan serius dibandingkan substansi pembahasan lain dalam draf perkom, sebagai proses yang tidak lazim, tidak akuntabel dan tidak dapat dipertanggungjawabkan," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, dalam konferensi pers, Senin (16/8/2021).
Berdasarkan hasil penyelidikan, Komnas HAM menemukan bahwa klausul TWK dimunculkan oleh pimpinan KPK dalam beberapa pertemuan internal untuk dimasukkan ke draf Perkom di akhir waktu, sebelum harmonisasi final dan pengesahan.
Kemudian, TWK juga ditegaskan dalam rapat harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM tanggal 26 Januari 2021 yang dihadiri oleh menteri dan pimpinan lembaga terkait.
"Dalam rapat harmonisasi itu disepakati klausul asesmen TWK yang bekerja sama dengan BKN di dalam Pasal 5 Ayat (4) draf final rancangan perkom," kata Anam.
"Meskipun, rapat harmonisasi dihadiri oleh pimpinan kementerian atau lembaga, namun berita acara pengharmonisasiannya ditandatangani hanya oleh staf," tutur dia.
Adapun Komnas HAM menyatakan ada 11 bentuk pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK, antara lain, hak atas keadilan dan kepastian hukum.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, pihaknya akan menyampaikan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo.
Presiden Jokowi selaku pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan dan pejabat pembina kepegawaian tertinggi diminta mengambil alih seluruh proses TWK pegawai KPK.
Kemudian, Komnas HAM merekomendasikan Presiden Jokowi untuk memulihkan status pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) untuk dapat diangkat menjadi ASN.
Hal itu, menurut Taufan juga dapat dimaknai sebagai bagian dari upaya menindaklanjuti arahan Presiden yang sebelumnya telah disampaikan kepada publik.
Selain itu, hal itu juga sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 70/PUU-XVII/2019. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan pengalihan status tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apa pun.
"Mengingat MK berperan sebagai pengawal konstitusi dan hak konstitusional, maka pengabaian atas pertimbangan hukum dalam putusan MK tersebut dapat dimaknai sebagai bentuk pengabaian konstitusi," ujar Taufan.
Komnas HAM juga merekomendasikan presiden untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses penyelenggaraan TWK terhadap pegawai KPK.
Selain itu, Komnas HAM juga merekomendasikan agar ada pembinaan terhadap seluruh pejabat kementerian atau lembaga yang terlibat dalam proses penyelenggaraan TWK.
Pembinaan itu, menurut Taufan, supaya pejabat tersebut tetap patuh pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku saat menjalankan kewenangannya.
Ia berharap, pejabat juga dapat memegang teguh prinsip profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, serta memenuhi asas keadilan dan sesuai dengan standar HAM.
Lebih lanjut, Komnas HAM menilai, perlu adanya penguatan terkait wawasan kebangsaan, hukum dan HAM.
"Dan perlunya nilai-nilai tersebut menjadi code of conduct dalam sikap dan tindakan setiap aparatur sipil negara," ucap Taufan.
Terakhir, Komnas HAM juga merekomdasikan kepada presiden untuk melakukan pemulihan nama baik pegawai KPK yang dinyatakan TMS.
"Laporan pemantauan dan penyelidikan ini akan disampaikan kepada Presiden RI. Komnas HAM RI berharap agar rekomendasi dimaksud dapat segera mendapat perhatian dan tindak lanjut Bapak Presiden RI," ujar Taufan.
https://nasional.kompas.com/read/2021/08/16/17061331/komnas-ham-sebut-proses-pengusulan-twk-oleh-pimpinan-kpk-tak-lazim