Salin Artikel

AADAK: Ada Apa dengan Angka Kematian?

Angka-angka
Suka-sukalah
Terserah!
Apa peduliku padanya?
Aku tidak suka
(ternyata) Tak ada gunanya
Ia angka-angka yang penuh dusta
Tak lebih dari tipuan belaka
Aku tak mau lama-lama terpesona
Pada sebuah fatamorgana
Yang dihembuskan oleh setan durjana

Puisi berjudul Angka-Angka karya Yai Baelah yang pernah dimuat di Kompasiana.com tertanggal 20 April 2020 silam sepertinya konstekstual dengan kebijakan pemerintah terbaru dalam hal penanganan Covid-19.

Beleid teranyar memutuskan tidak lagi menggunakan angka kematian pasien Covid-19 sebagai indikator penetapan wilayah dalam kelevelan di Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Padahal selama ini, bersama indikator-indikator lain seperti tingkat pemanfaatan tempat tidur atau BOR, kasus konfirmasi, perawatan di rumah sakit, pelacakan/tracing, pengetesan/testing, dan kondisi sosio ekonomi masyarakat, angka kematian dijadikan penilaian terhadap penetapan wilayah PPKM. Suatu daerah bisa mendapat assesment level 4 atau 3 misalnya, berdasarkan ukuran indikator-indikator tersebut.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan, berdasar evaluasi PPKM sebelumnya telah ditemukan input akumulasi data kematian selama beberapa pekan sebelumnya.

Akibatnya, data terdistorsi sehingga mempengaruhi penilaian tingkat kematian pasien Covid-19 di suatu daerah (Kompas.com, 10 Agustus 2021).

Lebih teknis lagi, Kementerian Kesehatan melalui Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Siti Nadia Tarmizi menyebut angka kematian tidak lagi digunakan sebagai indikator penetapan PPKM lantaran ada data yang sifatnya tidak aktual atau real time.

Kementerian Dalam Negeri yang mengeluarkan ketentuan mengenai indikator penetapan PPKM sebagaimana diatur dalam Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKM Level 2, 3, dan 4 di Wilayah Jawa Bali selalu merujuk pada Indikator Penyesuaian Upaya Kesehatan Masyarakat dan Pembatasan Sosial dalam Penanggulangan Pandemi Covid yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, yakni yang telah disesuaikan dengan mengeluarkan perhitungan kematian (Kompas.com, 10 Agustus 2021).

Kontan saja, kebijakan menihilkan atau menghilangkan atau tidak menggunakan - meminjam kata yang digunakan pemerintah – angka kematian sangatlah aneh sekaligus mengundang beribu tanya.

Apakah angka kematian memang tidak begitu penting atau malah dianggap merusak citra capaian pemerintah yang dianggap berhasil mengendalikan pandemi?

Begitu burukkah atau malah mencemaskan dengan ribuan angka kematian akibat terjangan virus Covid?

Mengapa angka begitu menakutkan di saat era keterbukaan sudah tidak bisa ditutup-tutupi lagi?

Perbedaan angka kematian

Kalangan kedokteran yang diwakili Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Tjandra Yoga Aditama melihat indikator angka kematian masih diperlukan untuk menilai sitausi epidemologi atau penentuan level PPKM.

Persoalan distorsi data justru harus dibenahi mengingat angka kematian adalah indikator epidemologi yang bisa menilai penyakit di dunia (Kompas.com, 11 Agustus 2021).

Lebih khusus lagi dari pandangan ahli epidemologi di Pusat Kesehatan Lingkungan dan Populasi Griffith University Australia, Dicky Budiman, bahwa langkah penghapusan angka kematian bukan cuma salah dan keliru tetapi berbahaya.

Angka kematian adalah indikator kunci saat ada pandemi atau wabah, bukan saja untuk melihat intervensi di hulu tetapi juga untuk menilai derajat keparahan dari suatu wabah (Kompas.com, 11 Agustus 2021).

Dari data LaporCovid-19 – kelompok pemantau independen situasi corona - yang dikumpulkan dari 510 kabupaten dan kota hingga 7 Agustus 2021 menemukan 124.790 warga yang meninggal dengan status positif Covid-19.

Sementara itu, jumlah kematian positif Covid-19 yang diumumkan pemerintah pusat pada waktu yang sama sebanyak 105.598 orang. Artinya terdapat selisih 19.192 angka kematian. (Detik.com, 11 Agustus 2021).

Politik komunikasi dan eufemisme

Perbedaan pola pandang mengenai angka kematian, satu sisi dari kacamata birokrasi dan sisi yang lain dari kacamata kesehatan memang sulit untuk dipertemukan dalam aras yang sama.

Jika dalih pemerintah penghilangan angka kematian sebagai indikator penetapan wilayah PPKM karena alasan distorsi angka maka alasan ini hanya bersifat teeknikal semata.

Untuk menghilangkan distorsi tentu harus ada pembenahan dalam input data secara tepat waktu agar tidak terjadi penumpukan pelaporan.

Penghilangan angka kematian sebagai indikator tidak boleh bersifat permanen dan hanya bersifat temporer saja sembari menunggu selesainya pembenahan.

Sementara paradigma kalangan kesehatan dalam melihat angka kematian memang bersifat mutlak, tidak terkontaminasi dengan isu politik atau isu yang lain misalnya.

Angka kematian malah bisa dijadikan indikator sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam menangani pandemi.

Seperti halnya politik komunikasi yang dijalankan era Soeharto tidak ada istilah “kenaikan harga” tetapi yang ada hanyalah “penyesuaian harga”, saya memperkirakan nantinya akan ada revisi terminologi dari penghilangan angka kematian.

Revisi nantinya bisa menjadi “penghentian sementara” penggunaan angka kematian sebagai indikator. Semacam eufimisme untuk menghaluskan kata “penghilangan” angka kematian sebagai indikator setelah muncul keberatan dan protes dari berbagai kalangan.

Dampak dari penghilangan angka kematian sebagai indikator penanganan Covid memang terasa dampaknya bagi “turun kelas”-nya level beberapa kabupaten dan kota. Tercatat ada 26 kabupaten dan kota yang turun level (Kompas.com, 11 Agustus 2021).

Koherensi prinsip komunikasi

Dari cara pandang ilmu komunikasi, angka-angka termasuk angka kematian sekalipun adalah proses simbolik.

Menurut Susanne K Langer, salah satu kebutuhan pokok dari manusia adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang.

Manusia dengan kelebihannya berupa akal, adalah satu-satunya mahluk di muka bumi yang menggunakan lambang dalam kehidupannya.

Bahkan Ernst Cassier lebih menekankan lagi, keunggulan manusia atas mahluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum.

Akan lebih bijak jika silang sengkarut soal angka kematian apakah dihilangkan atau tetap dipertahankan, dikembalikan kepada sifat kehakikianya yakni sebagai pemenuhan kebutuhan untuk simbolisasi keilmuan yang bermanfaat untuk kemashalatan umat

Angka tidak bisa diabaikan begitu saja. Angka berhubungan dengan jiwa. Angka 1 diartikan “ada” dan angka 0 dimaknai kosong atau “tiada”.

https://nasional.kompas.com/read/2021/08/12/20043441/aadak-ada-apa-dengan-angka-kematian

Terkini Lainnya

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke