Hal itu, dikatakan Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyusul pelaporan yang dilakukan KPK terkait penyinaran laser ke Gedung Merah Putih pada 28 Juni 2021 lalu ke Polres Metro Jakarta Selatan.
"Pelaporan terhadap masyarakat sipil yang dilakukan oleh KPK ke Polres Jakarta Selatan akan dicatat sejarah sebagai bukti bahwa KPK di bawah komando Firli Bahuri benar-benar telah berubah menjadi lembaga otoriter dan bersikap anti kritik," kata Kurnia kepada Kompas.com, Selasa (20/7/2021).
Selain itu, menurut ICW, langkah pelaporan ke kepolisian juga kian menggambarkan ketidakmampuan KPK dalam menutupi skandal penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan.
Setidaknya, kata Kurnia, ada tiga alasan yang harus dilihat lebih lanjut menanggapi pelaporan KPK ke Polres Jakarta Selatan.
Pertama, Indonesia menganut sistem demokrasi yang telah dituangkan dalam Pasal 28 E Ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat."
"Jadi, pelaporan itu dapat dianggap sebagai upaya untuk memberangus demokrasi," ujar Kurnia.
Kedua, Pasal 20 UU KPK menyebutkan bahwa lembaga antirasuah tersebut bertanggungjawab kepada publik.
Maka dari itu, menurut Kurnia, semestinya aksi tersebut dipandang sebagai respons masyarakat atas problematika KPK yang harus dijawab, bukan justru melaporkan ke polisi.
Ketiga, pelapor yang diduga keras pegawai KPK telah melanggar kode etik, tepatnya Pasal 7 Ayat (2) huruf d Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 Tahun 2020.
Adapun PerDewas tersebut dinyatakan bahwa "Dalam mengimplementasikan Nilai Dasar Profesionalisme, setiap Insan Komisi dilarang: merespons kritik dan saran secara negatif dan berlebihan.".
"Untuk itu, Dewan Pengawas mesti segera bertindak menyikapi pelaporan ini," tutur Kurnia.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, laporan pelaseran ke Gedung Merah Putih KPK ke Polres Metro Jakarta Selatan tersebut telah dilayangkan oleh Biro Umum KPK.
"Benar, KPK melalui Biro Umum telah melakukan koordinasi dan pelaporan ke Polres Jakarta Selatan," kata Ali dalam keterangan tertulis, Senin (19/7/2021).
"Terkait dengan peristiwa penyinaran laser ke arah Gedung KPK pada tanggal 28 Juni 2021 sekitar pukul 19.05 WIB oleh pihak eksternal," ucap dia.
KPK menilai, aksi penyinaran laser tersebut memiliki potensi kesengajaan yang dapat mengganggu ketertiban dan kenyamanan operasional perkantoran KPK.
Apalagi, Gedung Merah Putih KPK merupakan objek vital nasional.
"Kami menilai telah ada potensi kesengajaan melakukan gangguan ketertiban dan kenyamanan operasional perkantoran KPK sebagai objek vital nasional," ucap Ali.
Ali mengungkapkan bahwa, petugas keamanan KPK dan pengamanan obyek vital dari Polres Jakarta Selatan yang berjaga saat itu telah melarang dan mengingatkan kepada pihak-pihak eksternal tersebut.
Namun, pihak yang menembakkan laser ke Gedung Merah Putih itu tetap melakukan aksinya, bahkan berpindah-pindah lokasi.
Selain itu, menurut Ali, kegiatan yang dilakukan pihak eksternal tersebut dilaksanakan di luar waktu yang ditentukan dan tidak memiliki izin dari aparat yang berwenang.
Oleh karena itu, KPK menyerahkan sepenuhnya kepada pihak Polres Jakarta Selatan atas pelaporan tersebut.
"Saat ini, kami serahkan sepenuhnya kepada pihak Polres Jakarta Selatan untuk menindaklanjutinya," kata Ali.
"Kami berharap kepada semua pihak untuk senantiasa tertib dan menjaga kenyamanan lingkungan," tutur dia.
Aksi tembak laser tersebut terjadi pada Senin (28/6/2021) malam. Para pengunjuk rasa menembakan laser membentuk sejumlah kalimat. Di antaranya "Berani Jujur Pecat".
Ada pula kalimat "Mosi Tidak Percaya" dan "Save KPK".
Pesan ini merupakan bagian dari aksi Greenpeace Indonesia dalam merespons berbagai isu terkait pemberantasan korupsi, mulai dari pemecatan 51 pegawai dalam polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) hingga upaya pelemahan KPK.
https://nasional.kompas.com/read/2021/07/21/05534541/tindakan-kpk-laporkan-aksi-tembakan-laser-dinilai-otoriter-dan-anti-kritik