Salin Artikel

Karut-marut Pencairan Insentif Tenaga Kesehatan di Tengah Pandemi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pencairan insentif tenaga kesehatan menjadi persoalan yang tak kunjung usai. Masih banyak garda terdepan penanganan pandemi Covid-19 itu yang belum menerima haknya.

Padahal, akibat lonjakan kasus, beban mereka bertambah besar. Bahkan, tak sedikit dokter hingga perawat yang gugur.

Persoalan pencairan insentif ini tak hanya disebabkan lambatnya pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah.

Insentif tenaga kesehatan di daerah masuk dalam administrasi daerah yang sumbernya berasal dari biaya operasi kesehatan (BOK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) ataupun Dana Bagi Hasil (DBH).

Menurut data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per 20 Juli 2021, pencairan insentif baru mencapai Rp 245,01 miliar. Jumlah itu diberikan kepada 50.849 tenaga kesehatan.

Sementara itu, realisasi insentif yang berasal dari DAU/DBH baru mencapai 21 persen dari total anggaran Rp 8,1 triliun. Realisasinya yakni Rp 1,79 triliun diberikan kepada 23.991 tenaga kesehatan.

"Tentu masih sangat kecil dibanding tahun lalu, (insentif) nakes daerah (tahun lalu) 848.885 nakes. Yang dibayar sekarang baru 50.849 nakes, ditambah 23.991 nakes," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Rabu (21/7/2021).

Adapun untuk insentif yang berada dalam administrasi Kementerian Kesehatan, sudah dicairkan insentif senilai Rp 3,18 triliun kepada 413.360 nakes. Namun, masih ada tunggakan Rp 1,48 triliun kepada 200.500 nakes.

Menurut catatan LaporCovid-19, persoalan insentif tidak hanya berupa keterlambatan pencairan, tetapi juga pemotongan dana.

Kendala itu terjadi di berbagai daerah. LaporCovid-19 mencatat, sejak Januari 2021, aduan terkait insentif paling banyak dari Provinsi Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah.

Di Kota Tangerang misalnya, berdasarkan pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang Liza Puspadewi, Jumat (23/7/2021), insentif yang diberikan baru sampai pada periode Januari-Maret 2021.

Sedangkan di Kota Bekasi, insentif yang diberikan pada tenaga kesehatan baru sampai pada pada Desember 2020.

Menurut keterangan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Rabu (21/7/2021), Pemkot Bekasi belum mencairkan insentif periode Januari-Mei 2021 karena kendala kondisi keuangan.

Karut-marut pencairan

LaporCovid-19 mengungkap sejumlah hal yang diduga menjadi penyebab keterlambatan pemberian insentif.

Anggota Tim Advokasi Laporan Warga LaporCovid-19 Firdaus Ferdiansyah menjelaskan, ada tiga pihak yang bertanggung jawab dalam pencairan insentif, yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pihak fasilitas kesehatan.

Salah satu kendala insentif tidak segera dicairkan adalah karena sejak awal pemda tidak menganggarkan insentif, atau anggaran sudah habis untuk hal lain.

"Sehingga, terpaksa nakes tidak mendapatkan insentif dengan lancar," katanya saat dihubungi Kompas.com, Senin (26/7/2021).

Fasilitas kesehatan, lanjut Firdaus, juga bertanggung jawab terkait hal ini. Sebab, pengajuan insentif tenaga kesehatan dimulai dari fasilitas kesehatan itu sendiri.

"Kalau tidak ada pengusulan, maka tidak ada pencairan insentif. Misalnya, yang menangani Covid-19 ada 10 nakes, tapi yang diusulkan mendapat insentif hanya lima nakes, ya berarti yang dapat cuma lima itu," tutur dia.

Kendala lainnya terkait hal ini adalah tanggung jawab pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Kemenkes menjadi pihak yang berwenang dalam mencairkan insentif nakes di wilayah pusat.

"Kalau di rumah sakit swasta atau juga faskes lain yang jadi tanggung jawab Kemenkes biasanya kendalanya ada di antrean pencairan, jadi insentifnya telat dibayarkan, apalagi pencairan di 2021 ini," ungkap Firdaus.

Firdaus menuturkan, ketelambatan pencairan insentif juga dipengaruhi oleh kebijakan transfer insentif langsung ke rekening masing-masing tenaga kesehatan.

Proses ini memakan waktu cukup lama karena banyaknya jumlah tenaga kesehatan dan proses verifikasi data yang memakan waktu.

