"Ini kebijakan yang tidak Pancasilais karena mencederai rasa keadilan! Dalam kondisi pandemi seperti ini dapat semakin menyengsarakan rakyat," kata Syaikhu dalam keterangan tertulis, Jumat (11/6/2021).
Menurut Syaikhu kebijakan tersebut justru dapat memperbesar ketimpangan ekonomi antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin.
Sebab, ketika pemerintah merencanakan pengenaan PPN pada sembako, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan peringanan pajak korporasi serta pembebasan pajak mobil mewah.
Syaikhu pun meminta pemerintah untuk memiliki rasa empati dengan kondisi masyarakat yang tengah sulit akibat pandemi.
"Di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit karena pandemi, pajak sembako akan semakin mencekik ekonomi dan daya beli masyarakat bawah," kata dia.
Ia juga mengingatkan pemerintah agar mengkaji risiko rencana kebijakan tersebut secara komprehensif sebelum melemparnya ke publik dan mengajukannya ke DPR.
"Harus dikaji betul dampak dari kebijakan tersebut sebelum dilemparkan ke publik dan DPR RI. Karena ini akan sangat mempengaruhi kredibilitas dan trust publik ke pada pemerintah," ujar Syaikhu.
Informasi mengenai dikenakannya PPN terhadap sembako diketahui berdasarkan bocoran draf perubahan kelima atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Aturan tentang PPN sebelumnya telah diubah dalam UU Cipta Kerja, yang menggantikan sejumlah ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 1983 terkait PPN
Dalam UU Cipta Kerja, diatur bahwa perubahan Pasal 4A UU Nomor 8 Tahun 1983 masih memasukkan "barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak" dikecualikan dari PPN.
Namun, Pasal 44E dalam draf perubahan kelima UU Nomor 6 Tahun 1983 itu menghapus sembako dikecualikan dari pengenaan PPN.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/11/16521661/soal-rencana-pengenaan-ppn-pada-sembako-presiden-pks-mencederai-rasa