Sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo pada Selasa (20/7/2021), kebijakan itu akan berlaku hingga 25 Juli 2021.
Setelahnya, pemerintah berencana melakukan pelonggaran secara bertahap. Namun, hanya jika kasus Covid-19 sudah menunjukkan penurunan.
"Jika tren kasus terus mengalami penurunan, maka tanggal 26 Juli 2021, pemerintah akan melakukan pembukaan bertahap," kata Jokowi dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa.
Selama masa pelonggaran, pasar tradisional yang menjual kebutuhan pokok akan diizinkan beroperasi hingga pukul 20.00 dengan jumlah kapasitas pengunjung 50 persen.
Sementara, pasar tradisional yang tidak menjual kebutuhan pokok boleh beroperasi hingga pukul 15.00 dengan kapasitas pengunjung 50 persen.
Kemudian, usaha kecil mulai dari toko kelontong hingga cucian kendaraan, akan diizinkan buka sampai pukul 21.00.
"Pedagang kaki lima, toko kelontong, agen dan outlet voucher, laundry, pedagang asongan, bengkel kecil, cucian kendaraan dan usaha kecil lainnya yang sejenis diizinkan buka dengan protokol kesehatan ketat sampai dengan pukul 21.00," ucap Jokowi.
Selanjutnya, warung makan, pedagang kaki lima, lapak jajanan dan usaha sejenis diizinkan beroperasi hingga pukul 21.00.
"Diizinkan buka dengan protokol kesehatan ketat sampai pukul 21.00 dan maksimum waktu makan 30 menit," tutur presiden.
Lantas, bagaimana situasi Covid-19 di Indonesia saat ini?
1. Puluhan ribu kasus
Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 yang disampaikan pada Kamis (22/7/2021), angka kasus positif menurun dalam satu pekan terakhir.
Namun, penurunan kasus juga diikuti dengan turunnya jumlah testing atau pemeriksaan terhadap spesimen.
Data Satgas pada Kamis 15 Juli menunjukkan bahwa kasus positif mencapai 56.757 orang. Kemudian, Satgas mencatat 33.772 kasus positif pada Rabu, 21 Juli.
"Jika dilihat pada tujuh hari ke belakang, secara nasional, kasus positif mengalami penurunan sebesar 40 persen," ujar juru bicara Satgas, Wiku Adisasmito, Kamis (22/7/2021).
Pada Sabtu 17 Juli, jumlah pemeriksaan spesimen turun menjadi 251.392 sampel dan 192.918 sampel pada Minggu 18 Juli.
Data pemeriksaan spesimen makin turun pada Senin 19 Juli, yakni 160.686 sampel. Selanjutnya, 179.275 sampel pada Selasa 20 Juli dan 153.330 sampel pada Rabu 21 Juli.
Sementara, dalam tiga hari terakhir kasus Covid-19 masih menunjukkan jumlah yang sangat tinggi. Kasus positif bertambah hampir 50.000 orang.
Pada 22 Juli, kasus virus corona bertambah 49.509 orang. Sementara spesimen yang diperiksa mencapai 294.470 sampel.
Sehari setelahnya bertambah 49.071 kasus Covid-19 dengan pemeriksaan 274.246 spesimen. Lalu, pada 23 Juli kasus bertambah 45.416 dengan pemeriksaan 252.696 spesimen.
2. Angka kematian tinggi
Selain kasus positif yang masih tinggi, angka kematian pasien Covid-19 juga terus mengalami penambahan dalam jumlah besar.
Juru Bicara Satgas Wiku Adisasmito pada Kamis (22/7/2021) menyebut lonjakan angka kematian pasien terjadi setidaknya selama 7 hari terakhir. Sudah enam hari berturut-turut angka kematian melebihi 1.000 kasus per hari.
"Ini tidak bisa ditoleransi lagi karena ini bukan sekadar angka, di dalamnya ada keluarga, kerabat, kolega, dan orang-orang tercinta yang pergi meninggalkan kita," kata Wiku.
Kenaikan jumlah kematian, kata Wiku, terjadi di hampir seluruh provinsi di Pulau Jawa dan Bali, kecuali DKI Jakarta.
"DKI Jakarta per kemarin menunjukkan penurunan (angka kematian) yang signifikan dari 268 menjadi 95 kematian dalam sehari," ujarnya.
Data Satgas Penanganan Covid-19 menunjukkan, angka kematian pasien virus corona tiga hari terakhir hampir menyentuh angka 1.500 kasus dalam sehari.
Pada 22 Juli kasus kematian mencapai 1.449 orang. Lalu, pada 23 Juli ada 1.566 pasien Covid-19 meninggal dalam sehari.
Selanjutnya, pada 24 Juli tercatat 1.415 orang tutup usia akibat terpapar virus corona.
3. Tak buru-buru
Dengan adanya data-data tersebut, pemerintah diminta tak buru-buru melonggarkan PPKM Level 4.
Pengamat Kebijakan Publik Yanuar Nugroho menyebut PPKM sejatinya merupakan sarana untuk mengendalikan laju penyebaran virus karena membatasi mobilitas atau interaksi masyarakat.
"Ketika kita melakukan pengetatan tidak bisa kemudian buru-buru dilonggarkan hanya dalam waktu dua minggu," kata Yanuar dalam sebuah diskusi daring, Kamis (22/7/2021).
"Meskipun virus itu berperilaku secara biologis, tetapi penyebaran virus adalah hasil dari interaksi sosiologis," tuturnya.
Namun demikian, menurut Yanuar, apabila PPKM diperpanjang, terdapat sejumlah hal yang harus diperbaiki. Pertama, bantuan sosial harus segera disalurkan untuk masyarakat yang ekonominya terdampak pembatasan.
Kedua, angka pengetesan atau testing harus terus ditingkatkan. Sejak masa pandemi, testing belum pernah mencapai angka 500.000 per hari.
Belakangan, angka pengetesan justru merosot. Akibatnya, penambahan kasus Covid-19 seolah mengalami penurunan.
"Klaim bahwa angka kasus menurun sedangkan jumlah tes juga menurun, menurut saya ini problematik. Tentu saja kalau jumlah tes diturunkan maka kasus menurun," ucap Yanuar.
Selain itu, angka tracing atau penelusuran juga perlu ditingkatkan. Tracing ditingkatkan dengan setidaknya melacak 30 orang yang melakukan kontak dekat dengan pasien Covid-19.
Yanuar mengatakan, PPKM merupakan kebijakan hulu yang seharusnya mampu mendisiplinkan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Tidak hanya memakai masker, mencuci tangan, atau menjaga jarak, tetapi juga mencegah mobilitas.
"Penegakan di hulu itu mesti lebih kencang, mesti tegas. Tegas tidak berarti keras, apalagi kasar," ujarnya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/07/25/08143131/rencana-pelonggaran-ppkm-di-tengah-tingginya-kasus-covid-19-dan-angka