Salin Artikel

Polemik Vaksin Covid-19 Berbayar, dari Mulai Rapat KPC-PEN, Dikritik WHO, hingga Dibatalkan Jokowi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo akhirnya mencabut rencana vaksinasi Covid-19 secara gotong royong individu atau vaksinasi berbayar.

Langkah tersebut diambil untuk merespons banyaknya kritik dan masukan publik, termasuk Badan Kesehatan Dunia (WHO).

"Setelah mendapatkan masukan dan juga respons dari masyarakat, Presiden telah memberikan arahan dengan tegas untuk vaksin berbayar yang rencananya disalurkan melalui Kimia Farma semuanya dibatalkan dan dicabut," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (16/7/2021) malam.

Dengan demikian, Pramono memastikan, vaksinasi akan tetap digratiskan bagi seluruh masyarakat.

"Sehingga semua vaksin tetap dengan mekanisme yang digratiskan seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden sebelumnya," ujarnya.

Pramono menyebut, mekanisme vaksinasi gotong royong pun akan dilakukan seperti sedia kala. Perusahaan bakal menanggung seluruh biaya vaksinasi bagi karyawannya.

Sementara, karyawan perusahaan tak perlu membayar biaya vaksinasi alias gratis.

"Sehingga, dengan demikian mekanisme untuk seluruh vaksin, baik itu yang gotong royong maupun yang sekarang mekanisme sudah berjalan digratiskan oleh pemerintah," kata Pramono.

Sebelum kebijakan ini dicabut, vaksinasi berbayar mendapatkan banyak kritik dari berbagai pihak. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan menyebut program ini berpotensi diselewengkan.

Sementara itu, WHO menegaskan bahwa akses terhadap vaksin Covid-19 harus dibuka seluas-luasnya dengan prinsip pemerataan.

Berikut ini perjalanan kebijakan vaksinasi berbayar serta berbagai kritik yang disampaikan:

Berawal dari rapat KPC-PEN

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, rencana penerapan vaksinasi berbayar berawal dari rapat di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian pada 26 Juni 2021.

Rapat itu digelar atas inisiatif Komite Penanganan Covid-19 Pemulihan Ekonomi (KPC-PEN) untuk membahas program vaksinasi gotong royong yang dinilai lambat dan perlu ditingkatkan kecepatannya.

Melalui rapat tersebut, disepakati beberapa opsi untuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi gotong royong, di antaranya membuka ke rumah sakit yang juga memiliki program vaksinasi gratis pemerintah, memberikan kepada anak dan ibu hamil atau menyusui, serta membuka kepada individu.

Selanjutnya, pada 27 Juni 2021, Kementerian Kesehatan menggelar rapat internal dan menyiapkan draf Peraturan Menkes (permenkes) tentang Perubahan Kedua Permenkes Nomor 10 Tahun 2021.

Budi mengatakan, hasil rapat tersebut pun dibawa ke dalam rapat terbatas (ratas) kabinet pada 28 Juni 2021 untuk kembali dibahas. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang sekaligus sebagai Ketua KPC-PEN, memberi masukan.

Pada 29 Juni 2021, digelar rapat harmonisasi melibatkan kementerian/lembaga terkait antara lain Kemenko Perekonomian, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian BUMN, KPK, BPOM, dan BPJS Kesehatan.

Hasil rapat itu sepakat melakukan harmonisasi aturan lama mengenai vaksinasi gotong royong dengan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021.

Draf permenkes tersebut pun ditandatangani pada 5 Juli 2021 dan disampaikan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapat pengundangan.

Budi menjelaskan dana vaksin gotong royong berbayar ini tidak menggunakan anggaran negara, tetapi berasal dari BUMN dan perusahaan swasta.

Kebijakan vaksinasi individu berbayar itu akhirnya diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Permemkes Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Dalam permenkes baru itu diatur bahwa vaksinasi gotong royong adalah pelaksanaan vaksinasi Covid-19 kepada individu atau orang perorangan yang pendanaannya dibebankan kepada yang bersangkutan.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor HK.01.07/Menkes/4643/2021 tentang Penetapan Besaran Harga Pembelian Vaksin Produksi Sinopharm melalui Penunjukan PT Bio Farma (Persero) dalam Pelaksanaan Pengadaan Vaksin Covid-19 dan Tarif Maksimal Pelayanan Vaksinasi Gotong Royong, pemerintah memperbolehkan vaksin Covid-19 dijual dengan harga Rp 879.140 lewat klinik Kimia Farma dan fasilitas kesehatan swasta lainnya.

Ditunda oleh Kimia Farma

Kebijakan itu lantas mendapatkan kritik dari berbagai pihak. Namun, pihak Kimia Farma selaku eksekutor dari program ini akhirnya memutuskan untuk menunda pelaksanaan vaksinasi berbayar, yang sedianya mulai dilakukan pada 12 Juli 2021.

Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno Putro mengatakan, perseroan bakal menunda pelaksanaan vaksinasi berbayar hingga waktu yang tidak ditentukan.

“Kami mohon maaf karena jadwal Vaksinasi Gotong Royong Individu yang semula dimulai hari Senin, 12 Juli 2021, akan kami tunda hingga pemberitahuan selanjutnya,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin.

Ganti menjelaskan, keputusan tersebut diambil karena perseroan melihat tingginya respons dari berbagai pihak terkait pelaksanaan vaksinasi individu.

“Serta banyaknya pertanyaan yang masuk membuat manajemen memutuskan untuk memperpanjang masa sosialisasi vaksinasi gotong royong individu serta pengaturan pendaftaran calon peserta,” tuturnya.

Dianggap rawan diselewengkan

Ketua KPK Firli Bahuri menilai adanya potensi penyelewangan atau fraud dalam pelaksanaan vaksinasi gotong royong.

Dalam rapat koordinasi yang dihaddiri sejumlah menteri dan kepala lembaga, Firli mengungkap, potensi penyelewengan itu.

Adapun rapat koordinasi itu dihadiri antara lain Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir.

Selain itu, ada juga Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Muhammad Yusuf Ateh serta Jaksa Agung Sianitar Burhanuddin.

"Saya menyampaikan saran langkah-langkah strategis menyikapi potensi fraud jika vaksin mandiri dilaksanakan berbayar ke masyarakat serta vaksinasi selanjutnya. Saya tentu tidak memiliki kapasitas untuk membuat keputusan. Saya ingin tidak ada korupsi,” ujar Firli saat dihubungi Kompas.id pada Rabu (14/7/2021).

Meski demikian, ia menyampaikan, pihaknya sangat memahami permasalahan implementasi vaksinasi saat ini. Pihaknya pun mendukung upaya percepatan vaksinasi.

Namun, menurutnya, meski penjualan vaksin gotong royong individu melalui Kimia Farma sudah dilengkapi dengan permenkes, pelaksanaannya tetap berisiko tinggi dari sisi medis dan kontrol vaksin.

Begitu vaksinasi individu berbayar dibuka, kemungkinan besar akan muncul pengecer atau reseller.

”KPK sebenarnya tidak mendukung pola vaksin gotong royong melalui Kimia Farma karena efektivitasnya rendah, sementara tata kelolanya berisiko. KPK dorong transparansi logistik dan distribusi vaksin yang lebih besar,” kata Firli.

Dikritik WHO

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengkritik keras kebijakan Indonesia yang berencana memberikan opsi vaksin covid-19 berbayar kepada individu.

Kepala Unit Program Imunisasi WHO, Dr Ann Lindstrand mengatakan, setiap warga negara harus memiliki akses yang setara untuk vaksin Covid-19.

Apalagi, varian delta yang tengah membludak di Indonesia membutuhkan cakupan vaksin yang perlu menjangkau semua warga yang paling rentan.

Hal ini membuat kebijakan memberikan vaksin berbayar dinilai tidak tepat.

"Penting bahwa setiap warga negara memiliki kemungkinan yang sama untuk mendapatkan akses, dan pembayaran apapun dapat menimbulkan masalah etika dan akses (vaksin tersebut)," kata Ann dalam konferensi pers WHO dikutip Kompas.com, Jumat (16/7/2021).

Ann menuturkan, Indonesia bisa mengakses lebih banyak vaksin gratis dari kerja sama internasional seperti Covax Facility alih-alih memungut pembayaran dari vaksin Covid-19.

Adapun Covax Facility merupakan kerja sama di bawah WHO, yang bakal memberikan jatah vaksin secara cuma-cuma kepada negara yang membutuhkan.

Jika masalah anggaran jadi pemicu adanya vaksin gotong royong individu, Indonesia bisa mengakses fasilitas ini.

"Mereka memiliki vaksin yang gratis, hingga 20 persen dari populasi yang didanai oleh para penyandang dana kerjasama COVAX, yang membuatnya sama sekali tidak mungkin untuk mengambil pembayaran dalam perjalanannya," beber Ann.

Terkait biaya pengiriman dan biaya lain-lain yang membebani, seperti biaya transportasi, logistik, hingga tempat penyimpanan vaksin, Indonesia bisa mengakses pendanaan dari berbagai lembaga internasional.

"Jadi dananya jangan terlalu banyak. Yang penting di sini adalah bahwa setiap orang memiliki hak dan harus memiliki hak akses ke vaksin ini terlepas dari masalah keuangan," tandas Ann.

https://nasional.kompas.com/read/2021/07/17/07062371/polemik-vaksin-covid-19-berbayar-dari-mulai-rapat-kpc-pen-dikritik-who

Terkini Lainnya

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke