JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta menilai, perubahan istilah kebijakan penanganan pandemi justru membuat bingung masyarakat.
Hal itu ia sampaikan dalam menanggapi Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengaku tidak mudah menjelaskan tentang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berlevel ke masyarakat.
Menurut Sukamta, perubahan istilah dan kesulitan pemerintah menjelaskan kepada masyarakat justru menunjukkan kebijakan penanganan pandemi membingungkan dan tanpa arah.
"Mungkin hanya di Indonesia sering berganti istilah. Beberapa ahli khawatir Indonesia bisa masuk dalam jebakan pandemi, karena sejak awal kebijakan pemerintah membingungkan dan tanpa arah yang jelas, terlihat dari berganti istilah," kata Sukamta dalam keterangannya, Rabu (4/8/2021).
Diketahui pemerintah sempat menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan mewacanakan new normal.
Kemudian kebijakan penanganan pandemi berubah menjadi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), PPKM skala mikro, PPKM darurat, dan PPKM berlevel.
Sukamta menduga, sejak awal pandemi pemerintah kebingungan karena kebijakan penanganan tidak mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Ia menjelaskan, UU tersebut mengatur dua pendekatan besar dalam pengendalian wabah, yakni karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar.
"Ini kesannya pemerintah mengubah istilah yang sekarang ini disebut PPKM berlevel karena ingin menghindari kebijakan karantina yang diatur di UU," ujarnya.
Sukamta menduga, pemerintah tidak ingin dibebani dengan tanggungan kompensasi kepada masyarakat jika kebijakan karantina wilayah diterapkan.
Di sisi lain, ia menilai pemerintah selalu bimbang, mendahulukan kepentingan ekonomi atau kesehatan dalam penanganan pandemi.
Berdasarkan Pasal 55 ayat (1) UU Kekarantinaan Kesehatan, selama masa karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan ternak di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
"Akhirnya, banyak RS yang kolaps, kematian jumlahnya masih tinggi, dan ekonomi jeblok lagi," ucapnya.
Sukamta berharap, pemerintah menggunakan UU Kekarantinaan Kesehatan sebagai panduan.
Menurutnya, kepatuhan pada UU yang dibuat pada masa longgar, hasilnya akan lebih baik daripada keputusan sesaat pada kondisi buruk.
"Kita tentu tidak ingin semakin banyak rakyat yang menjadi korban pandemi. Pemerintah jangan lagi membuat istilah dan kebijakan yang membingungkan, yang bisa mengarah terjadinya jebakan pandemi," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani buka suara soal berubah-ubahnya istilah PPKM sebagai kebijakan pembatasan di masa pandemi.
Bendahara Negara itu mengakui, PPKM yang terdiri dari beberapa level tersebut sebetulnya ditentukan oleh beragam data teknikal.
Namun, kata dia, menjelaskan hal tersebut kepada masyarakat adalah hal yang tidak mudah.
"Seperti yang diumumkan mengenai PPKM yang dibagi menjadi 4 level. Menjelaskan 4 level (PPKM) ke masyarakat saja sesuatu yang teknikal dan tidak mudah," kata Sri Mulyani dalam Webinar Keterbukaan Informasi Publik di Jakarta, Selasa (3/8/2021).
https://nasional.kompas.com/read/2021/08/04/12315161/istilah-berubah-ubah-penanganan-pandemi-dinilai-membingungkan-dan-tanpa-arah