Akibatnya, terjadi antrean dan berujung pada penumpukan pembayaran.

"Sayangnya, pemegang kunci dari proses pembayaran insentif ini belum bisa bergerak cepat, apalagi butuh verifikasi beberapa kali. Mungkin jadi salah satu alasan juga ya akhirnya terlambat," kata Firdaus.

Teguran

Buntut dari persoalan tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegur 19 kepala daerah yang belum optimal merealisasikan anggaran penanganan pandemi, mulai dari belanja peralatan penanganan Covid-19 hingga pencairan insentif tenaga kesehatan.

Tito mengatakan, sebenarnya 19 pemerintah daerah itu memiliki uang, tetapi belum direalisasikan untuk kegiatan mengatasi Covid-19, termasuk insentif untuk tenaga kesehatan.

"Bapak Presiden sudah sampaikan agar realokasi yang menurut Menteri Keuangan 8 persen itu, dana bantuan opersional kesehatan tambahan, yang bisa digunakan dalam rangka penanggulangan Covid-19 realisasinya rendah. Termasuk insentif dana kesehatan yang menjadi prioritas Presiden," kata Tito, Sabtu (17/7/2021).

Surat teguran itu diberikan ke pemda provinsi Aceh, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat DI Yogyakarta, dan Bali.

Kemudian Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.

Setelah Mendagri melayangkan teguran, ternyata realisasi anggaran penanganan Covid-19 di sejumlah daerah meningkat. Peningkatan ini salah satunya berasal dari penambahan pencairan insentif.

"Di tanggal 17 Juli realisasi terhadap insentif tenaga kesehatan untuk tingkat provinsi sudah di angka 40,43 persen atau Rp 780,9 miliar," kata Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian, Senin (19/7/2021).

Kemendagri mencatat, terjadi kenaikan penganggaran insentif nakes lebih dari Rp 200 miliar dibandingkan dengan data 9 Juli 2021.

Dorong percepatan pencairan

Meski telah terjadi peningkatan pencairan insentif nakes, tetapi masih ada daerah yang belum merealisasikan.

Tito pun kembali meminta para kepala daerah segera mencairkan insentif tersebut. Ia mengatakan, insentif di daerah menjadi tanggung jawab pemda.

"Tolong insentif tenaga kesehatan ini baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten kota, provinsi untuk tenaga kesehatan yang menjadi tanggung jawab provinsi, kemudian tenaga kesehatan yang ada di kabupaten kota menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota ini segera untuk dicairkan," kata Tito dalam konferensi pers, Senin (26/7/2021).

Menurut Tito, Presiden Joko Widodo sangat memperhatikan insentif tenaga kesehatan.

Anggaran untuk insentif nakes telah dituangkan dalam komponen dana alokasi umum (DAU) di daerah-daerah. Dananya sudah ditransfer oleh Menteri Keuangan.

Oleh karena itu, tanggung jawab pencairan insentif kini berada di tangan pemda.

Kendati demikian, Tito menyebutkan, ada sejumlah provinsi yang telah mencairkan insentif nakes, seperti Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta, Jawa Barat, dan Gorontalo.

"Yang belum ya saya tunggu, kita tunggu. Ini adalah tanggung jawab kita untuk mendorong nakes mendapatkan insentifnya," tuturnya.

Imbauan serupa juga sebelumnya telah disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Bendahara Negara itu menyebutkan, insentif perlu segera dicairkan apalagi di tengah meningkatkan situasi pandemi ini.

"Ini sekali lagi kami akan minta kepada daerah untuk segera melakukan pencairan, terutama insentif nakes. Apalagi dalam situasi kenaikan Covid-19 yang melonjak cukup besar," kata Sri Mulyani, Rabu (21/7/2021).

Hal yang sama juga sempat diserukan oleh Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar. Ia mengingatkan pemda untuk tak menghambat pencairan insentif tenaga kesehatan.

"Segera cairkan insentif untuk para nakes. Mereka telah berjuang dengan mempertaruhkan nyawa untuk keselamatan kita semua. Jangan sampai pencairan insentif buat mereka dihambat," kata Muhaimin dalam keterangan tertulis, Kamis (22/7/2021).

https://nasional.kompas.com/read/2021/07/27/08295051/karut-marut-pencairan-insentif-tenaga-kesehatan-di-tengah-pandemi

Terkini Lainnya

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke