JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR Arsul Sani meminta para pejabat pemerintah memperbaiki gaya maupun konten komunikasi publiknya di tengah lonjakan kasus Covid-19.
Arsul menyoroti ramainya komentar publik yang mempertanyakan, mengkritisi, apa yang ditangkap sebagai ketidakonsistenan konten komunikasi publik dari pejabat pemerintah.
"Misalnya apa yang ada di media terkait statement Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan soal Covid-19 terkendali dan kemudian disusul statement Varian Delta Covid-19 tidak terkendali. Juga soal statement bahwa pemerintah tidak menduga Covid-19 akan naik begitu cepat, tapi belakangan ada statement bahwa pemerintah sudah duga Covid-19 akan naik," kata Arsul dalam keterangannya, Sabtu (17/7/2021).
Tak sampai di situ, Arsul juga menyoroti adanya pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy soal darurat militer menghadapi Covid-19.
Menurutnya, meski pernyataan Muhadjir sudah dikoreksi oleh Kantor Staf Kepresidenan (KSP), pernyataan semacam itu harus diperbaiki agar tak terulang kembali ke depannya.
"Agar wibawa pemerintah lebih mudah terjaga, soal komunikasi publik jajaran pemerintahan, terutama konsistensi dan ketepatan kontennya harus diperbaiki," ujarnya.
Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga mengakui bahwa pemerintah sedang dan terus bekerja mengatasi pandemi Covid-19, meski harapan masyarakat agar pandemi menurun belum terpenuhi.
Menurut dia, di satu sisi, ikhtiar pemerintah tersebut juga tidak boleh dikecilkan.
"Namun, di sisi lain, jajaran pemerintahan juga jangan membuka ruang yang mengurangi apresiasi publik terhadap ikhtiar tersebut dengan konten dan gaya komunikasi publik yang tidak konsisten dan tidak pas," tegasnya.
Anggota Komisi III DPR ini menambahkan, beberapa bulan lalu dirinya juga sudah menyuarakan perlunya jajaran pemerintah tertentu memperbaiki komunikasi publiknya.
Ia melihat, komunikasi publik tersebut sempat membaik. Namun, ketika kurva keterpaparan Covid-19 naik tajam, justru problem gaya dan konten komunikasi publik muncul kembali.
Menurutnya, hal-hal seperti ini muncul karena karakter asli pejabat tertentu yang memang sulit untuk berubah.
"Ini bisa jadi muncul karena karakter asli pejabat tertentu yang sulit berubah, tapi menurutnya kalau urusan komunikasi publik ini tidak mau berubah, ya jangan berharap wibawa pemerintah akan tetap baik," kritik Arsul.
Sebelumnya, pejabat pemerintah terlihat membuat pernyataan terkait pengendalian pandemi Covid-19 yang berbeda-beda.
Berawal dari Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang menampik anggapan bahwa pandemi Covid-19 di Indonesia tak terkendali.
Ia mengklaim, berdasarkan data yang dimilikinya, Covid-19 di Indonesia sangat terkendali.
Tiga hari berselang, Luhut justru membuat pernyataan berbeda dengan menyebut bahwa pandemi tak bisa dikendalikan.
Hal itu tercermin dari pernyataannya bahwa virus corona varian Delta sulit dikendalikan.
Kemudian, dari pejabat berbeda, yaitu Menko PMK Muhadjir Effendy yang menyebut Indonesia sudah dalam situasi darurat militer menghadapi pandemi Covid-19.
Hal tersebut disampaikannya saat mengunjungi Hotel University Club UGM yang dijadikan shelter pasien Covid-19 di Yogyakarta, Jumat (16/7/2021).
"Sebetulnya pemerintah sekarang ini walaupun tidak di-declare, kita ini kan dalam keadaan darurat militer. Jadi kalau darurat itu kan ukurannya tertib sipil, darurat sipil, darurat militer, darurat perang. Nah sekarang ini sebetulnya sudah darurat militer," kata Muhadjir seperti dilansir Antara.
Situasi darurat militer dinilai sebagian publik membingungkan dan tidak cocok lantaran tidak berdasar hukum yang jelas.
Wakil Ketua Fraksi Parti Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta menilai, pernyataan Muhadjir yang menyebut istilah darurat militer dapat mengacaukan upaya penanganan pandemi secara komprehensif.
https://nasional.kompas.com/read/2021/07/17/14111511/kritisi-statement-covid-19-terkendali-pimpinan-mpr-minta-pemerintah-perbaiki