Salin Artikel

77 Guru Besar Antikorupsi Minta Jokowi Batalkan Pelantikan Pegawai KPK Jadi ASN Besok

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Guru Besar Antikorupsi meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunda pelantikan para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) yang dijadwalkan Selasa (1/6/2021) besok.

Hal itu tertuang dalam surat yang didukung oleh 77 Guru Besar Antikorupsi di Indonesia, di antaranya Guru Besar FH UNPAD Prof Atip Latipulhayat, Guru Besar FH UGM Prof Sigit Riyanto, dan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Prof Azyumardi Azra.

"Kami berharap agar Presiden Joko Widodo menarik pendelegasian kewenangan pengangkatan ASN dari KPK karena terdapat sejumlah persoalan hukum yang belum terselesaikan," kata Guru Besar FH UNPAD Prof Atip Latipulhayat, dalam keterangan tertulisnya, Senin (31/5/2021).

Atip menyampaikan, Koalisi Guru Besar Antikorupsi ingin Jokowi membatalkan rencana pelantikan para pegawai menjadi ASN, yang akan dilaksanakan Selasa besok.

"Membatalkan rencana pelantikan pegawai KPK menjadi ASN yang sedianya dilakukan pada tanggal 1 Juni 2021," ujarnya.

Selain itu, para Guru Besar Antikorupsi juga mendesak Jokowi agar bisa mengangkat seluruh pegawai KPK menjadi ASN.

Hal itu tertuang dalam pasal 3 ayat (1) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

"Mengangkat seluruh pegawai KPK menjadi ASN," kata Atip.

Para Guru Besar Antikorupsi, kata Atip, menilai adanya polemik TWK ini akan mengganggu proses penanganan perkara besar.

Beberapa di antaranya seperti kasus Bansos Covid-19, suap benih lobster, hingga suap Ditjen Pajak.

"Sebagaimana diketahui, mayoritas pegawai yang diberhentikan berprofesi sebagai Penyelidik dan Penyidik yang sedang menangani sejumlah perkara. Mulai dari suap pengadaan bantuan sosial di Kementerian Sosial, suap benih lobster, korupsi KTP-Elektronik, suap di Direktorat Pajak, dan lain sebagainya," ucap dia.

"Tentu konsekuensi logis dari hasil penyelenggaraan TWK, para penyelidik dan penyidik tersebut tidak bisa menangani perkara itu," tambahnya.

Para guru besar itu juga berpendapat bahwa polemik TWK ini juga membuat citra KPK menjadi turun di mata publik.

Pasalnya, Atip menyebut, setidaknya ada 8 lembaga survei menunjukkan KPK sudah tidak lagi menjadi lembaga paling dipercaya publik sepanjang tahun 2020.

Atip pun memprediksi di masa depan ekspektasi publik kepada KPK akan semakin merosot.

"Berangkat dari poin ini lalu mengaitkan dengan kekisruhan TWK, dapat dipastikan pada tahun-tahun mendatang ekspektasi publik akan semakin merosot tajam pada KPK. Ditambah dengan berbagai permasalahan yang kerap diperlihatkan oleh Pimpinan KPK itu sendiri," sambungnya.

Lebih lanjut, Atip juga menilai polemik ini akan memicu penurunan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia. Diketahui, IPK Indonesia mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2020.

Atip berharap polemik TWK sebagai alih status pegawai KPK menjadi ASN dapat diakhiri agar pelaksanaan pembernatasan korupsi dapat berjalan sebagaimana mestinya.

"Mengacu pada temuan Transparency International, IPK Indonesia mengalami penurunan sangat signifikan pada tahun 2020 lalu, baik dari segi peringkat maupun poin. Sehingga, kekisruhan ini harus segera diakhiri agar pelaksanaan pemberantasan korupsi dapat berjalan sebagaimana mestinya," tulisnya.

https://nasional.kompas.com/read/2021/05/31/15285601/77-guru-besar-antikorupsi-minta-jokowi-batalkan-pelantikan-pegawai-kpk-jadi

Terkini Lainnya

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke