Salin Artikel

In Memoriam Mochtar Kusumaatmadja: Dari Wawasan Nusantara, Konflik Indocina, hingga Pengusaha Mental "Sekali Pukul"

MOCHTAR Kusumaatmadja meninggal pada Minggu (6/6/2021). Siapakah tokoh kelahiran 17 Februari 1929 ini? Apa pula rekam jejaknya?

Bagi generasi 80-an, nama Mochtar adalah salah satu yang dihafal luar kepala ketika bicara kabinet pemerintahan. Pada kurun itu, nama dia dua periode berturut-turut tercetak sebagai Menteri Luar Negeri.

Namun, jejak Mochtar bukan baru bermula di situ. Arsip Kompas mendapati, berita yang menyebut nama Mochtar pertama kali tayang pada 22 September 1966.

Waktu itu, dia kandidat kuat Rektor Universitas Padjajaran (Unpad) bersama Soeria Atmadja. Namun, Soeria yang terpilih dan kemudian menjadi rektor untuk kurun 1966-1973.

Belakangan, Mochtar menjadi Rektor Unpad juga, yaitu pada 1973-1974. Singkat saja, karena dia lalu menjadi Menteri Kehakiman—departemen yang kini adalah Kementerian Hukum dan HAM. 

Mochtar dilantik menjadi Menteri Kehakiman pada 22 Januari 1974. Serah terima jabatan dilakukan pada 23 Januari 1974, yang diberitakan di harian Kompas sehari kemudian.

Saat dilantik jadi menteri, dia masih merangkap jabatan sebagai Rektor Unpad. Buat sementara.

Mochtar menjadi Menteri Kehakiman hingga 1978. Bukan lalu keluar kabinet juga.

Dia pindah posisi menjadi Menteri Luar Negeri, bahkan untuk kurun lebih lama, yaitu dua periode pada 1978-1988. Inilah kenapa anak 80-an hafal benar namanya.

♦ Jejak Mochtar sebagai Menteri Kehakiman

Empat tahun menjadi Menteri Kehakiman, ada sejumlah jejak signifikan Mochtar wariskan. Pertama, konsep soal Wawasan Nusantara.

Konsep Wawasan Nusantara digulirkan sejak Deklarasi Djuanda pada 3 Desember 1957. Mochtar sudah terlibat di sini.

Saat dilantik menjadi Menteri Kehakiman pada 1974, dia tengah berjibaku mempersiapkan delegasi Indonesia untuk Konferensi Hukum Laut di Caracas, Venezuela, pada Juni 1974.

Perjuangan Mochtar tentang konsep ini berlanjut berdekade-dekade kemudian. Upayanya membuahkan hasil berupa pengakuan internasional atas konsep tersebut pada 1982.

Wawasan Nusantara yang prinsipnya adalah konsep tentang negara kepulauan diakui internasional dalam Konferensi Hukum Laut pada 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaika.

Kedua, kepemimpinan Mochtar di Kementerian Kehakiman adalah yang mewujudkan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Malaysia. Ini merupakan perjanjian ekstradisi pertama yang ditandatangani dalam sejarah hukum Indonesia.

Kesepakatan tentang ekstradisi ini ditandangani Mochtar sebagai Menteri Kehakiman Indonesia dan Tan Sri Abdul Kadir bin Yussof sebagai Jaksa Agung Malaysia, pada 7 Juni 1974.

Berita soal rencana perjanjian ekstradisi Indonesia-Malaysia telah tayang di harian Kompas sejak 20 Maret 1974. Sehari sebelumnya, Mochtar menerima delegasi Malaysia. Dalam pertemuan itu, Jaksa Agung Malaysia masih Tan Sri Saleh Abas. 

Satu lagi jejak penting Mochtar semasa menjadi Menteri Kehakiman adalah revisi UU Kewarganegaraan. Produk UU Kewarganegaraan pada masa kepemimpinannya—yaitu UU Nomor 3 Tahun 1976—bertahan tiga dekade.

UU tersebut menggantikan UU Nomor 62 Tahun 1958, berlaku tiga dekade sesudah itu, dan baru pada 2006 diganti menjadi UU Nomor 12 Tahun 2006.

♦ Jejak Mochtar sebagai Menteri Luar Negeri

Periode jabatan Mochtar sebagai Menteri Luar Negeri itu adalah kelindan dari Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang berimbas ke hampir seluruh bagian Bumi.

Ini juga era puncak konflik Indocina, perseteruan berjilid-jilid di Timur Tengah, keriweuhan geopolitik buntut integrasi Timor Timur yang jadi bahan cek ombak menguji sikap Indonesia dari waktu ke waktu, serta pendewasaan ASEAN dan Gerakan Non-Blok.

Meski tak jadi nuansa terkuat untuk pos kementeriannya, periode jabatan Mochtar pun merupakan era surutnya era kejayaan minyak (oil boom) yang turut dinikmati Indonesia sejak 1970-an. Tantangan ekonomi jadi isu sensitif baru.

Capaian besar pertama Mochtar sebagai Menteri Luar Negeri tentu saja meloloskan konsep Wawasan Nusantara sebagai kesepakatan internasional pada 1982.

Indonesia kemudian meratifikasinya menjadi UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Hukum Laut. 

Bila batas laut teritorial 12 mil dari titik terluar wilayah terluar masih menjadi bagian suatu negara relatif diterima, konsep yang ditawarkan Indonesia tentang nusantara alias negara kepulauan adalah hal baru di dunia internasional.

Dengan konsep ini, tak ada lagi area "bolong" di antara pulau-pulau karena jarak mereka melebihi ketentuan laut teritorial di suatu negara kepulauan seperti Indonesia. 

Pengakuan peran Mochtar dalam pengakuan internasional atas konsep Wawasan Nusantara ini pun datang dari Presiden Joko Widodo, antara lain termuat dalam pengantar Presiden di buku Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusumaatmadja.

Mochtar juga adalah Menteri Luar Negeri yang menjembatani pembaruan perjanjian perdagangan pertama antara Indonesia dan Vietnam. Ini diberitakan harian Kompas pada edisi 5 Januari 1978. Kesepakatan sebelumnya diteken pada 1957.

Waktu itu dia masih menjadi Menteri Luar Negeri ad interim, merangkap posisi Menteri Kehakiman. Mochtar definitif menjadi Menteri Luar Negeri barulah pada 31 Maret 1978.

Mochtar juga meloloskan UU Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dan Thailand, saat itu masih bernama Muangthai, yaitu pada 1978. Kesepakatan ekstradisi kedua negara sebelumnya telah disepakati pada Juni 1976.

Persetujuan DPR untuk menuangkan kesepakatan itu menjadi UU diberitakan harian Kompas edisi 16 Februari 1978. Di dalamnya tercakup 27 jenis kejahatan yang dapat dilakukan ekstradisi, diatur dalam 18 pasal UU.

Salah satu klausul yang diatur adalah ekstradisi tidak dapat dilakukan bila negara yang diminta menyatakan kejahataan seseorang masuk kategori kejahatan politik. Meski demikian, pembunuhan atau percobaan pembunuhan kepala negara dinyatakan bukan sebagai kejahatan politik. 

Di situ Mochtar menjawab pertanyaan anggota DPR, pembunuhan atau percobaan pembunuhan kepala negara adalah kejahatan pidana biasa. "Dasarnya adalah KUHP kita," ujar dia.

Saat Mochtar menjadi Menteri Luar Negeri pula upaya pemulihan hubungan Indonesia dengan Republik Rakyat China (RRC) dimulai.

Di antara syarat utama pemulihan hubungan Indonesia (RRC) adalah tak boleh campur tangan urusan dalam negeri masing-masing dan tiada lagi dwi-kewarganegaraan bagi warga keturunan China.

Dalam perjalanannya, pembukaan perdagangan langsung antara Indonesia dan China mendahului pemulihan hubungan diplomatik kedua negara. Pembicaraan soal hubungan dagang langsung ini menjadi isu di awal 1985.

Rencana pemulihan yang disebut cuma soal waktu itu diungkap Mochtar seusai dilantik menjadi Menteri Luar Negeri pada Kamis (31/3/1978) dan diberitakan harian Kompas edisi Jumat (1/4/1978).

Pemulihan hubungan diplomatik Indonesia dengan Kamboja dan Kuba terjadi pula di era Mochtar menjadi Menteri Luar Negeri.

Konflik Indocina, yang melibatkan RRC, Vietnam, dan Kamboja, terjadi pada kurun 1978-1979, pun merupakan salah satu agenda Mochtar dan para menteri luar negeri ASEAN semasa.

Istilah "manusia perahu" pun muncul dari sini, untuk menyebut para pengungsi dari wilayah konflik yang kebanyakan datang menumpang perahu.

Salah satu kontribusi Indonesia adalah menyediakan lokasi transit pengungsi Indocina. Semula, pengungsi ditempatkan sementara di Riau, lalu ke Pulau Galang, sebelum ada negara lain siap menerima mereka. 

Konflik Indocina ini berlarut-larut hingga beberapa tahun ke depan. Ketika sorotan atas konflik Lebanon, Iran-Irak, dan Palestina meningkat pada 1984 pun, konflik Indocina masih berlanjut, termasuk diwarnai ketegangan antara Amerika Serikat dan Vietnam di dalamnya.

Pada akhirnya Indonesia dan ASEAN berurusan panjang dengan konflik Indocina ini, termasuk mengkritik Gerakan Non-Blok yang dinilai tak punya sikap tegas soal invasi Vietnam.

Indonesia dan ASEAN pun menginisiasi International Conference on Kampuchea (ICK) untuk mencari solusi atas konflik Indocina terutama tentang nasib Kamboja.

Juwono Sudarsono yang di kemudian hari menjadi Menteri Pertahanan, mengupas konflik Indocina di rubrik opini Kompas edisi 27 Februari 1985.

Langkah yang dimungkinkan dipilih negara-negara dalam perseteruan itu dikupas, termasuk terbawa-bawanya Thailand yang berbatasan wilayah darat dengan Vietnam dan Kamboja.

Belakangan, Mochtar melontarkan usul solusi konflik Indocina dengan mengembalikan keputusan langkah pada rakyat Kamboja. Bagaimana pun, kata dia, ini semua bermula dari konflik internal Kamboja yang lalu masing-masing kubu meminta sokongan dari negara lain.

Usul Mochtar ini dilabeli sebagai "cocktail party", tapi hanya mengundang semua unsur yang berseteru di Kamboja, sekalipun dilakukan di negara lain.

Sebelumnya, sudah ada semacam usulan itu datang dari Pangeran Norodom Sihanouk, tetapi melibatkan semua negara dan organisasi yang selama ini terbawa-bawa konflik ini.

ASEAN atas inisiasi Malaysia pun sempat menyodorkan "proximity talks" sebagai upaya mengakhiri konflik tersebut.

Solusi konflik Indocina merujuk pada usul Sihanouk yang diajukan lewat delapan pasal sempat jadi harapan baik. Indonesia menjadi lokasi pertemuan dan tidak berkeberatan dengan usul yang tertolak, sebagaimana diberitakan harian Kompas edisi 29 April 1986. 

Itu pun tak lalu benar-benar jadi solusi. Hingga menjelang akhir 1987, konflik ini belum memperlihatkan akhir.

Berlarut-larutnya konflik Indocina sampai membuat Indonesia sempat mengeluarkan ancaman mundur dari posisi interlokutor ASEAN, seperti diberitakan Kompas edisi 29 Agustus 1987.

Hingga Mochtar digantikan Ali Alatas di posisi Menteri Luar Negeri pada Maret 1988, konflik Indocina tak reda. Solusi yang disodorkan Mochtar soal penentuan nasib sendiri oleh rakyat Kamboja menjadi pilihan di saat-saat terakhir jabatan Mochtar, tapi tarik ulur ada saja sehingga semua tetap tertunda.

Naik turun Gerakan Non-Blok terkait situasi politik Kuba juga terjadi semasa Mochtar menjadi Menteri Luar Negeri. Ada isu Kuba yang mendapat dukungan Uni Soviet untuk tengil di kawasan Amerika Selatan, jadi salah satu pemicu naik turun gerakan ini.

Ini setidaknya pernah mengemuka dalam pemberitaan harian Kompas edisi 21 Juli 1978. Untung, kekhawatiran retaknya gerakan itu tak terjadi, merujuk artikel harian Kompas edisi 4 Agustus 1978. Namun, Kuba mencoba main kayu lagi pada 1979.

Saat digantikan Ali Alatas, Mochtar masih mengemukakan keinginan Indonesia untuk menjadi tuan rumah KTT ke-9 Gerakan Non Blok. Namun, pertemuan pemimpin negara-negara anggota gerakan itu akhirnya digelar di Yugoslavia pada 4-7 September 1989.

Pembahasan soal markas besar ASEAN, yang kini ada di bilangan Jakarta Selatan, terjadi semasa pula di masa Mochtar menjadi Menteri Luar Negeri, sebagaimana diberitakan harian Kompas edisi 8 April 1978.

Rumusan kedudukan Sekjen ASEAN disepakati pada Kamis (14/9/1978) dan diberitakan Kompas pada 15 September 1978.

Pada edisi 8 Agustus 1984, harian Kompas mengangkat wawancara khusus dengan Mochtar yang membahas soal posisi ASEAN yang jadi diperhitungkan di peta politik dunia, menyusul sikap ASEAN atas konflik Indocina.

Isu Timor Timur juga "pekerjaan rutin" Mochtar dari tahun ke tahun selama menjadi Menteri Luar Negeri. Namun, pada 1984 persoalan yang ditudingkan ke Indonesia tentang wilayah ini bergeser.

"Jadi rupanya masalah integrasi sudah mereka anggap sebagai suatu fakta," kata Mochtar, Jumat (10/8/1984), sebagaimana tayang di harian Kompas edisi 11 Agustus 1984 dalam artikel berjudul Masalah Timor Timur: Bergeser, dari Persoalkan Integrasi ke Soal Hak Asasi.

Isu Timor Timur pun rupanya sempat menjadi alasan ketegangan tipis-tipis dengan Papua Nugini, negara yang berbatasan darat dengan Indonesia. Selama beberapa tahun, persoalan yang ada adalah soal pelintas batas.

Namun, di paruh kedua 1984, situasi Timor Timur seperti diembus-embuskan pula bak cek ombak untuk Papua Nugini. Mochtar sampai meminta Papua Nugini untuk tak terpengaruh hasutan, sebagaimana dimuat di harian Kompas edisi 20 Oktober 1984.

Persoalan Timor Timur pun menggoyang lagi Gerakan Non-Blok pada 1985. Mochtar pun meminta negara-negara anggota untuk menjaga gerakan ini, jangan sampai terhenti oleh perselisihan, sebagaimana diberitakan Kompas edisi 7 September 1985.

Sebuah cerita lain tentang Mochtar "nyempil" di harian Kompas edisi 25 Agustus 1985, ketika dia menjadi Menteri Luar Negeri.

Dalam rubrik Nama & Peristiwa pada edisi tersebut, Kompas mengungkap dua rahasia Mochtar. Itu adalah soal cat rambut andalannya dan cincin yang dibilang bagus oleh banyak orang tapi dia sendiri butuh waktu untuk ngeh ketika diminta memperlihatkan "cincin bagus" itu.

Cerita ini pun lalu relevan pula dengan selera humor Mochtar. Saat dicecar wartawan Australia tentang ancaman militer Indonesia pada kurun 1980-an, dia menjawab lugas, "Do I look dangerous?"

Kisah di atas yang mencairkan hubungan diplomatik Indonesia-Australia diungkap oleh mantan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, yang juga adalah sepupu Mochtar, dalam buku Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusumaatmadja.

Mochtar pun sosok yang mengakui diri sebagai eksentrik dan suka berkelakar, dengan bersandar bahwa dia lahir di bawah naungan bintang aquarius dalam astrologi.

Dia bahkan menyebut, kalaupun kementeriannya dianggap rusak dan tolol, itu tak perlu ditanggapi dengan kecil hati. Dia merujukkan pernyataannya ini pada sosok Kabayan dalam khasanah literasi Sunda.

Si Kabayan, kata dia, selalu dianggap tolol, suka berkelakar, dan malang. Namun, ternyata si Kabayan justru selalu benar dan bijaksana.

"Karena itu kalau ada orang Sunda dikatakan tolol, tak perlu kecil hati," ujar dia Kamis (9/9/1982), seperti dikutip harian Kompas edisi 12 September 1982. 

♦ Jejak langkah lain

Selain lekat dengan dunia hukum dan diplomasi, terutama terkait dengan hukum laut, Mochtar juga dikenal punya perhatian mendalam soal kebudayaan.

Tak kurang dari mendiang Jakob Oetama, pemimpin tertinggi Kompas Gramedia yang mangkat pada 9 September 2020, angkat topi untuk Mochtar. 

Dalam pengantar buku Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusumaatmadja, Jakob sampai menyitir tulisan wartawan Kompas, August Parengkuan, yang membuat beliau ngeh soal sisi kebudayaan yang ditekuni Mochtar. 

Tulisan tersebut antara lain mengupas soal polemik kalangan tradisionalis dan modernis tentang kebudayaan nasional, lewat judul Ahli Hukum Laut yang Jadi Pemikir Kebudayaan.

Terungkap pula latar keilmuan dan minat Mochtar selain bidang hukum laut.

Polemik yang terus berkelindan antara kalangan tradisionalis dan modernis soal kebudayaan selama sekian dekade itu disebut Mochtar sebagai tak produktif. 

"Saya di situ muncul. Saya katakan, sebetulnya tidak usah ada pertentangan, karena kebudayaan nasional itu sebetulnya belum ada, masih dalam proses," ungkap Mochtar dalam wawancara di artikel tersebut. 

Selama kebudayaan nasional masih dalam proses pembentukan, lanjut Mochtar, kebudayaan daerah merupakan dasar yang dapat kita gunakan sebagai dasar sekaligus bagian dari perbendaharaan kebudayaan nasional. 

Berikutnya, pendekatan kebudayaan pun Mochtar tawarkan menggunakan konsep Wawasan Nusantara. Karena, kata dia, Wawasan Nusantara sejatinya adalah konsep persatuan dan kesatuan yang sudah disesuaikan dengan kenyataan kita sebagai nusantara.

"(Wawasan Nusantara itu adalah) suatu konsepsi kebudayaan nasional, dimana setiap ekspresi budaya daerah betapa pun kecilnya kelompok dari mana dia berasal tidak menjadi persoalan," tegas Mochtar. 

Dari situ, lanjut Mochtar, kalau kebudayaan daerah itu memang bagus maka menjadi kebudayaan nasional.

"Jadi, ukurannya kualitas dan apakah bermanfaat bagi seluruh bangsa," ungkap Mochtar. 

Bahasa Indonesia menjadi contoh yang diambil Mochtar sebagai implementasi perspektifnya soal kebudayaan tadi. 

Berasal dari Melayu Riau dengan penduduk yang jumlahnya relatif tak banyak, Bahasa Indonesia justru menjadi bahasa nasional.

"Karena semua bisa omong dalam bahasa (Melayu) itu karena sudah menyebar—karena orang Melayu itu pelaut—dan juga demokratis, tidak macam-macam.... bahasa Melayu sebagai bahasa nasional. Bukan bahasa Jawa (yang dipilih, meski penduduknya banyak)."

Mochtar pun mengutip mantan Menteri Luar Negeri periode 1953-1955, Soenario, yang hadir saat Sumpah Pemuda, tentang proses terpilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa nasional.

"Bahasa Melayu dengan sadar dipilih karena mudah dimengerti," kutip Mochtar. 

Masih seputar kebudayaan, Mochtar menjelang akhir masa jabatan sebagai Menteri Luar Negeri pun sempat mengkritik mentalitas bangsa Indonesia yang terlalu menerima, jarang menuntut hak, tetapi juga gemar berpesta. 

Bagi Mochtar, ketika kesadaran atas hak ini telah merata, tak akan ada satu pun pemimpin yang seenaknya memberikan kewajiban kepada masyarakat tanpa memberikan hak yang layak.

Dengan itu, pemimpin akan meningkatkan diri sebagai pemimpin yang diharapkan masyarakat. 

Kritik soal pesta itu diawali dengan teguran soal kurangnya orang Indonesia punya perencanaan soal hidup. 

"Cara hidup seperti ini adalah seperti ayam, lahir lalu asal hidup dan kemudian mati," tegur Mochtar, Minggu (5/4/1987), seperti tayang di harian Kompas edisi 6 April 1987.

Bila berlanjut, kualitas semacam itu bukanlah kualitas manusia pembangunan. Dia pun menyebut diri sebagai manusia biasa-biasa saja tetapi perencanaan yang baiklah yang membuat dia sampai ke capaian-capaian hidup melampaui orang-orang yang tak punya perencanaan.

Mochtar pun mengingatkan ada banyak sifat baik yang sebenarnya ada di manusia Indonesia, seperti rajin dan jujur. Dia pun meminta orang Indonesia tak takut dengan budaya asing seolah itu ancaman. Bagi Mochtar, kebudayaan Indonesia tidak akan hilang tetapi justru akan berkembang dengan kehadiran kebudayaan asing.

Mochtar juga adalah orang yang bersuara keras terhadap pengusaha yang dia sebut bermental "sekali pukul". Ini dia terakan untuk pengusaha yang ingin mendapatkan untung langsung besar saja. Dia pun menyebut para pengusaha ini masih kurang bermentalitas bisnis.

Komentar Mochtar yang dimuat Kompas edisi 11 Juni 1981 itu bahkan kemudian dibenarkan oleh Mahaguru Ilmu Sosiologi UGM, Soedjito Sosrodihardjo.

Dalam artikel harian Kompas edisi 17 Juni 1981, Soedjito malah menambahkan, pengusaha Indonesia sering kurang cermat menjaga mutu, kualitas, dan waktu kirim, serta kurang kemauan bekerja sama.

Oleh Soedjito, tantangan para pengusaha Indonesia adalah kedisiplinan diri agar selalu bekerja tertib dan tidak semrawut. Adapun kurangnya kemauan bekerja sama menurut Soedjito terkait dengan budaya kemiskinan.

"Orang miskin lebih bersikap saling curiga-mencurigai. Ini terjadi pula dalam kalangan pengusaha, mereka sulit bekerja sama karena curiga rekannya mungkin bermain di belakang," tutur Soedjito.

Soedjito pun mengkritik kebiasaan kita menggunakan perantara saat berbisnis. Risiko menggunakan perantara, mereka yang akan menentukan harga berdasarkan kualifikasi yang mereka bikin. 

"Kita (sekarang) berusaha menembus langsung pasaran dunia, tanpa perantara. Sayangnya, pola kerja kita tetap gaya lama. Segala macam barang kita kirim begitu saja. Tentu, beberapa ditolak di pasaran dunia," papar Soedjito. 

Lontaran Mochtar soal pengusaha bermental "sekali pukul" ini pun kemudian menjadi topik tajuk harian Kompas edisi 18 Juni 1981. 

Apakah mentalitas ini masih terjadi saat ini? 

Tentu, rekam jejak Mochtar tidaklah sependek tulisan ini. Nina Pane saja butuh 514 halaman buku untuk menuangkan kisah Mochtar dalam Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusumaatmadja, yang belum tentu pula telah benar-benar mengungkap segalanya.

Selamat jalan, Prof. Sampai jumpa di kehidupan yang lain....

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

Catatan:
Semua arsip Kompas dapat diakses publik melalui layanan Kompas Data.

 

https://nasional.kompas.com/read/2021/06/07/10313161/in-memoriam-mochtar-kusumaatmadja-dari-wawasan-nusantara-konflik-indocina

Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke